Tiba Waktunya

48 7 0
                                    

"Leana, itu namaku."

Tangan kecilnya terulur seraya memperkenalkan diri, Julian tidak bereaksi justru memandang satu persatu temannya yang tengah melihat interaksi dirinya bersama Leana. Dia menangkap seringai tipis dari bibir Jason, yang tidak dapat dipahami. Sejak awal ini semua merupakan kekeliruan, seharusnya Julian menaruh curiga barang secuil saja pada tiga orang yang sudah ia anggap teman. Entah ini akan berakhir buruk atau baik, tetap saja firasat tak mengenakan mulai menggerogoti dirinya.

"Hoi, kau akan mengabaikannya? Kalau kau tidak suka minum, setidaknya kau masih menyukai gadis, kan?"

Tampang Reno terlihat iri, barangkali Leana adalah incarannya yang justru tertarik pada Julian. Leana sendiri masih setia mengulurkan tangan, menunggu pemuda yang  diajak berkenalan menyambutnya. Julian beralih, melirik sekilas uluran tersebut, dengan ragu membalas.

"Julian Draxler." Belum ada setengah menit, ia menarik cepat tangannya kembali.

Menyentuh tangan seorang gadis itu aneh menurutnya, seolah ada aliran listrik bertegangan rendah menyengat. Dulu saat berkenalan dengan Sheerlyn dia tidak berani mengulurkan tangan, dipikir tidak sopan orang asing berani menyentuh di pertemuan pertama. Lantas di sini dia harus melakukannya atas tuntutan mereka. Sungguh Julian tidak menyukai keadaan yang memaksa seperti ini.

"Kau teman baru Reno?"

Tidak ada sahutan berarti selain gumaman tidak jelas yang Julian berikan, beruntung bagi Leana itu bukan masalah. Dia menyukai laki-laki seperti Julian, terlihat lebih menghargai wanita.

"Ini pertama kalinya aku datang ke pesta Reno, sepertinya kau juga?"

Alih-alih menjawab Julian justru terlihat menyibukkan diri, entah apa yang dipikirkannya atau mungkin tidak ingin menanggapi lebih pertanyaan yang Leana luncurkan. Keinginannya saat ini hanya satu, keluar dari tempat ini.

Menyesal, cuma satu kata itu yang cocok menggambarkan situasi Julian saat ini. Bayangan pesta menyenangkan sirna begitu saja, ini tidak sesuai dengan apa yang dia perkirakan. Sebenarnya dia bisa saja memaksa pulang kalau bukan karena harus bertingkah sopan. Julian anak terdidik oleh attitude serta kesopanan, tentu tidak sembarangan asal pergi sebab dia ingin.

"Apa kau-"

"Reno, kapan pesta ini selesai?" Julian memotong.

"Kenapa? Tidak nyaman dengan pestaku?" hardik Reno, nadanya masam.

"Bukan begitu, aku rasa ini jauh dari pesta yang ku bayangkan. Mungkin terlalu cepat bagiku bergabung."

Tepat sekali, terlalu dini bagi Julian untuk terjun ke dunia yang Reno sambangi. Mengira bahwasannya Julian tidak cukup pengalaman untuk mengikuti pergaulan seperti yang Reno tawarkan. Dia laki-laki sederhana, tidak mengerti dunia apa yang sedang coba Reno kenalkan. Semenyenangkan apa pun suasana yang tercipta, Julian cuma orang asing yang salah tempat. Oleh karena itu, sebelum terlambat dia harus segera kembali ke tempat yang memang lebih nyaman untuknya.

Decakan tidak suka keluar dari mulut Reno, dia menuang cairan yang lebih pekat dari minuman sebelumnya. Kemudian disodorkan pada Julian, tak terlukis ekspresi apa yang ingin Reno sampaikan. Wajah sayunya tetap datar, walau terlihat ingin mengingatkan sesuatu.

Julian bergeming, tidak menerima sama sekali, tadi dia sudah bilang kalau dirinya tidak minum, yakin sekali Reno belum semabuk itu untuk melupakan ucapannya. Al hasil diamnya Julian semakin menyulut ketidak sukaan yang berusaha Reno tutupi.

"Minum, lalu kau boleh pergi."

Gelas yang Reno pegang hanya Julian lihat, tidak ada tanda-tanda akan di terima. Sama sekali tidak ada niatan, lagi pula ini pun pesan ibunya agar tidak menyentuh minuman aneh.

The Curse Of Mahana (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang