"Aaaarrrghhhh!!!"
Barang-barang berserakan, Julian kembali mengamuk. Dia berusaha menekan kembali hasratnya meminum darah. Kamar itu sudah tidak berbentuk, lukisan buatannya pun menjadi korban keberingasan Julian.
Di luar, Lucian tersedu mendengar teriakan kesakitan anaknya. Tidak ada yang bisa dilakukan, Julian juga melarangnya masuk. Memang akan berbahaya jika Lucian menerobos masuk di saat dirinya hilang kendali. Alfred pun tidak bisa berbuat banyak selain meminta putranya untuk segera meminum kantung darah yang sudah disediakan di salah satu lemari.
Permintaan Alfred digubris sama sekali, sebanyak apa pun dia mengingatkan tetap diabaikan, Julian tetap mencoba menahan diri hingga berujung amukan. Jika Julian tidak segera dihentikan, bisa saja menghancurkan rumah ini.
Geraman tertahan serta dengusan layaknya hewan buas bisa Alfred dengar jelas dari kamar anaknya.
"Nak, minumlah jangan menyakiti dirimu lebih dari ini, cukup!" seru Alfred menggedor pintu.
"Jangan mendekat ayah! Menjauhlah dari kamarku!"
Ini sulit, Julian sudah tidak sanggup lagi. Benda tajam di kamarnya sudah ia coba semua, tapi tidak ada satu pun yang mampu menggores barang satu inci pun di kulitnya.
Sementara itu rasa hausnya kian menjadi, rasa panas membakar tenggorokan Julian, persendian yang sedari tadi ditahan sakitnya semakin merontokkan pertahanan. Julian limbung, tidak lagi sanggup menopang bobot tubuhnya.
"Ah ... ah," rintihnya.
"Kebodohan apa yang sedang kau lakukan, Felix."
Netra hitam melirik sumber suara, Julian sudah tidak memiliki tenaga lagi, bahkan untuk memaki sekali pun dia tak mampu.
Adalah Feliz, dia berjalan dengan sekantong darah, merobek kasar ujungnya. Berjongkok dihadapan pemuda yang dianggap adiknya. "Berhenti melakukan hal bodoh, bahkan jika kau kesakitan sampai sekarat sekali pun, kau tidak akan mati. Justru semakin menderita."
Tangan besarnya yang terbalut kulit pucat mencengkeram kuat dagu Julian, memaksa mulut tersebut terbuka lalu mencekokinya. Julian meronta enggan meminum cairan menjijikkan tersebut, berulangkali ia menyemburkan kembali cairan pekat itu.
"Keras kepala," geram Feliz.
"Uakh!"
"Hahh ... tidak ada pilihan lain," desahnya.
Feliz tidak pernah menyangka kalau dia harus melakukan tindakan memalukan demi menyelamatkan adiknya ini, ke keras kepalaan Julian membuat Feliz tidak memiliki pilihan. Dia menggigit tangan sendiri menyesap sebanyak mungkin untuk memenuhi mulutnya, lalu mendekatkan wajah pada Julian. Mengabaikan pelototan adiknya yang sudah tidak bisa melawan.
Bibir keduanya bertemu, Feliz memaksakan cairan merah di mulutnya untuk Julian telan, bagaimanapun caranya. Dirasa cairan di mulut telah berpindah semua juga berhasil Julian telan meski dipaksa, Feliz menarik diri.
"Cuih!" Dengan kasar Feliz mengusap bibir begitu melepas adiknya.
Ini pengalaman pertama yang paling buruk dalam dia menjalankan tugas ayahnya, tidak pernah menyangka Feliz harus melakukan semua ini. Dirinya yang pernah melakukan tindakan memalukan seperti sekarang bahkan dengan wanita sekalipun terpaksa mengotori diri.
"Jangan pernah lakukan hal yang sama, aku tidak berniat melakukan untuk yang kedua kalinya," tekannya.
"Bodoh, siapa juga yang mau ditolong," umpatnya dalam hati.
Aura kekesalan Feliz menguar lantas lenyap dari hadapan Julian, tidak memperdulikan keadaan dia yang masih terkulai lemah. Bertepatan dengan dobrakan pintu, Alfred amat khawatir lantaran suara anaknya tak kunjung terdengar lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse Of Mahana (End)
Fantasy"Dengar wahai bangsa manusia. Aku Jhoan Nieve Diavolo, Raja dari kaum Mahana, penguasa kegelapan. Mengutuk bangsamu, kehancuran akan menimpa dunia, kelak keturunanku akan lahir di tengah-tengah kalian. Merekalah yang akan membalaskan dendam atas pen...