6

1 1 0
                                    

ENAM
Sudah dua hari sejak Alana pulang dari penthouse Baskara, gadis itu tidak masuk kuliah dan hanya mengurung diri di kamar.
Alana tau ini sangat bodoh dan memalukan. Tapi ia tidak bisa melupakan kejadian kemarin lusa. Bahkan gadis itu sampai enggan untuk bangkit dari kasurnya karena di bawah sana masih nyeri.
Sebuah ketukan pada pintu kamarnya membuat Alana kembali pada realita. Gadis bermata kucing itu muncul dari balik pintu, siapa lagi kalau bukan Jennie. Raut wajahnya terlihat khawatir ketika menatap Alana.
"Al, lo kenapa? Tumben banget gak ngampus dua hari. Lo sakit?" Tanyanya bertubi-tubi.
Alana mengangguk. "Gue gak enak badan, Jen."
"Kok bisa?"
Kali ini Alana seperti tidak minat berbicara seperti biasanya. Ia masih dalam mood yang tidak baik dan hanya ingin merenung sepanjang hari, sangat menyedihkan.
Perbedaan pada sikap Alana dengan mudah Jennie sadari, mata sahabatnya itu terlihat kosong. Raut wajahnya juga sangat sedih, seperti manusia yang mati segan hidup tidak mau.
Karena merasa tidak nyaman, Jennie kembali memutar otaknya untuk membuat obrolan yang menyenangkan. Siapa tau itu bisa mengembalikan mood Alana dan membuat gadis itu membaik.
"Ohya, gimana, Al dinner lo sama perusahaan Baskara? Lancar? Kok lu gak balas chat gue sih?"
Ah sial. Kenapa Jennie harus menyebut nama itu lagi sih? Alana jadi semakin ingin menenggelamkan diri jika mengingat tentang Baskara. Namun, melihat wajah Jennie yang menatapnya dengan penuh harap Alana jadi tidak tega. Sahabatnya itu sudah melakukan banyak hal untuknya.
Alana bangkit dari posisinya perlahan, ternyata tubuhnya terasa cukup pegal karena terlalu banyak tiduran.
"Gue jadi freelancer di kantornya Baskara, Jen? Gokil gak?" Ucap Alana dengan nada yang dibuat segembira mungkin.
Jennie mendekatkan diri ke arah Alana, mencubit pipi gadis itu gemas. "Ih! Congrats ya! Huhuhu keren banget sih, Al. Nanti traktir gue Xi Fu Tang, ya?"
Reaksi Jennie sangat wajar, karena setiap mendengar Hariss Corporation pasti banyak orang yang ingin menjadi bagian dari perusahaan raksaksa tersebut. Namun, gadis itu tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada Alana.
"Iya. Nanti gue sekalian traktir Sushi Tei, deh. Mau?"
21
Jennie bersorak girang seperti anak kecil, Alana tanpa sadar jadi tersenyum melihatnya. "Yaudah gue copy-in tugas buat lu dulu ya? Mana laptop lo?"
"Tuh di lemari. Ambil gih, Jen, gue mager hahaha."
Meskipun merengut, Jennie tetap bangkit dan melangkah menuju lemari Alana. Tapi ia sedikit kaget ketika melihat laptop Alana sudah berganti menjadi jenis laptop terbaru dengan harga yang fantastis. Padahal punya Jennie saja masih yang jauh di bawah itu.
"Al, i-ini laptop lo?"
Alana menoleh dan mendapati Jennie yang sedang memegang laptopnya dengan wajah kebingungan. Ah sial, ia lupa jika Baskara sudah memberikannya laptop keluaran terbaru.
"Iya. Bagus gak? Gue boleh dapat give away hehehe."
Jennie kembali mendudukan diri di kasur Alana. "Bagus bangeet. Give away dimana?"
Ah dimana ya? Alana sempat kebingungan untuk sesaat, tapi dengan cepat ia langsung menjawab pertanyaan tersebut dengan lantang.
"Di Twitter. Lo gak punya Twitter sih ya? Kasihan."
"Serius?!"
"Iya. Makanya gih bikin Twitter lagi!"
Jennie kembali merengut mendengar ucapan Alana, sahabatnya itu sangat beruntung. Kalau dirinya boro- boro menang give away, jika sedang stalking saja sering ketahuan karena terpencet tombol like.
"Hhh. Entar deh ya gue pikir-pikir lagi."
Alana masih mengamati Jennie yang sedang terfokus pada layar laptop, hingga ponselnya berdering dan mencuri perhatian. Tadinya, Alana ingin mengacuhkan panggilan tersebut namun melihat nama yang tertera di layar membuat gadis itu mengurungkan niat tersebut.
"Halo?"
Jantung Alana berdegub dengan cepat. Selain Baskara yang sedang ada di seberang telepon, tatapan Jennie juga cukup mengintimidasinya.
"Iya. Siap Pak. Oh? Oke. Iya."
Setelah Alana menutup panggilan teleponnya, ia kembali di hadapkan dengan tatapan penuh tanya dari Jennie.
"Give away lagi tuh iphone boba?" Tanyanya dengan nada yang terdengar sedikit sinis.
22

Alana menghela napas panjang. "Laptopnya emang give away. Tapi kalau ini gue kredit, kan sekarang udah jadi freelance. Gajinya cukup kok kalau dihitung-hitung."
"Lo kredit?! Buat apa sih, Al...lo kan tau sistem freelance tuh gimana. Gak selalu sama penghasilannya, nanti kalau lo gak bisa bayar cicilan gimana?"
Ternyata benar kata orang banyak, satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan lain. Ini hanya baru permulaan dan Alana sudah mengucapkan banyak kebohongan untuk orang-orang terdekatnya.
***
Baskara mengulas senyum tipis kala melihat akun instagram Alana. Gadis ini ternyata sama seperti gadis kebanyakan seumurnya.
Alana suka selfie, makan makanan hits dan juga memfoto outfit yang sedang ia gunakan. Dari akun ini pun, Baskara bisa melihat jika Alana sangat suka dengan warna hijau.
Sebuah foto yang menampilkan Alana sedang disebuah tempat makan membuat Baskara sangat gemas. Gadis itu menggunakan bucket hat sambil tersenyum ke arah kamera.
Sebenarnya, tidak ada satupun dari foto-foto Alana yang terlihat seksi. Pakaiannya juga tidak terbuka namun Baskara kembali teringat dengan malam dimana ia menguasai gadis itu.
Alana yang terbaring di ranjangnya sangat berbeda dengan Alana yang terlihat pada sosial media gadis itu.
Baskara mengambil ponselnya dan mengetikan nama yang sedang menghantui pikirannya.
"Hai Alana." Hanya dengan mendengar suaranya saja Baskara sudah terbayang dengan tubuh gadis itu.
"Kamu besok ke kantor saya."
"Siap, Pak." Baskara menyeringai, bahkan gadis itu sangat menurut meski hanya dari panggilan telepon.
"Nanti supir saya jemput kamu setelah selesai kelas."
"Oh? Oke."
"Sampai ketemu."
"Iya."
Senyum Baskara merekah, ia sangat tidak sabar untuk kembali bertemu dengan Alana. Gadis itu pasti akan menjadi mainan favoritnya.

.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang