Sesuai pesan Ghilbas saat bertamu ke rumah Julian, pemuda itu memintanya kembali bergabung dengan perkumpulan Reno. Saat itu Julian hanya mengiyakan, tapi tidak tahu kapan akan melakukannya. Dia masih terlalu takut untuk keluar menemui yang lain.
Sesekali dia pergi hanya untuk berkunjung ke danau, tempat itu menjadi favorit untuk menenangkan diri, walau tidak jarang ia kembali bertemu dengan Feliz yang selalu mengawasinya-- itu dugaan Julian.
Mengingat pria berambut perak sepinggang itu kerap muncul di sana. Kadang menemaninya mengobrol, memberitahu beberapa hal mengenai kutukan yang menimpa Julian. Salah satunya adalah ke salah pahaman dua kaum yang berujung petaka buruk ini.
Tidak banyak yang Julian mengerti, tapi dia tahu kalau Feliz tidak memiliki niat buruk selain menjalankan titah ayahnya atau Julian harus mengatakan bahwa ayah Feliz adalah ayahnya juga, rasanya Julian belum bisa menerima kenyataan.
"Ayah, ibu. Aku keluar sebentar!" serunya.
Dia tidak menemui mereka untuk berpamitan secara langsung, bukan tidak sopan justru karena takut mengganggu Lucian dan Alfred yang sepertinya sedang menikmati waktu berdua. Sesuatu yang jarang terjadi, karena biasanya mereka sibuk bekerja. Terdengar seruan balik sesaat tangan Julian menyentuh kenop pintu depan.
Suasana hatinya bisa terbilang cukup baik, sama seperti saat pertama kali dia keluar. Berkat bujukan Ghilbas tempo lalu, Julian jadi memikirkan hal lebih positif, mencoba mengabaikan ketakutan dan kegelisahan hati. Kemudian memberanikan diri lagi untuk menyapa kawan yang sudah lama tak dilihat.
Dia juga sudah memikirkan apa yang harus dikatakan, jikalau nanti ada yang bertanya kenapa dia tidak lagi datang ke sana. Julian sudah menyiapkan segalanya, tapi saat dia sampai separuh semangatnya luntur, lantaran Ghilbas tidak hadir di sana.
Seseorang yang sudah membujuknya justru tidak datang untuk melihat kedatangan perdananya. Harusnya Julian tidak terlalu memikirkan, tapi entah kenapa perasaannya memburuk. Kecemasan dan ke khawatiran menyelinap perlahan, padahal dia yakin hari ini akan berjalan sesuai skenario yang telah ia persiapkan.
"Jadi, sebenarnya kenapa kau tidak datang ke sini lagi belakangan ini, Julian?" tanya Reno.
Dia yang paling tidak peduli sebenarnya, tapi penasaran juga dengan Julian yang tiba tiba menghilang, bertepatan dengan hari itu pula. Reno memiliki ke pekaan tinggi, ada yang janggal menurutnya. Jika saja kabar tentang kutukan tak pernah mencuat, kecurigaan itu tidak mungkin muncul.
"Aku ada di rumah, hanya saja ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan," balas Julian tenang.
Sesuai dugaan, mereka pasti akan menanyakan alasan. Seperti yang biasa terjadi kalau salah satu dari mereka tidak hadir. Namun, Reno tidak terlihat puas, justru memandang penuh selidik. Julian tidak memusingkan, kalau dia bereaksi lain tentu Reno akan curiga.
"Ah, kupikir kau ketakutan. Karena kudengar dari Ghilbas, kau sempat datang kemari saat kejadian tempo lalu."
Sadar Reno sedang menyudutkannya, Julian balas dengan angkatan bahu acuh. Mengatakan seolah itu tuduhan tak berdasar.
"Aku sama sekali tidak peduli tentang itu, lagi pula aku sendiri belum mengetahui apa pun tentang lingkungan sekitar."
Masuk akal jika Julian beralasan seperti itu, lagi pula dengan mengatakan kalau dia memiliki banyak pekerjaan sudah membuat Jason dan Font percaya, karena wajah Julian memang sudah menjelaskan, terlihat seperti seorang pembisnis.
"Sudah lupakan alasan Julian jarang kumpul, type pembisnis macam dia mana ada waktu luang buat keluar, apa lagi cuma buang-buang waktu begini," sela Font mengalihkan pembicaraan.
"Ngomong-ngomong, Reno mau bikin pesta, Julian. Kau mau ikut? Sekalian menenangkan pikiran dari pekerjaanmu yang memakan banyak waktu itu." Kali ini Jason yang mengambil alih, tidak ada salahnya mengajak teman baru masuk ke dunia mereka. Mengingat Ghilbas tidak pernah mau diajak meski sudah lama berkawan.
"Pesta?" Kebingungan yang Julian tampilkan membuat tiga orang di sana berdecak sama seperti waktu Julian bercerita tentang dirinya yang jarang keluar rumah.
"Jangan bilang kau tidak tahu apa itu pesta?" terka Reno. Lebih bersahabat tidak lagi menaruh curiga.
Gelengan Julian menjawab pertanyaan Reno, mereka berkeluh bersamaan. Tidak habis pikir masih ada orang yang seperti Julian di zaman yang sudah mulai berubah.
"Pesta itu tempat orang-orang berkumpul, menghabiskan waktu dengan makan minum bersama," jelas Jason.
"Jadi selama ini kita selalu pesta?" Julian bertanya polos. Irisnya melihat beberapa makanan ringan dan minuman yang ada di tengah mereka.
Font menepuk dahi, Reno menggeram dan Jason yang menganga. Dari mana kesimpulan itu datang, mereka pikir karena Julian type orang yang sibuk soal pekerjaan, jadi paling tidak bisa berpikir lebih jauh. Lagian orang yang sering bekerja pasti pernah sesekali melakukan pesta saat ke suksesan datang.
"Sudahlah, aku malas menjelaskannya. Kau datang dan lihat sendiri saja seperti apa pesta itu," tutup Reno gerah sendiri pada ke polosan Julian, bahkan Reno berpikir temannya ini bukan polos tapi bodoh.
Karena memang penasaran, dia mengangguk begitu saja. "Tapi, apa Ghilbas juga ikut?"
Kali ini mereka saling melempar pandangan satu sama lain. "Eung soal itu ..." Font melirik Reno. Biasanya Reno selalu punya alibi, apa lagi mengenai Ghilbas.
"Ghilbas tidak ikut, dia lagi ke rumah nenek-nya," sambung Reno sesuai keinginan Font.
Sebenarnya itu bukan alasan, tapi memang benar Ghilbas sedang keluar kota menemui sanak keluarga. Biasanya dia kesana dua minggu sekali dan Reno selalu tahu karena Ghilbas pasti akan cerita padanya terlebih dahulu.
Mendengar jawaban itu, Julian jadi sedikit ragu untuk ikut. Walau dalam hati ia penasaran sekali bentuk pesta, tapi dia juga tahu kalau kedekatannya dengan Reno dan yang lain tidak seperti dia dengan Ghilbas, paling tidak Julian sedikit tidak nyaman serta belum percaya sepenuhnya pada mereka.
Keterdiaman Julian mengganggu Jason, dia ingin sekali menarik Julian ke dunia mereka, apa lagi mengetahui kepolosannya Jason jadi semakin semangat menjerumuskan Julian. "Jadi?"
"Aku ragu, jujur saja aku penasaran, tapi ..."
"Ada istilah yang mengatakan 'penasaran adalah senjata tajam untuk membunuh seseorang secara perlahan', Julian. Kalau kau penasaran, kenapa harus ragu?" desak Jason.
Kedua temannya yang lain menahan tawa, mereka tahu apa tujuan sebenarnya dari setiap perkataan Jason. Dia penghasut ulung, bahkan kejadian tempo lalu pun menjadi panas karena dia yang membakar apinya.
Sesaat Julian kembali berpikir, menimang dari berbagai sisi meski sebenarnya dia tetap ragu. "Emm baiklah, tidak ada salahnya mencoba," putusnya.
Seringai tipis terlukis di bibir Jason, sekaligus mendapatkan lirikian puas dari Font dan Reno. "Ya, sudah. Nanti malam kami jemput, rumahmu searah dengan Ghilbas, kan? Bedanya kamu masih lurus, rumah besar paling ujung?" kata Font memastikan informasi yang dia tahu.
Karena nama orang tua Julian cukup tersohor dengan bisnis kerajinan kayu yang mereka jual, serta kualitasnya yang terbilang sangat apik. Bukan hal sulit mencari tahunya.
"Hn."
.
.
.
.Diketik: 27 Juli 2020
Di publish: 1 Oktober 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse Of Mahana (End)
Fantasy"Dengar wahai bangsa manusia. Aku Jhoan Nieve Diavolo, Raja dari kaum Mahana, penguasa kegelapan. Mengutuk bangsamu, kehancuran akan menimpa dunia, kelak keturunanku akan lahir di tengah-tengah kalian. Merekalah yang akan membalaskan dendam atas pen...