"Ayah, Ibu aku ingin sekali keluar rumah, bergaul dengan teman sebaya. Kumohon izinkan aku, Yah."
Julian sudah kenyang terus menerus di kurung dalam rumah, bertahun-tahun menghabiskan waktunya hanya di dalam ruangan yang luasnya tidak seberapa.
Kegiatan yang ia lakukan pun hanya membaca buku, melukis dan membantu kedua orang tuanya. Dia bukan seorang gadis yang harus selalu berada di bawah pengawasan mereka, dia juga bukan anak kecil lagi. Julian sadar, dia perlu untuk mengenal dunia luar, agar kelak dia tidak terlihat seperti orang bodoh yang tidak mengenal lingkungan tempatnya tinggal. Ada banyak hal yang ingin dia lakukan, banyak rencana yang ingin Julian susun untuk masa depannya.
Dia tidak masalah melewati waktu dengan tidak mengikuti sekolah pada umumnya dan hanya diajarkan secara pribadi oleh ayahnya. Membaca seluruh buku yang Alfred berikan, agar Julian tidak tertinggal pengetahuan. Namun, bukankah dunia luar adalah guru sesungguhnya untuk orang seusia dirinya sekarang.
Julian telah menginjak usia dua puluh dua tahun, tapi dia sama sekali belum menyentuhkan kakinya di tanah depan pagar rumah sama sekali. Sebenarnya dia bisa saja kabur dan keluar rumah tanpa izin, tapi Julian bukan anak yang seperti itu. Dia akan menuruti semua perintah ayahnya, apa pun yang Alfred katakan maka itu mutlak harus dia jalankan. Setidaknya kali ini, dia ingin mengambil haknya meski hanya sebentar saja.
"Tidak bisa," tolak Alfred.
Dia memijat pangkal hidungnya, tidak ada kesiapan diri untuk melepas anaknya di dunia luar. Ia takut keanehan yang di miliki Julian tiba-tiba saja muncul, selama sepuluh tahun terakhir pun Julian sering sekali melakukan hal gila itu, Alfred tidak bisa, dia tidak siap.
"Kamu harus ingat Julian, kamu tidak sama dengan mereka. Kalau mereka tahu, kau memiliki kebiasaan aneh, mereka akan mengusir kita dari sini, mencaci maki, menganggapmu seperti monster."
Tidak tahu harus bagaimana, Alfred tidak memiliki pilihan kata yang baik untuk mengingatkan anaknya lagi. Ini sudah kesekian kali Julian meminta izin untuk keluar rumah.
Meski ragu, Julian mencoba berani untuk mendekat, berdiri di belakang ayahnya. "Itu tidak akan terjadi, aku akan berhati-hati. Ayah aku sudah dewasa, sudah lebih dari cukup untuk mengenal dunia luar. Selama aku hidup, tidak ada hal yang bisa aku lakukan, aku tidak tau apa pun tentang dunia luar, ada apa di luar sana. Kumohon ayah, percayalah."
Ayahnya sama sekali tidak menggubris, membiarkan Julian menatap penuh harap di balik punggungnya. Sesekali Julian melirik Lucian, berharap ada pembelaan. Ini hanya akan menyiksanya, sudah berapa tahun dirinya terkurung di dalam rumah ini atas alasan yang bahkan tidak ia pahami. Ada kesalahan apa di balik kebiasaan anehnya, sampai kedua orang yang amat di kasihi, harus mengurung dia selama ini.
Percuma, pada akhirnya Julian menunduk pasrah, kali ini pun dia gagal meyakinkan Ayahnya. Dia sudah membunuh harapan untuk selanjutnya, karena sudah pasti tidak akan ada kebebasan dalam hidupnya. Dia berbalik, berniat meninggalkan mereka. Sebelum akhirnya Lucian menahan Julian, sang ibu memanggil.
Dengan lembut Lucian mengusap bahu suaminya, dia tahu Alfred lebih terluka dari apa yang wajahnya tunjukkan. Hati seorang ayah mana yang tidak terluka jika harus mengurung anak sendiri agar tidak menjadi petaka baginya.
"Biarlah, yah. Aku percaya pada Julian, aku yakin dia bisa menjaga diri. Kau juga percaya padanya, kan?"
Sementara Julian diam, menunggu apa yang akan ayahnya katakan. Sungguh dia lega ibunya mau bicara untuk membela, dia sangat tahu kalau Alfred hanya khawatir. Begitulah hati ayahnya.
Sebelum Alfred menjawab, ia menghela napas pelan. Lalu berbalik menghadap anaknya, dia bahkan tidak menyangka jika bocah yang dulu sering membantu membuat kerajinan kayu kini sudah tumbuh dewasa, menjadi pemuda tampan dan tinggi. Meski terlihat tidak seperti dirinya waktu muda, satu hal yang perlu ia percayai Julian adalah anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse Of Mahana (End)
Fantasy"Dengar wahai bangsa manusia. Aku Jhoan Nieve Diavolo, Raja dari kaum Mahana, penguasa kegelapan. Mengutuk bangsamu, kehancuran akan menimpa dunia, kelak keturunanku akan lahir di tengah-tengah kalian. Merekalah yang akan membalaskan dendam atas pen...