DUA PULUH DUA
Baskara sudah terbangun sejak beberapa menit yang lalu, namun ia masih pada posisinya yaitu memeluk tubuh Alana dari belakang dengan erat.
Entah ini sudah pukul berapa, namun yang jelas matahari sudah bersinar cukup terang. Dan pancaran sinar yang mengenai kulit polos Alana membuat gadis itu terlihat semakin cantik.
Sebenarnya, kulit Alana memiliki satu tingkat lebih gelap dari pada kulitnya. Namun Baskara sangat menyukai hal itu, warna kulit Alana membuat gadis itu seperti emas berkilau yang sangat cantik.
He will kiss her skin for all day and night if she let him.
Ponsel Alana kembali bergetar, entah sudah berapa kali dan berujung Baskara yang mengabaikannya. Lelaki itu masih sibuk dengan pemandangan indah yang ada di depan matanya.
Alana sangat kelelahan dan membuat gadis itu tertidur begitu pulas. Namun lama kelamaan, ponsel Alana cukup mengganggu.
"Wake up sleeping beauty.." bisik Baskara. Ia menggerakan tangannya untuk menjelajahi tubuh Alana kembali, seperti semalam.
Akhirnya Alana menggeliat dan membalikkan tubuhnya menghadap Baskara. "Its still hurt, Baskara." ucapnya dengan mata tertutup.
"But you like it."
"Nope."
"Liar, you always begging me to—"
Alana menutup mulut Baskara dengan tangannya. "Berisik."
Baskara tertawa, ia mengeratkan rengkuhannya pada tubuh Alana. "You always asking for more, baby. More faster, more deeper, more—"
Tanpa diduga-duga, Alana mencubit perut berotot Baskara dengan cukup keras hingga membuat lelaki itu meringis. "Aw! Sakit, baby!" protesnya.
"Pantat aku lebih sakit!" Sahut Alana. "Hahaha i thought you like it."
Percakapan mereka terhenti karena ponsel sialan Alana yang kembali bergetar dan kali ini berhasil mengalihkan atensi gadis itu.
77
Dengan sangat terpaksa, Alana membuka mata lalu mengangkat panggilan masuk tersebut. "Ya?" "HAH? Bentar-bentar gue baru bangun!"
Secepat kilat, Alana langsung bangkit dari kasur dan mengambil apapun yang bisa ia kenakan. Gadis itu juga menguncir rambutnya asal lalu bergegas keluar kamar, meninggalkan Baskara dengan sejuta kebingungan tentang apa yang terjadi.
***
Jennie menatap Alana dengan sangat awas. Sahabatnya ini terlihat begitu berbeda sekarang.
Bertahun-tahun Jennie mengenal Alana, baru siang ini ia melihat gadis itu mengenakan kemeja laki-laki sebagai baju tidurnya. Tapi sungguh, Jennie sangat yakin jika kemeja berwarna biru langit itu bukan milik Alana.
"Lama banget sih lo!" Protes Jennie sambil melangkahkan kaki ke dalam rumah Alana.
Alana sangat berdebar karena mata Jennie begitu lekat menatapnya. Memperhatikan dirinya dari ujung kepala hingga kaki dan sialnya, Alana malah mengenakan kemeja Baskara.
"Gue baru bangun, Jen..." sahutnya.
Jennie tahu Alana baru saja bangun, matanya yang masih sayu itu terlihat sangat jelas. Namun demi apapun, Jennie yakin jika ada sesuatu yang sudah terjadi karena Alana terlihat sangat mengerikan sehabis seks.
Ini adalah sisi Alana yang belum pernah Jennie lihat sebelumnya, dan jika perkiraannya memang benar berarti Alana sangat lihai menyembunyikan ini.
"Padahal gue bawain catatan buat lo selama izin kemarin. Tapi lo malah cuekin gue selama 30 menit di luar."
Mendengar perkataan itu Alana langsung merasa bersalah. "Maaf...gue gak tau kalau lo mau datang. Terus gue beneran baru banget bangun." ucapnya.
Mungkin ini terdengar jahat, tapi Jennie ingin memanfaatkan rasa bersalah Alana untuk memastikan sesuatu yang mengganggu pikirannya.
"Hmm..yaudah gue ke kamar lo ya? Numpang rebahan, pegel banget kaki gue."
Setelah mengatakan hal tersebut, Jennie bisa melihat wajah Alana yang berubah menjadi panik.
"J-jangan ke kamar gue...soalnya, s-soalnya berantakan banget. Disini aja gapapa kok!" Ucap Alana terbata-bata.
Jennie menyeritkan alisnya kebingungan. "Gak ah! Masa gue tiduran di sofa, gak enak sama keluarga lo." "Keluarga gue gak ada di rumah kok!"
78Kenyataan itu kembali membuat Jennie berpikir yang tidak-tidak. "Terus lo sendiri di rumah?"
"I-iya."
"Kenapa gak telepon gue biar temenin lo?"
Alana menggaruk tengkuknya, gadis itu terlihat sangat kebingungan dan panik sekarang. "Gue naik ya? Capek banget asli, Al."
Sebenarnya Jennie merasa sangat buruk karena bersikap seperti ini. Memaksa sesuatu yang sesungguhnya adalah privasi Alana. Tapi ia hanya ingin tau, jika pikirannya benar siapa lelaki yang membuat Alana menjadi seperti ini?
Alana mengerang dalam hati ketika tidak bisa menahan Jennie hingga gadis itu berhasil membuka pintu kamarnya. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa kali ini.
Alana hanya ingin tenggelam.
Sebelumnya Jennie tidak pernah menyangka akan hal ini. Maksudnya, ia tahu jika Alana habis melakukan sesuatu dengan seorang lelaki. Tapi ia tidak pernah membayangkan lelaki itu adalah seorang Baskara Haris.
Baskara masih pada posisinya, yaitu merebahkan diri di kasur Alana. Lelaki itu terlihat sedikit terkejut, tapi juga tidak melakukan pergerakan apa pun.
"Oh, hai?"
Wajah Alana sudah memerah ketika Jennie dan Baskara saling menatap. Kemarin ia terpergok oleh Erza dan sekarang Jennie. Dunia memang sedang gemar sekali mempermainkannya.
"Alana?!" Jennie menoleh, menatap Alana dengan penuh tanya.
Alana hanya mengedikan bahu, ia tidak tahu kata apa yang tepat untuk menjelaskan semua ini kepada sahabatnya.
"Al, you should tell me if your friend want to come." Baskara melanjutkan, "So i can dressed up earlier."
Tubuh Jennie bergedik ngeri mendengar ucapan Baskara, meski sedang membelakangi lelaki itu ia tetap merasa malu karena membayangkan jika sekarang Baskara tidak memakai apapun di balik selimut polkadot pink Alana.
"Whoever your name, jangan balik badan. Saya mau pakai celana." Jennie melotot ke arah Alana, mencubit tangan gadis itu karena gemas.
Suara Baskara kembali terdengar. "Alana, next time kamu beneran harus kasih tau aku kalau ada teman kamu yang mau datang." katanya.
79Alana merasa terpojokan, ia tidak tau harus mengatakan apa sekarang di depan Jennie dan Baskara.
"Denger gak sih, Al?" Mendengar suara Baskara yang meninggi, Jennie langsung membalikkan badannya menatap lelaki itu nyalang.
"Biasa aja kali! Ngegas banget!" Sahutnya. Untungnya Baskara sudah memakai celana, meski tubuh bagian atasnya masih terlihat dengan jelas. Sial, Jennie jadi salah fokus.
Baskara berdecak. "Kalau kamu gak ngomong, acara pacaran kita jadi terganggu."
"Pacaran?!" Pekik Jennie.
"Berisik banget sih? Al, tell your friend about our relationship."
Alana sama bingungnya dengan Jennie, namun ketika Baskara menyuruhnya mendekat ia bisa mengerti maksud lelaki itu. Apalagi ketika Baskara mencengkram pinggangnya erat dengan tujuan terselubung.
"Hehehe, Jen, kenalin ini Baskara pacar gue."
"PACAR?!"
"Hehehe i-iya.."
Jennie mencoba menelaah ucapan Alana pelan-pelan, lalu pandangannya menatap seluruh sudut kamar sahabatnya itu yang luar biasa berantakan karena ulah mereka. Gila, Baskara benar-benar menyeramkan!
"Lo berdua abis...?"
Baskara tersenyum, ia mengecup pipi Alana dan menggerakan tangannya pada paha gadis itu.
Mata Jennie hampir lepas melihat apa yang ia lihat saat ini. Itu adalah Alana sahabatnya yang sedang ada di dalam rengkuhan lelaki dewasa. Entah kenapa Jennie merasa sedikit kecewa karena hal ini.
"We just do something lovers do, right baby?"