SEPULUH
"Kamu kasih surat ini ke orang tua kamu. Lalu satu jam lagi, aku jemput." Baskara memberikan sepucuk surat berisi undangan seminar yang diadakan di pulau dewata.
"Kantor kamu beneran ada seminar di Bali?" Tanya Alana polos.
Baskara mencubit pinggang Alana gemas. "Ya enggak lah! Udah kamu kasih aja. Gak usah banyak tanya."
Alana mengusap pinggangnya yang sehabis dicubit tadi lalu mengangguk. "Yaudah. Nanti kamu jemputnya jangan pakai mobil bagus." katanya.
"Hmm. Pakai mobil supir aku, terus setelah keluar komplek baru kamu pindah ke mobil aku." "Ribet banget." Bisik Alana yang sayangnya terdengar Baskara.
"Apa?"
Alana tersenyum takut. "Hehehe enggak. Yaudah nanti aku kasih tau Ibu sama Bapak surat ini." Baskara hanya mengangguk.
Sial, Alana tidak menyangka jika lelaki itu menyiapkan skenario serapih ini. Pakai membuat surat resmi, benar-benar tidak terpikir sebelumnya!
Sesampainya di rumah Alana langsung memberikan surat tadi kepada Bapak sambil menjelaskan sedikit. Jantungnya berdegub kencang karena ini adalah sekian kalinya Alana berbohong kepada mereka. Apalagi kali ini sampai pergi ke luar kota dengan seorang laki-laki.
Bapak tidak menanyakan banyak hal, karena ternyata surat yang Baskara buat cukup meyakinkan.
Tepat etelah selesai bersiap-siap dan kembali mengecek bawaannya, Alana mendapatkan telepon dari Baskara bahwa lelaki itu sudah sampai.
Alana bergegas turun dan berpamitan kepada Ibu, Bapak juga Adfar. Tidak lupa permintaan maaf yang ia ucapkan dalam hati karena kebohongan yang sedang ia lakukan sekarang.
Tidak perlu waktu lama untuk Alana berpindah dari mobil supir ke mobil Baskara. Lelaki itu sangat tampan dengan pakaian kasual dan topi hitam yang ia kenakan.
"Kamu bawa bikini kan?"
Untung permen yang Alana makan tidak tersedak karena mendengar pertanyaan Baskara. Bikini? Tidak salah dengar? Alana saja tidak bisa berenang.
"Aku gak punya bikini hehehe."
34
Baskara menganga, astaga dizaman seperti ini masa gadis muda seperti Alana tidak punya bikini? "Terus kamu kalau berenang pakai apa?"
"Kaos terus celana pendek."
"Hah? Emang nyaman? Atau jangan bilang..."
Alana tersenyum, ia mengerti perkataan Baskara. "Aku gak bisa berenang, hehehe."
Astaga, apa Alana hidup dari zaman batu? Tidak bisa berenang? Serius? Bocah pedalaman saja sangat mahir berenang, masa Alana? Ah sudahlah.
***
Oh jadi ini toh ya namanya Bali. Sayang sekali Alana sampai ketika malam hari, ia jadi tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana pulau dewata. Ya meskipun masih ada hari esok tapi tetap saja.
Mata Alana bergulir menatap setiap sudut kota, kerlap-kerlip yang berasal dari rumah makan atau toko souvenir. Sangat eksotis dan cantik.
Baskara yakin ini pertama kalinya Alana ke Bali, karena jujur saja gadis itu bisa dibilang sedikit norak. Ia tersenyum sendiri dan mengucapkan banyak kata 'wah'. Padahal ini belum apa-apa.
Baskara menyewa sebuah villa yang sangat private. Ia tidak mau diganggu orang asing atau apapun itu namanya. Meski pun harganya jauh dari villa kebanyakan, itu bukan masalah.
"Kita berdua doang disini?" Tanya Alana.
"Hmm?"
"Hah? Serius segede ini? Beneran?"
Kepala Baakara mulai sedikit pening mendengar pertanyaan-pertanyaan tidak penting yang sedari tadi Alana tanyakan. Rasanya ia ingin membungkam mulut gadis itu.
"Kamu norak."
Ucapan Baskara langsung membuat Alana bungkam. Ya memang sih Alana akui ia sedikit norak, tapi ini kan pertama kalinya ia menginjakan kaki di Bali. Wajar dong kalau sedikit bertanya?
"Maaf." Baskara mengacuhkan ucapan Alana, mengarahkan kakinya ke kamar.
Astaga, lagi-lagi Alana berdecak kagum. Kamar yang ia tempati ini sangat luas, dengan pemandangan laut yang terhampar indah. Alana sampai bertanya-tanya, berapa ya harga sewa untuk villa ini permalam? Pasti mahal.
"You like it?" Baskara memeluk tubuh Alana, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu. "Ini mahal ya?"
35"Biasa aja."
Ah dasar pembohong. Alana tau ini pasti mahal.
Rasa bahagia Alana yang ia rasakan sejak tadi perlahan-lahan menguap ketika menyadari tujuannya kesini. Harusnya Alana tidak perlu terlalu bergembira karena ini bukan liburan sungguhan.
Tangan Baskara sudah bergerak di dalam dress yang Alana gunakan. Lelaki itu melayangkan banyak kecupan pada leher dan juga pundak Alana.
"Always ready for me." Alana menutup matanya rapat-rapat ketika Baskara menenggelamkan jarinya pada intinya.
Baskara selalu menyukai kewanitaan Alana. Ia tidak sabar untuk segera menyatukan dirinya dengan gadis itu.
Tujuan Baskara mengajak Alana kesini ya memang untuk menghapus penatnya, menjadi penghibur setelah ia menjalani banyak kegiatan padat yang melelahkan.
Demi apapun, Alana masih belum terbiasa dengan semua ini. Baskara sangat bersemangat dan juga tidak sabaran.
Kali ini Baskara memang tidak mengikat tangannya, namun Alana tidak pernah menyangka jika lelaki itu akan melakukan hal lain yang membuat Alana tercengang.
She get spanked
Baskara menyeringai ketika melihat bercak tangannya pada bokong Alana. Membuat sesuatu di dalam dirinya semakin bersorak.
Alana merintih ketika merasakan satu lagi tamparan keras yang mendarat pada kulitnya. Ia sudah menangis tapi tidak berani untuk berontak.
"Next day, if you can't keep your mouth shut. You'll get spank, hard."
Alana hanya mengangguk, airmata sudah menetes membasahi pipinya. Ia tidak pernah membayangkan
akan ada di posisi seperti ini sebelumnya. Tapi tubuh sialannya selalu mengkhianati dirinya. "Baskara..." Alana menggenggam tangan lelaki itu yang melingkar pada pinggangnya erat. Sialan, Baskara sangat tidak sabaran. Ia ingin melihat Alana kembali terkulai lemas di bawahnya. "Baskara...sakit."
Suara Alana yang merintih bukannya membuat Baskara tersentuh, ia semakin keras menghentakan pinggulnya. Membuat gadis itu mencengkaram sprei dengan sangat erat.
Astaga, Baskara bisa merasakan bagaimana kewanitaan gadis itu menghimpitnya dengan erat. Tangan Baskara menarik rambut Alana, membuat tubuh gadis itu menempel pada dirinya.
36"Shit your cunt baby!" Alana mendesah, ia sudah kehilangan akalnya karena rasa nikmat dan juga nyeri yang Baskara berikan.
Hentakan demi hentakan membuat kedua insan itu semakin mendekat pada jurang pelepasan. Baskara menggeram ketika milik Alana terasa semakin sensitif dan basah.
"Fuck Al, do it again."
Jika Baskara tidak merengkuh pinggangnya mungkin Alana sudah ambruk.
Alana merintih. "Daddy, i wanna cum..."
Sebuah ide terlintas di benak Baskara. "Don't."
Dengan sengaja, Baskara menggerakannya jarinya ke arah depan kewanitaan Alana. Menggodanya dengan sebuah maksud.
"Please..." pinta Alana. Ia sudah tidak kuat dan persetanlah dengan rasa malu, ia ingin keluar. Mendengar Alana yang merintih, Baskara menghujam miliknya semakin keras. Mencari kepuasan yang
sudah ia nantikan. Desahan serta erangan terdengar dengan sangat jelas di kamar ini.
Lagi-lagi tangan Baskara menarik rambut Alana, ia berbisik sambil menghentakan miliknya dengan
sangat keras. "If you cum, i'll make you regret it."
Alana benar-benar ingin menangis karena gairahnya yang memuncak, dan Baskara sialan itu sudah
sampai terlebih dulu. Menggeram dengan sangat puas di telinganya. "Daddy..." ucap Alana dengan nada kecewa.
"Beg for me and be a good girl."
