EMPAT BELAS
Ini pertama kalinya ada seorang laki-laki yang memasuki kamar Alana. Gadis itu sedikit berdebar karena hal ini.
"Kamar aku kecil banget, terus AC nya juga udah jadul gitu."
Entah apa tujuan Alana mengatakan hal itu, namun ia merasa sedikit janggal dengan Baskara yang bungkam. Lelaki itu hanya menyusuri setiap sudut kamar Alana, ternyata gadis ini memiliki banyak piagam dan juga medali penghargaan.
"Ternyata kamu lebih banyak punya medali dibanding lipstik." Ucap Baskara.
Alana terkekeh. "Akusih mau punya lipstik banyak, tapi emang ya gitu..." harusnya Baskara tau alasannya. Apalagi kalau bukan keterbatasan finansial.
"Kamu tinggal bilang sama aku, nanti satu konter aku beli untuk kamu."
Tawa Alana terdengar nyaring, gadis itu terlihat lebih rileks. Mungkin karena berada di kamarnya sendiri. "Engga ah. Aku belum butuh-butuh banget."
Baskara tau, karena seingatnya Alana hanya memakai satu warna lipstik yang sama setiap bertemu dengannya. Lelaki itu ikut mendudukan diri di kasur Alana. "Kamu mau punya rumah yang lebih besar? I mean better from this?"
Alana mengangkat alisnya bingung. "Maksudnya?"
"Kalau kamu mau nanti aku beli kan untuk kamu. Tapi..."
"Tapi?"
Ketika Baskara membisikan sesuatu di telinganya, Alana langsung meremang. Memang tidak ada yang gratis di dunia ini.
Wajah Alana langsung memerah, ia menoleh ke arah Baskara dan berkata. "T-tapi adik aku sebentar lagi pulang. Maksud aku—"
"Berapa lama lagi?"
"Hng? Adik aku pulangnya? Mungkin...45 menit sampai satu jam?"
Baskara menyeringai. "I can make you scream just in 30 minutes."
Baik, dengan jangka waktu yang sesingkat itu Alana sudah bisa membayangkan akan seperti apa Baskara memperlakukannya.
"Atau aku telepon adik aku dulu suruh beli makanan supaya dia sampainya lebih lama lagi..terus--"
50
"No. Its enough."
***
Jujur Alana tidak tau bagaimana caranya ia akan melihat kamarnya setelah hal ini. Pasti bayang-bayang atas apa yang dirinya dan Baskara lakukan akan terus berputar di kepalanya.
Masalahnya adalah mereka melakukannya di kamar Alana.
Jantung Alana berdegub dengan sangat cepat. Bukan hanya karena kegiatan panas ini, namun karena rasa khawatir jika tiba-tiba Adfar pulang.
Ini adalah pertama kalinya Baskara membebaskan tangan Alana dari ikatan yang biasanya ia lakukan. Selain itu, ini juga pertama kalinya lelaki itu membiarkan Alana memimpin permainan mereka.
Alana merengkuh punggung Baskara dengan erat. Ia bisa merasakan betapa kokohnya tubuh Baskara di bawah sentuhannya.
"Fifteen minutes left." Baskara menyeringai, membisikan hal tersebut pada telinga Alana lalu mengecupnya.
Brengsek! Alana tidak tau jika dengan posisi seperti ini akan sangat menguras tenaga, apalagi tanpa andil Baskara sedikit pun.
Mata bulat Alana memandang Baskara dengan penuh arti. Tentu dirinya paham atas makna yang tersirat di balik tatapan itu, Alana sudah kelelahan dan memohon bantuannya.
"So, you let me to take over the game again?" Alana mengangguk, gadis itu memeluk Baskara erat sambil menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher lelaki itu.
"If i—"
"Do it, Baskara!" Pekik Alana frustasi.
Apakah Baskara penah mengatakan jika ia sangat menyukasi saat-saat ketika Alana memohon kepadanya dengan tatapan yang sangat frustasi? Jika belum, Baskara akan mengatakannya sekarang. Sungguh, melihat Alana yang gelisah karena memohon kepada dirinya benar-benar membuat Baskara semakin terangsang. "Hmm?"
Di momen seperti ini Alana tau persis apa yang Baskara inginkan. Lelaki itu ingin mendengar Alana memohon.
"Please daddy.."
Lagi-lagi Baskara menyeringai. Ia akhirnya memenuhi permintaan Alana, kembali mengulangi hal yang sama untuk kesekian kalinya. Membuat gadis itu menancapkan kukunya pada punggung lelaki itu sebagai pengalihan rasa nikmat yang Baskara berikan.
51Nafas Alana terengah, ia masih dalam posisi yang sama yaitu memeluk Baskara dengan erat. Merasakan debaran jantung lelaki itu yang sama dengan debaran miliknya.
"Maybe next time i don't need to tied you up again." Baskara berbisik, mendaratkan kecupan pada bahu Alana. Entah kenapa, ia merasa nyaman ketika memeluk gadis itu.
"Aku gak suka diikat..." lirih Alana.
"I know." Lanjut Baskara, "Masih ada sepuluh menit lagi. Another round and get some new house, okay
baby?"
Alana menggeleng. Ia masih merasa sangat sensitive di bawah sana, juga Adfar bisa pulang kapan saja. Alana tidak mau mengambil resiko.
Baskara membalik tubuh Alana, merebahkan gadis itu pada kasur dan siap dengan aksi selanjutnya. "Seven minutes to heaven, baby."
Untuk kesekian kalinya, Alana tidak berani membantah Baskara. Gadis itu hanya bisa mengikuti apa yang Baskara inginkan.
Senyum Baskara mengembang, ternyata kamar mini ini tidak seburuk pikirannya. Lelaki itu bangkit dari kasur segera mengenakan pakaiannya.
Alana kira Baskara ingin memcium bibirnya lagi, ternyata hanya sebuah kecupan singkat pada kening dan pipinya. "Aku pulang, ya. Its such a great time and get dressed baby. See you!"
Sepeninggalan Baskara, Alana langsung mengambil kaos dan pakaian dalam. Sial, ia harus mengganti spreinya karena cairan mereka yang sangat kentara.
Tepat ketika Alana berniat melepaskan spreinya, Adfar masuk ke kamar dan berhasil membuat Alana terlonjak kaget. Hanya selang lima menit sejak kepergian Baskara adiknya itu muncul! Nyaris saja.
"Kak lo udah pulang?"
Alana mengangguk. Ia buru-buru menggulung spreinya lalu menoleh ke arah Adfar. "Baru pulang, kenapa?"
"Katanya seminggu?"
"Hooh. Ada kendala ternyata."
"Kenapa?"
"Gak tau. Masalah direksi kayaknya."
Adfar memandang Alana lekat lalu beralih pada pendingin ruangan yang ada di kamar kakaknya itu. Perasaan ia tidak merasa panas sama sekali tapi kenapa Alana berkeringat dan terlihat sangat kelelahan?
Rasa penasaran Adfar juga meningkat ketika Alana kembali mengganti sprei nya. "Perasaan sebelum pergi baru diganti deh, kok diganti lagi kak?"
52"Iya, berdebu soalnya." Tentu saja Alana berbohong, tidak mungkin ia mengatakan jika sprei nya ternodai dengan cairan yang dihasilkan oleh dirinya dan juga Baskara, kan?
"Oh yaudah. Gue ke kamar ya."
Alana mengangguk. Ia baru bisa menghela napas lege ketika Adfar sudah menutup pintu kamarnya. Sial, tadi itu sangat mendebarkan. Semoga akting Alana tidak mengerikan sehingga adiknya itu bisa percaya dengan semua kebohongan ini.
