✧ ۪۪Part'e 17 ཻུ⸙͎

161 48 22
                                    

*ૢ✧ ཻུ۪۪⸙͎ Happy Reading ೫   ⃟ ཹ։

⚛⚛⚛

Ting nong...ting nong...

Tok tok tok

Anka yang sedang menyeruput kopinya pun beralih menatap pintu. Akhirnya ia tidak jadi menyeruput kopi yang terlihat menggoda itu.

"Bella? kenapa harus ketuk? hfft... sudah jam segini baru pulang." dengan berat hati Anka melangkah kedepan pintu dan membukakan pintu.

Dahinya mengernyit karena bukan Bella yang ia jumpai. Tidak seperti dugaannya.

"Kalian siapa??? eh kau siapa?" tanyanya pada seorang gadis berambut sebahu.

"Maaf om saya temannya Bella dan Dwi, saya ingin mengunjungi Dwi ada sedikit urusan." jelas Bir.

Namun Anka tidak melihat pada Bir melainkan pada Maura, Maura sudah salah tingkah karena terus dilirik papah sahabatnya yang bisa dibilang awet muda. Dasar setan satu ini.

"Bir...bir... kenapa papahnya Dwi bisa liat gue, mana tajem gitu bikin gue didan didun..." ucap Maura histeris, namun Bir menulikan pendengaran nya agar Anka tidak tahu bahwa dia anak indigo.

"Om?" tanya Bir sekali lagi.

"Ouh...silahkan masuk, kau kesini sendirian? apa tidak takut?" tanya Anka ketika mereka sudah memasuki rumah dan Anka menggiring mereka menuju kamar Dwi.

"Saya diantar supir..."

"Kau tidak merinding?" tanya Anka penasaran, namun disini Bir juga penasaran apakah Anka indigo? Mengapa Anka terlihat aneh.

"Hehehe gak om kan ada temen..."

"Oh yasudah itu kamar Dwi..."

"Terima kasih om..."

-ooo-

"Ngapain kesini? mau nuduh Nata lagi?" tanya Dwi ketus, masih tidak bersahabat.

"Lah... lo dengerin dulu." sela Maura yang sama-sama masih geram. Disini hanya Bir yang masih terlihat santai.

"Cepetan gue mau tidur!"

"Ini anak diapain ya sama Nata? heran mulutnya kayak bara." ucap Maura kesal.

"Kak...kayaknya om Anka indigo deh! soalnya dia kayak lihat Maura." jelas Bir, sebenarnya bukan itu yang ingin di bahas namun sudah kelewat penasaran.

"Gak mungkin... papah tuh gak indigo, tapi... dia juga sering senyum-senyum sendiri kadang ke arah samping, belakang gue. Gue heran, lo tau penyebabnya?" tanya Dwi, namun dijawab kekehan Bir.

"Kesel... tadi gak mau diajak ngobrol!sekarang malah ngelebarin pembicaraan." sela Maura lagi, namun tidak digubris Dwi, dia masih terfokus pada Bir.

"Lo kenapa ketawa Bir?"

"Aku kayaknya udah tau masalahnya hahaha... ya lumayan lah ada sesuatu yang bisa nahan emosi om Anka ke kakak." jelas Bir di sahuti Dwi dengan ber-oh ria.

"Apasih gak ngerti! jelasin..." Maura memelas.

"Ouh... yang tadinya kesel ngajak bicara!" Dwi tidak kalah songong dari Maura namun Dwi sendiri masih kurang faham, "Emangnya yang nahan papah siapa? terus papah beneran indigo?" tanya Dwi.

Bir hanya tersenyum-senyum seperti biasa dan selanjutnya....

"Nanti juga kalian tahu." jawabnya.

"Ye...kebiasaan!!! lama-lama lo gua gibeng!" ucap Dwi melengos dari tampang Bir yang polos polos nyebelin.

Lama mereka terdiam dengan fikiran nya masing-masing...

"Kakak beneran suka sama Nata?!" tanya Bir memecah keheningan malam.

"hmm...gue sih yakin gak yakin. Tapi kalau dideket dia tuh jantung maraton terus." jawab Dwi seadanya.

"Udah dibilangin jangan deket sama dia kampret!" aura marah Maura sudah terlihat.

"Setan mana faham!"

"Ampun...nanti lo nyesel jangan nangis."

Bir hanya celingak-celinguk melihat perdebatan sengit antara Maura dan Dwi, Dwi terus melempar bantal- bantal kecil kearah Maura dan Bir hanya menggelengkan kepala.

Kalian tahukan kenapa Bir menggelengkan kepala?

"Kita gak bisa seenaknya nyuruh orang buat lupain orang yang mereka sayang... nanti juga nyesel sendiri."

"Kan udah gue bilang Nata tuh orang baik." jawab Dwi lirih.

"Nata itu psikopat! dia yang udah bunuh gue! dia bisa rubah fikiran orang lain." bentak Maura.

"sshh...aww...gue kenapa tiba-tiba pusing." desis Dwi.

"Eh kak? ini minum..." Bir menyodorkan air yang kebetulan ada di nakas.

"Kenapa gue akhir-akhir ini jadi cepet pusing ya?" tanya Dwi.

"Apa kalo terus dipepet dia bakal inget? atau karena gue udah mati jadi ingetnya lama?" tanya Maura tertuju pada Bir, namun Bir hanya menggedikan bahunya pertanda tidak tahu.

"Yaudah kak... kita pulang dulu takutnya ngenganggu... bye!"

"Emang ngeganggu sat! sana pergi gue usir! hahaha."

Bir pun keluar kecuali Maura yang masih setia mendampingi Dwi, mungkin dia akan terus berusaha mengembalikan ingatan Dwi.

"Eh lupa! kan didepan gak ada siapa-siapa."

Dwi langsung berlari kecil kedepan, namun dia melihat Anka sedang mengunci pintu dan memerhatikan Bir yang sudah keluar dari pekarangan rumahnya.

"Pah kenapa belum tidur? ini udah jam 10 malem?" tanya Dwi.

Anka melengos lalu duduk di sofa dengan raut wajah khawatir.

"Loh kok malah duduk di sofa?"

"Diem kamu! papah lagi khawatir!jangan banyak tanya!" bentak Anka.

"Tadi sore masih baik, sekarang bentak-bentak lagi." batin Dwi.

"Iya maaf pah..."

Dwi langsung menuju dapur dan berniat untuk membuatkan kopi.

"Pah ini minum kopi biar gak ngantuk." Dwi meletakkan secangkir kopi di atas meja, "Emangnya papah khawatir kenapa?" lanjutnya memberanikan diri.

"Bella..." lirih Anka, "Bella belum pulang." Lanjutnya.

Dwi dan Maura terkejut mendengar penjelasan Anka, biasanya Bella tidak pernah pulang lewat jam 8 malam.

⚛⚛⚛

Follow >> urjjousca

Triskaideka Phobia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang