Pesta pernikahan berlangsung, dua mempelai telah berdiri berhadapan di atas altar. Feliz menggenggam lembut tangan Jeanette, mereka baru saja selesai mengucapkan janji suci.
Untuk selanjutnya adalah pertukaran darah yang berfungsi menyatukan dua kekuatan berbeda agar berdamai. Umumnya ketika dua kekuatan di satukan dalam ikatan pernikahan, maka darah itu akan terikat menjadi janji sehidup semati, di mana keduanya akan sama-sama tersakiti jika ada yang terluka, pun akan ikut mati jika pasangannya telah tiada.
Pertukaran darah dilakukan dengan pria memberi tanda di bahu pasangan juga sebaliknya. Feliz ragu, jujur saja dia belum siap dan tidak akan pernah siap. Namun, beberapa orang mulai mendesaknya begitu pula sang ayah yang kini menatap tajam dirinya. Clavanth sudah menyadari jika Feliz menolak semua rencana ini, tapi dia juga tahu kalau anaknya ini tidak akan bisa menentang perintah.
"Kuharap aku takkan menyakitimu, Putri Jeanette," gumam Feliz di sela perpotongan leher sang putri.
Sepasang gigi taring mencuat, lantas menancap di sisi leher pengantin wanita. Jeanette meringis merasakan perih di lehernya, di sertai malu yang teramat sangat hingga rona merah muncul di sepasang pipi.
Feliz menghisap sedikit darah, lalu melepas kembali gigitannya. Darah segar mengalir di sudut bibir, perlahan dia mengusapnya menggunakan ibu jari. Menaruh pandangan pada raut merah istrinya yang menunduk dalam. Kenapa Jeanette bersikap seperti itu? Hal yang terpikir dibenak Feliz ketika melihatnya.
"Kali ini giliranmu," kata Feliz.
Jeanette mengangguk kecil, sesaat dia membuang pandangan ke samping, malu. Semburat di wajahnya semakin kentara terlihat, selangkah ia mendekat diikuti debaran jantung yang abnormal. Waktu seolah berjalan lambat untuknya, menguji bagaimana dia akan bertahan menuju sisi Feliz pria idaman yang sudah menjadi suaminya.
Di mata Feliz itu terlihat seperti keraguan, dia tidak bisa menerjemahkan lebih baik selain yang dipikirkan. Akhirnya dengan inisiatif Feliz meraih tangan mungil Jeanette lalu menariknya, jatuhlah putri Gauen pada pelukan sang pangeran. Jantungnya menggila, dia bahkan takut dengan kemampuan yang Feliz miliki akan mendengarnya.
"Jika kau berlama-lama, ini takkan segera selesai," bisiknya tepat di telinga Jeanette.
Perlahan jemari kecil Jeanette melingkari leher Feliz, gigi taring mencuat persis seperti yang Feliz lakukan beberapa saat lalu. Namun, semuanya tiba-tiba kacau. Seluruh penerangan di sana mati, tidak menyisakan satu titik cahaya pun.
"Apa yang terjadi?" bisik Jeanette. Tanpa merubah posisi sama sekali, hanya menghentikan gerakannya.
Lantas tidak lama sebuah api biru kecil berjalan menyalakan satu persatu lilin, memberikan efek cahaya remang redup akan tetapi cukup mengagumkan. Semua orang menduga itu adalah kekuatan Clavanth, satu-satunya orang yang bisa mengeluarkan api biru adalah raja Diavolo.
"Lanjutkan saja," perintah Clavanth.
Gigi taring Jeanette menyentuh permukaan kulit, tapi lagi-lagi terpaksa tertahan di sana saat ucapan seseorang kembali menggangu jalannya upacara pertukaran darah.
"Ya, lanjutkan saja," gumam seseorang di tengah keterdiaman semua orang.
Suara itu tak asing di indra pendengaran Feliz, reflek dia menjauh dari Jeanette. Memindai mencari pemilik suara, netranya jatuh pada sosok pemuda berjubah hitam dengan rambut perak panjang menjuntai, sebelah kanan tangannya memegang segelas cairan merah yang memang menjadi jamuan untuk para tamu. Dia duduk dengan kaki menyilang, wajahnya terlihat menunduk seolah terfokus pada minumannya.
Sosok itu kemudian menggeser pandangan, perlahan diiringi kepala yang ikut menoleh untuk memperlihatkan lebih jelas wajahnya. "Sesuai keinginanmu, aku datang untuk memberikan selamat," ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse Of Mahana (End)
Fantasi"Dengar wahai bangsa manusia. Aku Jhoan Nieve Diavolo, Raja dari kaum Mahana, penguasa kegelapan. Mengutuk bangsamu, kehancuran akan menimpa dunia, kelak keturunanku akan lahir di tengah-tengah kalian. Merekalah yang akan membalaskan dendam atas pen...