Chapter 17.

911 70 0
                                    

JANGAN LUPA VOTE GENGS!!

3 Hari setelah pemakaman Alan, Nisa sering kali melamun jika sedang sendiri.

Wanita itu terlihat tidak memiliki gairah hidup lagi. Bagaimana tidak, setengah jiwanya ada pada Alan.

19 tahun dirinya hidup bersama pria yang amat dia cintai. Dari awal pertemuan hingga tuhan memisahkan mereka dengan maut.

Nisa mengusap Air matanya yang menetes tanpa disuruh. "Mas...aku kangen Mas."

"Biasanya kalau aku kangen, aku vc kamu. Tapi sekarang kalau aku kangen aku cuma bisa kirim doa buat kamu."

Nisa kembali terisak di meja makan. Nisa melihat sekeliling rumah. Amat banyak kenangan dirinya bersama Alan dirumah ini.

Nisa mengambil gelas bertulisan PAPAH milik Alan biasa untuk meminum kopi.

"Mah"

Nisa buru buru menghapus Air matanya saat mendengar suara Putri sulungnya.

Nisa tersenyum ke arah Noura yang baru saja pulang sekolah. "Anak mamah udah pulang. Tumben cepet."

"Iya mah. Noura udah ngundurin diri jadi ketua Osis. Jadi sekarang Noura gak punya kegiatan apapun. Noura cuma mau fokus ke Mamah"

Nisa mengusap surai putrinya lembut. "Mamah  gapapa sayang. Harusnya kamu gak usah ngundurin diri jadi ketua osis. Sayang loh nak"

Noura tersenyum manis. "Gapapa mah. Lagian bentar lagi,Noura wisuda. Mamah masak apa?? Noura laper"

Nisa terkekeh melihat wajah lusu putrinya. "Mamah masak kesukaan kalian. Ya udah kamu makan dulu, abis itu ganti baju. Mamah kedepan sebentar ya"

Noura mengangguk. Netranya terus menatap mamahnya.

Noura tidak ingin terlihat sedih di depan Nisa. Dia tidak ingin membuat Nisa bersedih. Dia akan berusaha tegar di depan mamahnya.

Noura melihat sayur kakung kesukaan papahnya. Lalu matanya beralih ke tempat duduk Alan.

"Pah..Ajarin Noura untuk bisa tetap tegar di hadapan mamah, Pah... Ajarin Noura untuk tetap kuat jalanin ini semua"

Lalu setelah itu, Noura mulai menyantap masakan Nisa dengan isak tangis.

***

Noufal baru saja pulang, dirinya melihat Mamahnya tengah terduduk di sofa depan rumah dengan tatapan kosong.

"Mah"

Nisa terjingkat saat tangan Noufal menyentuh bahunya.

"Noufal. Kamu udah pulang"

Noufal berjongkok di depan Nisa. "Mamah ngapain duduk disini sendirian. Noura mana??"

"Enggak Mamah lagi liat liat tanaman aja. Noura ada didalem lagi makan, tadi dia bilang laper. Ya udah kamu masuk terus makan siang sana, mamah udah masakin makanan kesukaan kamu."

Noufal menggegam tangan Nisa. "Mamah gak ikut makan??"

Nisa menggeleng. "Mamah masih kenyang. Kamu duluan aja sayang."

Noufal hanya mengangguk, lalu masuk kedalan rumah.

Noufal Melihat kakak kembarannya tengah terduduk diam di meja makan.

"Kak"

Noufal sudah memanggil Noura dengan sebutan "Kakak" seperti yang Papahnya dulu ajarkan.

Noura menatap adiknya. "Lo udah pulang. Mama mana??"

"Mamah lagi duduk di luar."

Noura mengangguk anggukan kepala. "Lo baru pulang kan, Makan nihh. Ntar kalo udah selesai lo taro aja, biar gue yang cuci piring"

Noufal menggeleng. "Gak usah. Ntar ini selesai gue yang cuci. Lo temenin mamah aja. Mamah sekarang sering banget ngelamun."

Noura mengangguk. "Ya udah. Gue ke depan ya"

Noura melihat mamahnya baru saja mengusap Air matanya.

"Mamah selalu ajarin Noura buat gak boleh sedih. Mamah juga gak boleh sedih terus. Nanti papah ikut sedih"

Nisa tersenyum menatap putrinya. "Air matanya nih Rese. Kamu udah makan sayang??"

Noura mengangguk. "Udah mah. Emm mamah mau jalan jalan gak?? Nanti kita pakai motornya Noufal."

Nisa tersenyum lalu mengangguk.

"Oke. Noura siap siap dulu ya."

TBC

Hello, Captain! : TWINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang