"Aku tidak ingin berkelahi dengan adikku sendiri, tapi ..." Dua sayap putih muncul dari punggungnya, membentang lebar menutupi permukaan langit. Di dahinya bergurat lambang kerajaan, menandakan dialah pewaris tahta selanjutnya. "Aku harus menghentikanmu, Felix."
Bentangan sayap Feliz membekukan sesaat gerakan Felix, terpana. Ini kali pertama dia melihat langsung kekuatan sejati Kaum Mahana, dari yang dia ketahui hanya sedikit di antara mereka yang mampu menumbuhkan sayap. Lebih tepatnya baru dua orang yang sudah dikenal memiliki kesejatian diri, Aiden juga Levios.
"Jadi itu kemurnian dari kekuatan sejati seorang penguasa?" gumam Felix.
"Masih belum terlambat, jika kau ingin mengubah tujuanmu Felix. Kita bisa membangun kembali istana, lalu memimpin peradaban baru."
Sayapnya mengepak membawa angin guntur, merobohkan beberapa pohon di sekeliling Felix. Sementara dirinya bertahan dalam perlindungan pusaka.
"Sepertinya belum sempurna," terkanya.
"Tapi cukup untuk menyudutkanmu," sergah Feliz.
Bibirnya bergetar menahan tawa, ingin sekali Felix tergelak. Namun, dia sadar diri meremehkan lawan hanya akan membawa petaka, sebagai seorang antagonis dia tahu takan mudah melawan sosok seperti kakaknya.
"Aku juga akan menunjukkan sesuatu, ini terlihat sama, tapi cara mendapatkannya berbeda."
Dia mengatupkan kedua tangan, tubuhnya menjadi ringan kemudian melayang. Perlahan guratan muncul di udara merayap membentang di balik punggung Felix. Mengukir sepasang sayap yang terbuat dari api merah. Dulu dia begitu kesulitan untuk mengendalikannya, tapi sekarang itu bukan lagi masalah besar saat dia berhasil mengkombinasikan bersama pusaka Phoenix.
"Ini juga belum sempurna, jadi kita bisa seimbang," terangnya.
Sejauh mana adiknya melangkah, Feliz merutuki ketidak becusan dirinya untuk mengawasi. Menyesal pun sudah tidak ada gunanya, semuanya tidak akan lagi sama.
Dua kekuatan berlawanan berbenturan, menimbulkan dentuman keras. Kilat menyambar di mana-mana, layaknya bencana alam. Getaran hebat mengguncang bumi, dampaknya mampu di rasakan oleh seluruh penjuru bahkan di dunia manusia. Banyak orang kalang kabut, gemuruh menyambar, gempa bumi terjadi, hujan badai tiada reda. Menyebabkan banjir bandang di beberapa tempat.
Namun, pertarungan sengit itu belum mencapai puncak. Keduanya masih saling beradu, dua hewan raksasa tercipta diantara perkelahian. Naga air dan burung Phoenix saling menyerang satu sama lain, menyemburkan lahar panas yang ditahan perisai beku naga.
Tempat itu sudah tak berbentuk lagi, tanah retak, air yang memancar dari bawah tanah serta lava yang menggenangi sebagai permukaan. Uap panas serta kabut tidak menghalangi keduanya.
Felix terpukul mundur, dia sudah sampai batasnya. Terlebih belum cukup untuknya menggunakan dua pusaka sekaligus dalam waktu lama. Namun, tidak jauh berbeda dengan keadaan Feliz, dia pun sudah berada di penghujung kekuatan. Darah segar menyembur dari mulut, tubuhnya sudah tidak sanggup menopang kekuatan yang nyaris dia lepas seluruhnya.
"Tch, sudah kuduga kau lawan yang sulit untukku," decih Felix.
Masih belum menyerah, Felix mengeluarkan seluruh energi yang tersisa untuk membuat satu serangan besar. Ia memberikan seluruh sisa kekuatannya pada Phoenix menjadikan lahar magama yang sangat panas, hal yang sama dilakukan oleh Feliz, dia menyerahkan seluruh sisa tenaga pada naga air. Cairan yang awalnya dingin perlahan bergejolak mendidih, Feliz mengubah cairannya menjadi larutan asam yang cukup pekat.
"Jika ini berhasil salah satu dari kita akan mati," desis mereka berdua.
Dilepasnya dua kekuatan besar, menimbulkan benturan keras. Malam itu seolah berubah menjadi siang dalam sekejap, bendar cahaya dari tumbukan dua kekuatan menerangi tempat mereka.
Ledakan besar menjadi akhir perseteruan dua saudara, salah satu dari mereka jatuh terjerembab, sementara yang lainnya terpental jauh.
"Ekh!" erangnya. Setengah tubuhnya terkena luka bakar dan terluka amat parah.
"Dengan ... begi-ni semuanya ... selesai." Kondisinya begitu lemah, dengan napas putus-putus dia berusaha mengucapkan sepatah kata.
Sepasang mata itu menatap sayu binar bintang di atasnya, mengingat kembali apa yang telah terjadi selama ini. Lengkungan tipis menarik sudut bibirnya, dia puas sangat puas dengan semua yang pernah dia alami. Meski tidak semuanya tercapai, paling tidak dia tidak terlalu menyesal.
"Selamat tinggal," lirih Feliz sebelum kedua mata itu tertutup.
Tanah kosong itu kembali pada asalnya, meninggalkan jejak pertarungan serta keadaan porak poranda, menyisakan reruntuhan yang berserakan.
Keberadaan Felix sendiri tidak diketahui, dia hilang bagaimana ditelan bumi. Dengan luka fatal yang sama parahnya seperti Feliz, sangat diragukan jika dia akan selamat. Ditambah mereka sama-sama kehabisan energi, karena memaksakan diri mendorong kekuatan sampai melewati batas.
Kosong, hening seakan tak pernah ada kehidupan di Tanah Abadi. Suasananya sunyi, menyisakan lolongan serigala liar juga berisiknya hewan tak bertuan lainnya. Segalanya telah berakhir.
.
.
.
.12 September 2020
TamaT
Catatan:
Yo, akhirnya tamat juga. Ini cerita saya buat pas masih SMA kelas satu, awalnya saya hanya menulis di buku-buku bekas sekolah, kadang membeli yang baru. Saya menghabiskan banyak buku untuk cerita ini, tapi masih belum percaya diri untuk mempublikasikan, karena sadar kepenulisan saya masih jauh dari kata rapi. Saya bersyukur kali ini memiliki keberanian untuk berbagi karya dengan kalian. Terimakasih, saya sangat berterimakasih. Sampai bertemu di season 2, tentunya dengan judul berbeda. Sambil menunggu, saya juga akan mempublikasikan cerita lain. Semoga kalian suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse Of Mahana (End)
Fantasy"Dengar wahai bangsa manusia. Aku Jhoan Nieve Diavolo, Raja dari kaum Mahana, penguasa kegelapan. Mengutuk bangsamu, kehancuran akan menimpa dunia, kelak keturunanku akan lahir di tengah-tengah kalian. Merekalah yang akan membalaskan dendam atas pen...