18

0 0 0
                                    

DELAPAN BELAS
Yang paling Baskara kesal ketika diajak bertemu Mami adalah beliau selalu membahas hal yang sama berulang kali, meskipun selalu dengan akhir yang sama tapi wanita itu seperti tidak pernah menyerah.
Baskara sudah berkali-kali menghembuskan nafasnya, ia tidak tertarik sama sekali dengan topik pembicaraan ini.
"Kamu harus nikah, Baskara."
Terhitung sejak satu jam yang lalu, Mami sudah mengatakan kalimat itu sebanyak tujuh kali. Baskara menghitungnya.
"Hmm."
"Emang kamu gak mau punya anak? Berkeluarga? Mami punya calon yang pastinya kamu suka."
Baskara sudah tau jika tujuan Mami sebenarnya adalah menjodohkan dirinya dengan perempuan dari antah berantah yang tidak Baskara kenal sama sekali.
"Nikah buat apasih, Mi? Mami mau cucu? Kan ada Vanessa. Perusahaan mau dikembangin? Biar Baskara atur. Gak usah jadikan pernikahan alasan." Kata Baskara jengah.
Mami mendengus, ia masih belum menyerah membujuk anak sulungnya tersebut. "Baskara, kamu memang gak mau membuat suatu komitmen untuk—"
"Nope. Kalau Mami masih bahas hal ini terus, aku kayaknya mendingan pergi deh. Aku skip banyak hal penting untuk ketemu Mami tapi malah bahas hal kayak gini." Ucap Baskara sinis.
"Yaudah kalau gitu kamu balik kantor aja. Besok Mami langsung suruh Alexa ke kantor kamu."
Baskara mengerang frustasi. "Mom, stop doing that thing! Lagipula..aku udah punya pacar."
Sungguh ketika mengatakan hal tersebut Baskara hanya asal dan tidak merencanakannya. Tapi tatapan lekat Mami membuat otaknya berpikir sangat keras tentang apalagi yang harus ia lakukan selanjutnya.
"Who?"
"Ada. Nanti aku kenalin."
"Pacar atau cewek-cewek koleksi kamu? Yang kemarin ke Bali?"
Tidak sulit bagi Mami untuk mengetahui siapa gadis yang Baskara maksud. Wanita itu selalu punya akses untuk mengitip kehidupan Baskara, meski tidak sepenuhnya.
"Yes." 65
Mendengar jawaban Baskara, Mami langsung tertawa sambil menggelengkan kepala. "Are you kidding me? Mami bukan orang tolol, Baskara." Ucapnya.
Baskara menyesap anggurnya. "I'm sure, her name is Alana."
"Baskara, jangan menghindar dan menjadi perempuan bayaran kamu sebagai tameng. Dan..dia masih
seumuran sama anak kamu." Kata Mami dengan nada merendahkan.
"Terserah Mami percaya atau engga. But someday i'll bring her to our dinner, maybe?"
Setelah mengucapkan hal itu, Baskara langsung bangkit dari kursinya meninggalkan Mami begitu saja. Kepalanya sudah hampir pecah memikirkan urusan kantor dan sekarang Mami malah menambah beban. Benar-benar memusingkan.
***
Alana menatap Baskara dengan sangat lekat. Pasalnya lelaki itu sudah hampir tiga puluh menit bergerak kesana kemari tanpa mengatakan sesuatu yang jelas.
"Baskara..?" Alana mencoba memanggilnya dan berhasil. Baskara akhirnya duduk di sofa dan menatap Alana dengan sorot mata yang sulit dijelaskan.
Baskara menghembuskan nafas panjang. "Next week, kita ketemu Mami aku."
Alana benar-benar melongo, apa ia tidak salah dengar dengan ucapan Baskara barusan? "Kita...aku sama
kamu? Atau?"
"Kita. Terdiri dari saya dan kamu." Jawab Baskara.
"Dalam rangka?" Alana mencoba mencerna perkataan Baskara yang masih sulit dilerai seperti benang kusut.
"Kita dinner. Makan ngobrol biasa, tapi sama Mami aku."
Alana tertawa, meskipun itu terlihat kaku. "Kamu lagi ngeprank aku? Atau becanda?"
Sumpah Baskara sudah merasa bingung dengan dirinya sendiri. Ia adalah sosok laki-laki yang tidak mau dianggap remeh oleh siapapun, termasuk Mami. Baskara tidak mau disebut pembual, oleh karena itu ia akan membawa Alana bertemu Mami.
"Pokoknya kamu ikutin perkataan aku aja."
Alana menolak. "Ah gak mau! Sumpah ngaco banget asli." katanya heboh.
Pasca perang dingin yang terjadi diantara mereka, Baskara jadi jauh lebih lembut. Tidak mudah terpancing amarah seperti sebelum-sebelumnya.
"Al...there's nothing wrong with—" "Gak ada!"
66

Sepertinya ini adalah pertama kali Alana berani membantah ucapan Baskara dan tidak takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Aduh kepala Baskara jadi pening karena permasalahan ini. Entah kenapa ia merasa harus menarik Alana lebih dalam ke lingkaran kehidupannya.
"Aku udah terlanjur ngomong sama Mami. Lagian Mami taunya pacar aku itu kamu." Kata Baskara pelan.
"Hah?!" Alana memekik keras. Ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikir Baskara, maksudnya untuk apa lelaki itu membawa-bawa dirinya dalam kehidupan yang tidak ingin Alana campuri?
Baskara memejamkan matanya. "Abis gimana..."
"Baskara kamu kan tau batas kita sampai mana, hubungan kita seperti apa...masa kamu mau bawa aku? Asli aku bener-bener gak habis pikir." Suara Alana terdengar frustasi. Ia sudah kapok berurusan dengan wanita kaya raya.
Otak Baskara sedang berpikir keras, memikirkan bagaimana caranya membujuk Alana agar gadis itu mau. "Aku kerjain skripsi kamu deh?"
"Gak."
"Atau mau aku beliin tanah dan saham atas nama kamu?"
"Gak."
"Mobil?"
"Nope."
Demi apapun Alana adalah gadis paling keras kepala yang pernah Baskara temui. Ia kehabisan akal untuk membujuk gadis itu.
Baskara memasang raut wajah semelas mungkin, siapa tau Alana bisa terketuk hatinya dan mengiyakan ajakan yang lelaki tawarkan. "Please...cuman makan malam aja kok. Aku jamin Mami gak akan—"
Sebelum Baskara menyelesaikan ucapannya, Alana sudah memotong terlebih dahulu. "Kamu gak lagi berniat jebak aku kayak tempo hari lagi kan, Bas?"
Untuk pertama kalinya setelah mengenal Alana, ucapan gadis itu barusan berhasil membuat rasa bersalah dalam diri Baskara bangkit kembali. Dan untuk pertama kalinya juga, Baskara mengalah dengan seorang wanita.
Mungkin memang seharusnya ia tidak memaksakan Alana untuk sesuatu yang gadis itu tidak sukai. "Fine. Kita gak usah ketemu Mami."
67

.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang