21

4 1 0
                                    

DUA PULUH SATU
Baskara tidak berbohong ketika ia berkata akan membuat semuanya baik-baik saja. Bukannya ia tidak tahu apa yang sedang Mami dan bocah menyebalkan itu, siapa lagi kalau bukan Vanessa sedang rencanakan. Sebisa mungkin, Baskara menutup semua akses yang bisa dijangkau mereka untuk mengetahui Alana lebih jauh.
Bahkan ia menyewa beberapa orang yang selalu berjaga di sekitar rumah Alana. Baskara bukan hanya memastikan keadaan Alana, tapi juga keluarga gadis itu.
Namun, selama hampir sepuluh hari ini lagi-lagi Alana menghilang tanpa jejak. Ponselnya tidak bisa dihubungi, gadis itu juga tidak terlihat kehadirannya di kampus, bahkan menurut orang suruhannya rumah Alana seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Sungguh Baskara sangat pusing dengan semua hal ini. Ditambah beberapa pekerjaannya yang tidak bisa ditinggalkan, membuatnya semakin tertekan.
Ini adalah malam kesekian Baskara pulang larut demi tumpukan dokumen yang harus ia pelajari. Dan ponselnya yang bergetar ternyata sukses membuat sebuah senyum terpatri di wajah tampannya.
***
Alana sangat berdebar ketika menunggu kehadiran Baskara. Ia sudah menghubungi lelaki itu sejak satu jam lalu, namun sampai saat ini tanda-tanda kehadirannya belum muncul juga.
Beberapa waktu belakangan, Alana memang tidak bisa menghubungi Baskara karena ponselnya yang tidak memiliki sinyal sama sekali. Betul, Alana sedang pulang ke kampung halaman karena suatu urusan keluarga.
Dengan segala macam alasan yang ia buat, Alana akhirnya diizinkan untuk pulang lebih dulu dibanding keluarganya. Dan hal pertama yang ia lakukan ketika sampai di Jakarta adalah menghubungi Baskara.
Sebuah ketukan pada pintu Alana membuatnya sedikit kaget, namun ia dengan cepat melangkah lalu membukakan pintu ketika mengetahui siapa yang datang.
"Where you've been?" Itu adalah pertanyaan pertama yang Baskara lontarkan kepada Alana.
Gadis itu terlihat sedikit gugup karena melihat raut wajah Baskara yang sampai saat ini masih sedikit
menyeramkan menurut Alana.
"Aku mudik hehehe. Maaf ya gak sempet hubungi kamu karena mendadak banget, terus—"
"Let me in."
Alana langsung beringsut mundur dan memberikan ruang agar Baskara bisa masuk ke rumahnya.
74
"Keluarga kamu mana?" Tanya Baskara setelah ia mendudukan diri di sofa. "Masih di kampung. Selama disana aku gak ada sinya sama sekali, Bas. Maaf ya..."
Pikiran Baskara yang sudah membuat skenario yang tidak-tidak ternyata ditampar oleh kenyataan jika selama ini Alana hanya mudik bersama keluarganya.
Baskara mendecih. "Keterlaluan kamu, Al."
Mendengar kalimat itu, Alana langsung mendudukkan diri di samping Baskara. Mata bulatnya menatap wajah rupawan itu dengan sorot memelas yang paling menggemaskan. "Aku gak sempet sama sekali untuk hubungi kamu. Terus disana ya—"
Persetan dengan alasan Alana, yang ada dipikiran Baskara saat ini adalah...ia merindukan gadis itu. Merindukan Alana atau tubuh Alana? Entahlah, Baskara juga bingung.
Alana menarik diri sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya. "Pintu rumah aku belum di kunci..." ucapnya pelan.
"Fuck! I don't care!" Geram Baskara sedikit kesal.
"Sepuluh detik." Kaki mungil Alana langsung berlari cepat untuk mengunci rumahnya. Ia sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya, oleh karena itu Alana tidak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan nantinya.
Demi apapun Baskara benar-benar seperti bom waktu yang akan segera meledak oleh perasaan janggal karena Alana. Ia hanya ingin kembali mengklaim gadis itu seperti biasa setelah sepuluh hari menghilang.
Bahkan Baskara tidak melepaskan kemeja kerjanya ketika menyatukan tubuh mereka. Lelaki itu sangat tidak sabaran.
"I miss you, baby. A lot."
Alana mengangguk sambil mengeratkan pelukannya pada bahu lebar Baskara. Beruntung, malam ini
lelaki itu juga tidak mengikat tangannya lagi.
Pergerakan Baskara membuat kepala Alana pening, meskipun selama ini lelaki itu juga tidak pernah bermain pelan namun kali ini berbeda.
Tangan Alana bergerak cepat untuk melepaskan kemeja Baskara yang menimbulkan gesekan tidak nyaman pada kulit polosnya. Ia berusaha sebisa mungkin saat bersamaan Baskara tidak pula memelankan hentakannya.
Alana mendesah dengan keras ketika ia berhasil melepaskan kemeja Baskara namun lelaki itu juga melepaskan kontak mereka di bawah sana.
"Why?" Tanya Alana dengan nada yang sedikit kecewa.
Baskara menyeringai, ia ingin kembali melihat Alana bergerak di atas tubuhnya. "Ride me."
75

Bukannya Alana tidak mau, tapi ia benar-benar hampir sampai tapi Baskara malah merusak momentum.
Rasa puas yang Baskara rasakan karena sikap Alana yang begitu penurut membuat ia memasang senyuman lebar pada wajahnya.
"Good girl." Puji Baskara sambil menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah Alana. Gadis ini tidak perlu diajarkan untuk kedua kali karena Alana sudah tau harus bagaimana.
Dimana pun dan kapan pun, bercinta dengan Baskara akan selalu memberikan rasa sakit dan nikmat secara bersamaan. Alana merintih ketika lelaki itu menggigit puncak dadanya dengan keras bersamaan dengan cengkraman pada pinggulnya.
Baskara mengerang, ia membantu tubuh Alana bergerak naik turun sambil menghentakan pinggulnya dengan keras. "My goddess..."
Tubuh Alana sudah basah oleh peluh, padahal pendingin ruangan di kamarnya menyala. Dan Baskara sialan ini sangat gemar mempermainkannya.
Lengan Baskara menahan pinggang Alana ketika gadis itu ingin menurunkan tubuhnya. Baskara sudah tau jika Alana akan segera sampai dan ia tidak mau percintaan ini berakhir dengan cepat.
"Kenapa lagi...?" Tanya Alana frustasi. Brengsek, Baskara mengagalkan klimaksnya untuk kedua kali. "I want to eat you out."
Alana mengerang. Itu terdengar menarik tapi kali ini ia hanya ingin segera sampai bersama Baskara. "Daddy...please let me cum."
"I know. But not now."
"Please..." Alana mencoba menggerakan tubuhnya namun gagal karena cengkraman Baskara yang begitu
erat pada pinggangnya.
"Be a good girl. And i'll let you cum, on my cock."
Lagi-lagi Alana harus mengiyakan segala perintah Baskara. Ia tidak tahu berapa lama mereka tenggelam dalam kegiatan itu. Yang Alana ingat hanya suara desahan mereka yang saling bersahutan hingga langit berwarna navy.
Untuk pertama kalinya Alana tidak memohon Baskara berhenti. Dan untuk pertama kalinya juga, Baskara tidak hanya memikirkan dirinya sendiri.

.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang