Aried merintih, meremas kuat dadanya. Serangan yang dilancarkan oleh Felix bukan hanya untuk membanting dirinya, tapi juga meremat organ dalamnya. Jika bukan karena kekuatan penyembuhan yang dikuasai Aried, bisa dipastikan satu kali serang akan mati.
"Ugh!" ringisnya.
"Ah, kau masih bisa berdiri rupanya? Pelayan setia kerajaan memang hebat," puji Felix.
Ia melirik dari ekor mata lengkap diiringi senyum meremehkan, tersirat kebencian di dalam sana yang ditunjukkan untuk pelayan loyal tersebut.
Aried yang merasa direndahkan menggertakkan gigi, seumur hidup tidak ada yang berani menyinggung harga dirinya. Dia sangat dihormati dan diakui oleh orang nomor satu di kerajaan, menjadi pelayan yang tidak pernah dipandang remeh oleh petingginya, tidak sekalipun itu sang raja.
"Saya menghargai pujian anda, tuan Felix. Suatu kehormatan bagi hamba, tapi demi menjalankan perintah yang mulia, saya harus bertindak lancang."
Begitulah cara Aried membalas, dalam kondisi apa pun dia selalu bisa mengontrol emosinya. Mengabaikan harga diri juga pangkat demi membuat sekitarnya terkesan.
"Penjilat menjijikkan," dengus Felix.
Ia mengalihkan arah pandang pada Feliz. Satu-satunya orang yang tidak akan mungkin paham apa yang sedang terjadi. Felix tahu, apa yang diberikan oleh kakaknya bukanlah tipuan, semua murni selayaknya sosok kakak pada sang adik. Sayangnya, dia juga tahu kalau Feliz tetap tidak akan berpihak padanya.
Telapak tangan Felix terbuka, guratan cahaya putih emas berbendar meliuk dari ujung menuju telapak tangan. Menciptakan sebilah pedang emas dengan keristal hijau di ujung genggaman.
Clavanth yang lebih dulu terbelalak, dia yang paling mengenal pedang tersebut. Senjata kutukan yang telah merenggut ribuan nyawa, sekaligus pusaka janji yang mengikat seluruh kutukan di muka bumi, termasuk kutukan yang kaum vampir jatuhkan pada manusia.
"Bagaimana bisa kau memilikinya?"
"Bagaimana? Bukankah sudah jelas? Karena aku adalah pemiliknya, Ayah. Ah, tidak," selanya, sangsi oleh ucapannya sendiri. "Aku harus memanggilmu, paman? Atau cukup Clavanth?" tukasnya.
"Kau!" geram Clavanth.
Bugh!
Serangan tiba-tiba menimpa Felix dari belakang, membuat pemuda itu terdorong maju hingga tersungkur di depan kakaknya. Pelaku penyerangan adalah Aried, kepalan tangannya masih menyala terang dengan percikan petir yang membentang layaknya tombak dengan tiga ujung runcing menghadap ke atas.
"Maafkan saya Tuan Felix, saya tidak akan tinggal diam jika anda menghina yang Mulia."
Felix terjerembab, bibirnya merintih. Mereka yang melihat bagaimana putra kedua dipermalukan oleh kesombongan sendiri tertawa menghina. Ruangan penuh dengan suara gelak tawa, ada pula yang menghina, mencemooh atas tindakan bodoh yang telah menantang penguasa. Perkataan meremehkan bersahutan, ada yang mengatakan 'baru melawan pelayan kerajaan saja sudah jatuh parah, bagaimana dengan sang raja,' dan kalimat menghina lainnya.
Rasa iba dan panas menyelimuti Feliz, dia hendak membantunya berdiri, tapi tangan Jeanette mencekal. Menarik mundur sang pangeran, tindakan yang menambah kadar emosinya.
"Apa maksudnya ini, Jeanette?" hardiknya.
Putri Gauen menggeleng. "Dia telah tidak sopan pada yang mulia, bahkan mengacaukan pesta pernikahan kita. Tidak layak anda bantu pangeran."
Feliz memicingkan mata, tidak suka dengan apa yang Jeanette katakan.
"Aaarggghh!!!!" Felix menjerit saat tombak menembus jantungnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/240937392-288-k684686.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse Of Mahana (End)
Fantasy"Dengar wahai bangsa manusia. Aku Jhoan Nieve Diavolo, Raja dari kaum Mahana, penguasa kegelapan. Mengutuk bangsamu, kehancuran akan menimpa dunia, kelak keturunanku akan lahir di tengah-tengah kalian. Merekalah yang akan membalaskan dendam atas pen...