7 - Drama Demonstrasi

9.2K 1.4K 120
                                    

"Dunia itu seluas langkah kaki. Jelajahilah dan jangan pernah takut melangkah. Hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya" - Soe Hok Gie.

*****

Tidak ada yang pernah menyangka jika waktu dapat berjalan sangat cepat seolah roda yang berjalan di suatu turunan. Empat belas minggu telah Nadia lalui untuk menuntut ilmu di kampus yang tidak pernah ia sangka akan menjadi kampusnya.

Cuaca pagi ini sangat berbeda daripada biasanya. Matahari enggan menampakkan sinarnya karena terhalang oleh awan hitam yang hingga kini belum meluruhkan air matanya.

Tangan Nadia mengusap kedua matanya yang mengerjap karena cahaya lampu yang belum sempat ia matikan akibat semalam ia tiba-tiba terlelap begitu saja. Setelah gadis itu beradaptasi dengan cahaya ruangan, matanya mengarah pada jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi.

Nadia mengembuskan napasnya sekilas, saat melihat beberapa tisu yang penuh darah akibat mimisannya kemarin malam tergeletak di lantai. Seingatnya, semalam ia belajar terlalu keras untuk mempersiapkan ujian akhir di semester pertama. Mungkin Nadia terlalu memforsir otaknya untuk berpikir hingga tubuhnya tak mampu lagi untuk bekerja.

Namun, keinginan memahami materi di semester satu ini lebih mendorongnya untuk terus membaca buku daripada memejamkan mata sekalipun Nadia merasa dirinya sudah tidak mampu.

Perlahan Nadia mengubah posisinya menjadi duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Tidurnya semalam belum mampu membuat pusing di kepalanya lenyap begitu saja. Tak lama kemudian, Nadia dikejutkan oleh suara pintu kamarnya yang diketuk seseorang di luar sana.

Setelah ia mencoba bangkit dari tempat tidurnya, Nadia berjalan dengan langkah kaki yang sedikit diseret untuk membuka pintu.

"Nad, dikasih ibu kos nasi uduk, nih, buat sarapan," seru seorang gadis yang akhir-akhir ini menjadi teman pulang-perginya ke kampus, saat Nadia telah membuka pintu.

"Tumben," sahut Nadia sambil menerima sepiring nasi uduk tersebut.

"Lagi baik." Zahra terkekeh sekilas, lalu melanjutkan, "Tadi waktu ibu kos mau ngasih, katanya lo masih tidur, jadi dititipin ke gue."

Nadia hanya mengangguk singkat. "Oh, oke. Thanks, ya."

Nadia sebenarnya tidak ingin berbasa-basi lebih lama. Mungkin, hari Minggu ini akan ia habiskan di atas kasur bersama bantal dan gulingnya daripada harus melakukan hal lain. Jangan lupakan perihal buku-bukunya yang juga akan selalu ada di sampingnya.

Saat Zahra hendak berbalik, gadis itu kembali membuka suaranya. "Eh, Nad, besok ikut turun ke jalan, nggak?"

Nadia sontak tercengang di tempat. "Turun ke jalan?"

Zahra menghela napasnya panjang, lalu mengarahkan tubuhnya ke arah Nadia. "Demonstrasi," bisik gadis itu.

Belum sempat Nadia menjawabnya, gadis itu mengeluarkan ponsel dan menggeser layarnya sesaat untuk membuka aplikasi chat. Setelahnya, Zahra menyodorkan benda pintar itu pada Nadia.

Pandangan Nadia beralih ke layar ponsel Zahra dan menangkap pesan broadcast yang dikirimkan ke grup besar angkatannya.

Setelah Nadia membacanya, ia tahu apa alasan yang mendasari aksi tersebut. Beberapa waktu lalu, dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja, DPR RI dan Pemerintah Indonesia telah resmi menyepakati RUU Cipta Kerja dan siap untuk dilanjutkan ke Sidang Paripurna. Namun, kenyataannya pengesahan RUU tersebut sangat merugikan rakyat. Dari hal tersebut, diketahui saat ini Indonesia sudah kritis akibat kepentingan oligarki telah berada di atas kepentingan rakyat.

Impostor (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang