7

1 1 0
                                    

TUJUH
Alana mengerjapkan matanya berkali-kali ketika melihat makanan yang tersaji di ruang santai Baskara. Ia menatap lelaki itu yang sedang berdiri di seberangnya dengan penuh tanya.
"Banyak banget, Pak? Bakal ada tamu, kah?" Tanya Alana.
Baskara terkekeh. Padahal menurutnya ini tidak banyak, mungkin Alana saja yang sedikit berlebihan. "Engga. Kamu makan aja biar kenyang."
Alana hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, jika makanan ini semua bukan dari Baskara mungkin ia akan sangat rakus. Namun Alana masih sedikit sangsi dengan lelaki itu.
"Kamu udah bilang kan sama keluarga kamu kalau akan nginap?"
"Udah, kok."
Tangan Baskara mengambil kue tart dari piring dan menyuapnya. "Good. Saya gak mau nanti orang tua kamu lapor polisi karena anaknya gak pulang." Lanjutnya, "Duduk. Kamu makan aja, saya beli kan buat kamu."
Dengan cepat Alana langsung menuruti ucapan Baskara, ia mendudukan diri di sofa berhadapan dengan lelaki itu. "Siap, pak."
Sungguh Alana yang sangat formal dan kaku berhasil membuat Baskara terkekeh. Gadis ini tidak seperti gadis-gadis lain yang pernah menjadi miliknya. Alana tidak memakai pakaian yang terbuka, pun tidak menunjukan gelagat yang menggoda.
"Saya ambil boba-nya boleh ya, Pak?" Tanya Alana.
Baskara mengangguk. "Silakan. Ohya, gimana keadaan Ibu kamu?"
Sambil mengaduk boba yang ada di genggamannya, Alana menjawab pertanyaan Baskara. "Membaik sih, Pak. Sekarang obatnya bukan generik lagi hehehe."
"Kalau mereka masih kasih yang generik bisa saya acak-acak. Tapi tumornya sudah lama dioperasi, kan?"
Jujur, pertanyaan Baskara membuat Alana kaget. Bagaimana lelaki itu tau jika Ibu pernah menjalani operasi pengangkatan tumor?
"Lumayan sih, Pak. Enam bulan yang lalu kayaknya."
"Good. Kalau kamu bertanya-tanya kenapa saya tau, ya karena saya membaca riwayat medis Ibu kamu."
Alana hanya mengangguk. Jika berbincang seperti ini, untuk sejenak gadis itu bisa melupakan rasa takutnya atas Baskara. Alana sedikit lebih santai tanpa harus menerka-nerka apa yang akan selanjutnya mereka lakukan.
24
Jika tidak memikirkan tentang Alana yang sedang mencoba membuat dirinya nyaman, mungkin Baskara akan langsung menerjang gadis itu sejak Alana menginjakkan kaki di penthouse-nya. Namun kali ini Baskara harus sedikit bersabar.
"Mata kamu ngelihat kanan kiri mulu, emang gak capek?" Alana langsung menatap Baskara takut-takut. Alasannya menghindari tatapan lelaki itu karena sorot mata Baskara sangat mengintimidasi.
"Hehehe maaf ya, Pak. Soalnya saya norak belum pernah ke tempat bagus hehehe." Ah sial, kekehan itu terlihat sangat palsu! Batin Alana.
Baskara bangkit dari posisinya, berpindah dan mendudukan diri tepat di samping Alana. "Ya ya. Tapi memang saya tua banget sampai dipanggil Pak terus?"
Diberikan pertanyaan seperti itu, lagi-lagi Alana merasa bingung. Ia sebenarnya harus memanggil Baskara dengan sebutan apa?
Jemari Baskara bergerak merapihkan helaian rambut Alana, menyelipkannya pada telinga gadis itu.
"Kamu bisa panggil saya dengan nama aja, like Baskara without Pak." Alana mengangguk lagi.
"But when in my room, you need to call me daddy."
Tubuh Alana langsung meremang mendengar ucapan itu. Baskara yang tadi terkesan ramah seperti berubah menjadi sosok Baskara yang menyeramkan seperti predator.
Dengan keberanian yang tersisa, Alana menoleh menatap manik legam itu. Meski hanya mampu dalam hitungan detik sih.
"Jadi saya setiap weekend harus ke tempat Bapak, ya?"
"Betul. Atau saat saya membutuhkan kamu, you need to come."
"Kalau saya lagi kuliah? Atau kerkom? Soalnya saya semester akhir Pak eng..Bas maksudnya. Jadi mungkin meski di luar jam kuliah sedikit sibuk gitu." Alana tidak tau kenapa ia harus menjelaskan tentang hal ini kepada Baskara. Mungkin sebenarnya itu semua hanya alibi agar ia tidak perlu terlalu sering bertemu dengan Baskara.
"Kamu bisa kerjain disini tugas-tugas kamu. Nanti saya bantu." "Hah?"
Iya, Alana tau itu respon yang sedikit berlebihan. Harapannya langsung pupus ketika mendengar ucapan Baskara, padahal ia ingin menjauh tapi kalau begini akan lain ceritanya.
Mungkin ini batasnya. Baskara tidak bisa menahan naluri brengseknya lagi, Alana terlalu menggemaskan dan ia sangat tidak sabar untuk kembali berada di dalam gadis itu.
"Next time, don't wear any jeans everytime we meet." Bisik Baskara.
25

Alana langsung menaruh cup boba nya kembali di meja. Baskara sudah menginginkan hal yang memang menjadi tujuan lelaki itu memanggilnya kesini.
Baskara menggendong gadis itu dengan mudah ke dalam kamarnya. Merebahkan tubuh mungil itu di atas kasurnya dan kembali mengulang semua yang sudah ia lakukan beberapa hari lalu.
Sebenarnya, jika harus dibandingkan Alana bukanlah tipikal gadis yang Baskara sukai untuk menjadi mainannya. Tapi ada hal lain yang sangat menarik perhatian Baskara. Selain kepolosan dan juga sikap Alana yang sangat penurut, gadis itu terlihat sangat tulus dengan keluarganya. Dan jangan lupakan otak cerdas yang menghiasi kepala gadis itu. Baskara menyukai gadis cerdas.
Meski bukan yang pertama kalinya, Alana tetap merasakan perih saat penyatuan itu terjadi. Ia belum terbiasa dengan semua ini.
And Baskara is huge.
Alana memang belum punya pengalaman untuk membandingkan, tapi ia yakin jika Baskara memang diatas rata-rata.
Semuanya masih sama, bahkan lebih dari yang pertama kali.
Baskara berani bertaruh jika rasa nikmat yang Alana berikan saat ini lebih dari yang bisa ia bayangkan. Gadis itu benar-benar seperti hidden gem yang memabukkan. Ia ingin mencoba banyak hal yang belum pernah Baskara lakukan sebelumnya bersama Alana.
Nafas Alana memburu ketika akhirnya Baskara menurukan kedua kaki gadis itu dari pundaknya. Demi apapun, kedua kaki Alana seperti tidak memiliki tulang karena pelepasan ini.
"Buka..." pinta Alana. Baskara segera melepaskan ikatannya pada pergelangan tangan gadis itu.
Dengan takut-takut, Alana menyuarakan keinginannya kepada Baskara. "Bas..bisa gak, aku gak perlu diikat? Aku benar-benar gak nyaman." katanya.
Baskara terdiam, ia menatap netra sayu itu dengan penuh pertimbangan. Masalahnya, Baskara mengikat tangan Alana bukan tanpa alasan. Ia merasa mendominasi karena gadis-gadis yang ada di bawahnya tidak dapat bergerak atau melakukan apapun. Dengan kata lain, mereka ada di bawah kendali Baskara.
"You need to suck me good and make me cum in that little mouth.."
Brengsek! Alana mengumpat dalam hati. Hal itu sama saja dengan keluar kandang singa masuk kandang macan. Alana benar-benar tidak tau apapun mengenai dunia lendir ini dan Baskara dengan sangat lihai memanipulasi semuanya. Menyebalkan!
Baskara merendahkan diri, kembali menyamankan posisinya dan bersiap untuk memasuki Alana lagi. "Don't worry baby, you'll enjoy it anyways."
Lalu semuanya kembali terulang. Suara-suara yang saling bersahutan, decitan kasur dan juga derai airmata yang kembali membasahi pipi Alana. Entah karena merasa bersalah, atau karena terbawa suasana.

.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang