Hancur lebur, dua kata itu menggambarkan kondisi tanah mulia kerajaan Ardennes. Serangan Felix tidak terorganisir sama sekali, dia menyerang dengan gila dan brutal. Namun, jika dilihat serangan sekenanya itu bukan tanpa perhitungan, entah berapa kali Aried berusaha menghindari atau bertahan dari kesalahan Felix dalam menyerang.
Serangan tersebut seolah menyasar, tapi selalu mengarah pada Aried atau sang ratu, bahkan Jeanette pun tidak luput darinya. Seakan memang sengaja membelot untuk mengacaukan mereka.
"Feliz mundurlah, dia bukan lagi adik yang harus kau khawatirkan, satu-satunya cara untuk menghentikannya dengan membunuhnya."
Nada dingin terlontar dari Clavanth, dia sudah muak. Jika sudah tak lagi mampu dikendalikan, maka dia hanya perlu membunuhnya lantas melakukan kembali ritual yang dulu dia lakukan pada orang yang sedang dilawannya.
"Ayah aku-"
"Jangan membantah," potongnya.
Clavanth membuka telapak tangannya, bibirnya mendesiskan sesuatu. "Ville sus."
Sambaran petir mengenai telapak tangannya, pedang berlidah api tergenggam. Clavanth berniat menyegel jiwa Felix kedalam pedangnya, sekaligus mengirim kembali dua pusaka yang berada di tangan pemuda itu pada tempat asalnya.
Di luar dugaan, dia tidak pernah mengira jika Felix mampu memanggil dua pedang yang pernah dipegang oleh pemimpin terkuat kaum Mahana, Aiden Vareez Diavolo. Meski dia tahu ada setetes darah Aiden di dalam diri Felix, tapi sejujurnya itu sulit dipercaya jika hanya setetes saja mampu membangkitkan kekuatan semengerikan itu.
Ekspresi wajahnya tidak berubah, seakan pedang itu bukan ancaman berbahaya baginya. Tujuan Felix hidup tidak terlalu berarti, hal tersebut yang membuatnya membuang semua rasa takut.
Mendedikasikan diri hanya untuk sebuah pertarungan, memperkuat diri dan menunjukkan pada dunia siapa dirinya yang sebenarnya. Sang kegelapan, pembenci di antara makhluk paling bengis, dialah definisi dari dendam, sosok nyata dari sebuah kehancuran.
"Clavanth sejak awal aku tak pernah menganggapmu sebagai seorang ayah. Tidak, aku memang sudah tahu jika aku hanya alat, oleh karena itu ..." Dia menjeda kalimatnya.
Bara api hitam membara menyelimuti pedang emasnya, sebelah kirinya cairan merah pekat membalut kobaran api dari pedang Phoenix.
"Angkara."
Angin berhawa panas menutupi sekeliling arena pertempuran, menyiksa kerongkongan siapa pun yang menghirupnya.
Jeanette merasakan dampak mengerikan dari kekuatan Felix, napasnya seakan direnggut paksa, tenggorokan gadis itu seperti terbakar. Batuk hebat menyerangnya hingga muntah darah. "Fel-feliz, tolong," ringisnya.
Bukan hanya dia, tapi sang ratu juga Aried tersungkur dengan darah mengalir dari mulut, telinga serta matanya. Hanya Feliz dan Clavanth yang tidak terpengaruh.
"Ibunda!" Gemetar tangan itu, kondisi ibunya kritis. Kekuatan apa yang digunakan oleh Felix sangatlah asing baginya, bahkan Aried yang memiliki kemampuan penyembuhan paling kuat sekalipun tidak sanggup bertahan.
"Oi, ada satu lagi yang ingin aku beritahu. Pastikan untuk berterimakasih padaku, Clavanth." Irisnya beralih pada Aried yang terlihat begitu susah. "Pelayan setiamu adalah musuh dalam selimut yang telah menyerang kerajaan dari dalam di masa pemerintahan Geelbas, dia memecah pertahanan sekaligus menghasut kerajaan lain untuk menyerang, keputusan Casanta pun ulah dari hasutannya."
Sontak saja itu mengejutkan bagi mereka, Clavanth yang lebih terpukul. Orang yang sangat dipercayainya merupakan dalang dari kematian ayahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse Of Mahana (End)
Fantasy"Dengar wahai bangsa manusia. Aku Jhoan Nieve Diavolo, Raja dari kaum Mahana, penguasa kegelapan. Mengutuk bangsamu, kehancuran akan menimpa dunia, kelak keturunanku akan lahir di tengah-tengah kalian. Merekalah yang akan membalaskan dendam atas pen...