Epilog

230 40 10
                                    

*ૢ✧ ཻུ۪۪⸙͎ Happy Reading ೫   ⃟ ཹ։

⚛⚛⚛

-Kita terlahir dengan satu cara, tetapi maut menjemput kita dengan berbagai cara-

⚛⚛⚛

"Hidup ini seperti buku. Cover depan adalah tanggal lahir, cover belakang adalah tanggal kematian. Tiap lembar adalah hari-hari dalam hidup kita."

Kedua gadis itu tengah menatap beberapa jejeran batu nisan didepannya. Waktu terasa begitu cepat, ketika dia mulai merasakan cinta dan disaat itu juga dia harus kehilangan. Hingga orang yang dicintainya sudah terkubur oleh tanah tempat singgah terakhirnya dan tenang di alam yang berbeda.


'ASRI WULANDARI'
13 DESEMBER 2003

"Hai mah... makasih udah jagain Dwi selama 17 tahun ini, kenapa sih mamah cuman sekali nampakin wujud? Dwi sayang kok meskipun mamah belumuran darah dan Dwi udah tau alasan papah gak berani main tangan, itu karena mamah... mamah sosok perempuan yang Dwi sayang, tenang ya disana."

'ANKA WIJAYA'
13 DESEMBER 2020

"Pah... makasih disaat terakhir papah, papah udah nganggep Dwi anak papah... meskipun papah dulu mm... tapi Dwi udah maafin papah kok, jagain mamah ya?" Dwi mencoba untuk tidak menangis, dia sudah menggigit bibir dan mendongak ke atas tapi air mata dengan lancang membasahi pipinya.

'AGRAPINA BELLA'
13 DESEMBER 2020

"Kak... gue juga sayang ama lo, sekarang gak ada lo gue kesepian. Gak ada yang jailin, ngejek dan ngajak berantem. Lo disana jagain papah mamah ya? jangan lupa doain gua biar cepet nyusul kalian! Hahaha, kenapa gua kalian tinggalin sih..."

'AIR NAKHLA ADINATA'
13 DESEMBER 2020

"Hai ta... ini gue Alla nya lo, mana janji lu? Katanya lu mau nemenin gua? Kok malah ninggalin gua? Tapi.... makasih atas semua yang udah lo lakuin buat gue. Gue mau bilang... lo itu first love gue, dan Allapyu too ta, yang tenang ya..."

Biarlah batu nisan ini menjadi saksi phobia yang dideritanya selama ini!

Dwi tersenyum kecut, ternyata Nata mempunyai nama yang sangat bagus.

"Bir mereka udah tenang ya? gue udah gak bisa lihat Maura... mamah... papah Nata... Bella... gue kangen ma mereka." ucapnya tanpa menoleh pada Bir.

"Ya kak...meskipun kakak indigo kalo mereka udah tenang, kakak gak bisa lihat mereka." jelas Bir.

Ya, aura yang dirasakan Dwi saat itu adalah pembukaan mata batin yang sesungguhnya ketika dia genap berusia 17 tahun. Jika saja sebelumnya mata batinnya tidak pernah dibuka mungkin sekarang dia tidak akan melihat makhluk-makhluk tak kasat mata.

Satu fakta lagi, ternyata Bir memiliki phobia pada darah. Kalian bisa bayangkan, Bir setiap hari melihat arwah-arwah yang belumuran darah tetapi dia menahan semua itu dan berusaha untuk kuat.

"Bir lo gak akan ninggalin gue kan?" tanya Dwi.

"hmm... kalo bukan maut yang misahin kita, Bir bakal nganggep kakak sebagai keluarga Bir." jawab Bir disertai senyuman manisnya.

"Thank you Bir... lo sekarang jadi ade gue, jangan tinggalin gue kayak mereka ya? lo harus disisi gue terus..."
ucap Dwi diangguki oleh Bir.

"Jangan nangis lagi ya kak..."

Setelah selesai mereka keluar dari tempat itu dan menuju supir yang sudah menunggu di dalam mobil. Dwi melirik sekilas gerbang hijau didepannya dan tersenyum miring, senyuman yang entah memiliki arti apa.


"Kak kenapa?" tanya Bir ketika melihat Dwi yang mematung menatap gerbang hijau itu.

"Kaga... eh Jo dan Ji mana?"

"Di mobil kali."

Jika kalian bertanya Jo dan Ji itu siapa... mereka adalah arwah anak kecil yang belum tenang. Mereka temannya Bir, namun ketika Dwi berkenalan dengan mereka, Jo dan Ji malah mengabaikan Dwi.

Pernah Dwi dan Bir ingin membantu mereka untuk pergi ke alamnya, namun mereka selalu menolak. Tapi bagaimanapun juga orang yang meninggal tidak seharusnya disini bukan?

Mereka berjalan ke arah mobil dan benar ada Joji didalam mobil tengah menjahili supir. Supir itu mengetahui bahwa majikannya memiliki Indra ke-6 jadi mau tidak mau ia harus menahan semua keanehan yang ia alami. Bahkan banyak arwah yang tidak segan-segan menampakkan diri padanya.

"Joji jangan jahil." ucap Bir.

"Eh neng..." supir itu tersenyum masam dengan hawa yang dibawa Joji.

"Iya pak... ayo pulang."

Supir pun melajukan mobilnya.

"Bir... kita cari Azka?!" tanga Dwi dengan senyuman devilnya.

Azka si psikopat melarikan diri dan keberadaannya sulit untuk dilacak. Dia memang laki-laki yang sangat pintar bersembunyi. Tetapi dendamnya membuat dia bertekad akan menghancurkan Azka!

"hmm..."

"Balas dendam."

Mereka berdua saling menatap dan menyeringai. Balas dendam adalah tujuan hidupnya sekarang.

- END -

Triskaideka Phobia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang