Pernah dikecewakan saat sedang percaya diri bisa membuat seseorang selalu berekspektasi tinggi.
*****
Seorang gadis tengah mematut dirinya di depan cermin yang terletak di sudut kamarnya. Dia terdiam cukup lama, menatap lekat bayangan dirinya di cermin besar itu.
Rambut panjangnya ia biarkan tergerai, sementara tangannya mulai meraih tas selempang yang tergeletak di meja riasnya. Napasnya terembus, mengenai wajahnya yang hanya berlapis sunscreen dan bedak tipis. Jangan lupakan matanya yang bengkak karena semalaman menangis, hingga manik cokelatnya yang indah tak lagi terlihat.
Setelah cukup yakin dengan penampilannya, Nadia tersenyum tipis dan berharap hari ini lebih baik daripada kemarin. Gadis itu melirik ponselnya sekilas, menampilkan sederet pesan dari Raga.
Raga
Aku udah di depanPerlahan, kaki Nadia melangkah menghampiri ibunya yang sedang memotong kuku di ruang keluarga. Walaupun semalam ia merasa kesal dengan ibunya, Nadia sadar jika ia tetap harus berpamitan untuk pergi.
"Bu, Nadia pergi ke toko buku sebentar, ya?"
Ibu Nadia mengangguk dan membuat Nadia tersenyum lebar. Namun, saat Nadia mencium punggung tangan ibunya, wanita itu lantas bertanya, "Naik apa?"
"Naik ojek online." Nadia berusaha mengatur nada bicaranya supaya terlihat meyakinkan di depan ibunya.
Maaf, Bu. Nadia berbohong lagi.
"Ya udah, hati-hati."
Setelah ibunya membalas ucapannya, Nadia segera membalikkan badan dan berjalan perlahan keluar rumahnya. Sesekali ia menoleh ke belakang, takut jika ada keluarga yang melihatnya masuk ke dalam mobil Raga.
Sol flat shoes-nya bergesek pelan, karena Nadia berusaha mengatur langkah kakinya agar tetap tenang. Sudut bibirnya terangkat ke atas, saat melihat mobil hitam Raga sudah terlihat di ujung jalan.
Gadis itu menoleh ke belakang sekali lagi, sebelum memutuskan untuk menenggelamkan dirinya ke dalam mobil Raga.
"Kayak buronan aja, harus sembunyi-sembunyi." Suara berat yang sangat familier menyambut Nadia bertepatan dengan ditutupnya kembali pintu mobil.
Nadia hanya mengembuskan napasnya kasar dan tidak berniat untuk membalasnya.
"Nad, pakai alasan apa lagi kamu sekarang supaya bisa pergi sama aku?" tanya Raga seraya menekan pedal gas mobilnya.
"Ke toko buku. Aku nggak bohong. Emang gitu kenyataannya, 'kan?"
Raga menoleh menatap wajah Nadia yang masih terlihat sangat terpukul karena kejadian semalam. "Kalau kamu nggak bisa pergi, harusnya kamu nggak perlu maksain diri kayak gini."
"Nggak apa-apa, aku sanggup. Toh, ini juga kebutuhan aku sendiri," balas Nadia membuat Raga menutup mulutnya rapat-rapat.
Sekali ia salah bicara, mungkin Nadia akan memintanya menghentikan mobil dan memilih pergi. Raga tidak mau itu terjadi, karena yang ia inginkan sekarang adalah memberi perhatian lebih pada Nadia.
Belum sempat Raga bertanya, suara Nadia kembali menginterupsinya. "Ke toko buku daerah Buahbatu, ya."
Lelaki itu lantas mengangguk seraya menampilkan garis lengkung yang terlukis di wajahnya.
*****
Selang beberapa saat, ketika Nadia telah berhasil menemukan bukunya, mereka berjalan beriringan menuju kasir untuk membayar dua buku yang saat ini ada dalam dekapan tangan Nadia. Sementara Raga, sesekali mengarahkan netranya pada Nadia dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impostor (COMPLETED)
Teen FictionCampus Series #1 Trigger warning : anxiety disorder, overthinking, toxic family, feeling useless. Penipu. Itulah ungkapan yang diberikan Nadia Mona Faradiba untuk dirinya sendiri. Menjadi anak pertama di keluarga yang berkuliah, membuat Nadia menja...