DUA BELAS
Tanpa tersadar, Alana menggenggam ujung jas yang Baskara gunakan dengan erat. Ini pertama kalinya gadis itu ke sebuah club, meskipun terlihat mewah tapi Alana tetap risih. Apalagi dengan tatapan lelaki hidung belang yang meliriknya, hih menyeramkan!
Baskara menoleh ke belakang dan mendapati Alana dengan wajahnya yang ketakutan. Baskara menarik Alana untuk berjalan di sampingnya, merengkuh pinggang gadis itu erat.
"Relax..."
Mudah sekali bagi Baskara untuk berkata demikian, tapi tidak untuk Alana. Ia tidak pernah ke tempat
seperti ini sebelumnya, di tambah pakaian yang gadis itu gunakan juga membuat Alana sedikit risih.
Gaun satin berwarna pink tersebut menempel dengan sempurna pada tubuh gadis itu, lekuk tubuh Alana terlihat sangat jelas karena gaun ini.
"Kita kesini mau ngapain ya?" Alana akhirnya bersuara ketika mereka sampai pada suatu meja besar yang berada di ujung ruangan.
Baskara mengulas senyum tipis. "Have fun."
Have fun katanya. Mungkin hanya Baskara yang bersenang-senang, karena sungguh Alana sangat sumpek
berada di tempat berisik yang sesak dengan orang-orang mabuk ini.
Mata Alana terus bergulir, memandang seluruh penjuru dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ia melihat banyak lelaki yang berpenampilan seperti Baskara, terlihat kaya raya maksudnya.
Sungguh Baskara tertawa dalam hati melihat Alana, gadis itu seperti ikan dibawa ke daratan. Sangat kebingungan dan juga gelisah, oh jangan lupakan matanya yang terlihat begitu penasaran dengan apapun.
"Itu pengusaha batu bara, kalau kamu ketahuan ngeliatin dia aku yakin kita akan dalam masalah."
Alana menoleh ke arah Baskara dengan mata melotot. "Hah? E-enggak aku gak lihatin dia kok."
"Bohong. Semua orang tau kamu lagi lihatin dia. Memang dia paling terlihat menonjol karena perut buncitnya and of course his beautiful baby girl." Ucap Baskara.
Memang itu yang mencuri perhatian Alana. Lelaki yang Baskara maksud sudah sangat matang, mungkin seumuran dengan Bapak. Tapi teman perempuannya sangat belia dan juga cantik. Bukan hanya itu saja, mereka bahkan terkesan acuh melakukan hal tidak senonoh di tempat terbuka seperti ini.
"Most of them seumuran sama kamu. Tapi mereka biasanya punya what its called, bandar? Yah pokoknya ada yang merekomendasikan or something like that."
"Mucikari?"
42
Baskara mengangguk. "Betul. Setiap tempat kayak gini ada bisnis prostitusinya dan memang targetnya adalah pria-pria seperti aku."
"Cowok seperti kamu maksudnya tajir gitu?"
Ucapan Alana membuat Baskara tertawa. Ia seperti menjelaskan sesuatu kepada anak bocah polos yang
sangat penasaran. "Pinter. Sebagai rewards, kamu boleh pilih anggur yang ada di meja."
Alana kira maksud Baskara adalah buah anggur, ternyata minuman dengan botol-botol kristal yang
terlihat mewah.
"Aku gak minum." Kata Alana takut-takut. "Saya tau, makanya kamu cobain."
"Harus banget?"
Baskara hanya melirik Alana sinis dan gadis itu langsung memajukan tubuhnya untuk mengambil satu botol anggur yang ada di meja. Alana masih terbayang dengan perlakuan Baskara tempo hari yang sangat mengerikan.
Ketika cairan tersebut meluncur ke tenggorokan Alana, gadis itu tidak bisa mengontrol ekspresinya lagi. Sial, rasanya sangat aneh! Teriaknya dalam hati.
Tawa Baskara menggema bercampur dengan dentuman musik kala melihat wajah Alana. "How it feels?" tanyanya.
Alana mengeluarkan lidahnya karena rasa yang tersisa dari anggur tadi. "Aneh banget." jawabnya.
Sangat wajar bagi pemula seperti Alana, apalagi gadis itu belum pernah mencoba minuman seperti itu sebelumnya. Namun sungguh Baskara tidak bisa menahan senyumnya ketika melihat ekspresi Alana tadi, benar-benar menggemaskan.
"Itu mahal." Ucap Baskara, lelaki itu meneguk minuman yang sama dengan Alana tanpa ekspresi apapun.
"Aku tau." Jika harus memilih, Alana lebih baik minum susu jahe daripada minuman tadi. Rasanya seperti membakar tenggorokannya, sungguh.
Alana terlonjak kaget ketika Baskara menarik tengkuknya, mengunci bibirnya dengan sangat intens dan bergairah. Meski sudah sering melakukan hal ini, Alana masih belum bisa mengimbangi Baskara. Lelaki itu sangat mendominasi dan berpengalaman saat menciumnya.
Rasa anggur tadi masih sangat melekat pada bibir Baskara, membuat kepala Alana sedikit pening karenanya.
Sejak melihat Alana menggunakan gaun satin ini, Baskara benar-benar mencoba menahan segala gairahnya untuk tidak menerjang gadis itu. Alana sangat cantik, ia belum pernah melihat Alana tampil seksi seperti malam ini sebelumnya.
43Dan tindakannya ini adalah sebuah bentuk pembuktian kepada mata-mata keranjang yang sedari tadi menatap Alana, Baskara ingin menunjukan jika gadis itu miliknya.
"Baskara, we're in public..." Alana protes ketika lelaki itu mengangkatnya ke atas pangkuannya. "Don't care."
Alana benar-benar tidak nyaman. Ia jadi teringat perempuan dan lelaki buncit yang ia tatap tadi, pasti sekarang dirinya pun sedang menjadi perhatian karena kegiatannya dengan Baskara.
Terkadang, Alana ingin bertanya apa yang menyebabkan Baskara seperti tidak pernah kenal lelah dan bosan. Alana sangat penasaran kenapa lelaki itu seperti punya energi untuk melakukan hal-hal seperti ini. Jika harus jujur, Baskara terlihat seperti seorang hypersex.
Ditengah cumbuan panas yang Baskara berikan pada tubuh Alana, gadis itu terlonjak kaget ketika merasakan dingin karena sesuatu yang membasahi kepalanya.
Alana terlonjak kaget dan bangkit dari posisinya, ketika ia masih kebingungan dengan apa yang sedang terjadi satu tamparan keras mendarat sempurna pada pipinya.
Bukan hanya Alana yang tercengang, tapi Baskara juga. Gadis tinggi dengan rambut berwarna cokelat terang terlihat sangat marah di hadapannya.
"Bangsat ya lo, Bas! Kemarin lo skip undangan di sekolah gue dengan alasan meeting tapi malah sama perempuan jalang ini?"
Baskara ikut bangkit, rahangnya mengeras ketika melihat gadis itu. "Apalagi sekarang?" "Lo bisa gak sih hargain gue sebagai anak lo?"
Alana beringsut mundur, pipinya terasa sangat panas sekarang. Belum lagi perasaan malu karena beberapa pengunjung lain sudah menatapnya penuh tanya.
"Saya udah bilang sama kamu, know your limits. Jangan ganggu apapun yang sedang saya lakukan, kamu gak punya hak atas apapun dikehidupan saya." Kata Baskara tegas.
Gadis tadi mendecih. "Emang apasih yang lo lakuin sama perek itu? Paling—"
Alana melongo ketika melihat Baskara menampar gadis tadi dengan keras. Sekarang mereka bertiga benar-benar menjadi pusat perhatian.
"Vanessa Hariss, i told you once again. Even you're my daughter doesn't mean you can do everything you want to me. Kamu gak berhak atas apapun dalam kehidupan saya, jadi jangan berulah."
Setelah mengucapkan hal tadi, Baskara langsung menarik Alana keluar dari club tersebut. Wajahnya sekarang sangat mengerikan, pasti Baskara begitu marah. Tapia da satu yang mengganggu pikiran Alana yaitu kata-kata Baskara yang menyebut gadis pirang tadi adalah anaknya. Alana tidak salah dengar kan?
44Pikiran Alana masih dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan tentang Baskara dan juga gadis muda tadi. Jika itu memang anak Baskara, berarti ia menikah atau memiliki anak diumur yang sangat muda bukan? Saking terlarut dengan pikirannya sendiri, Alana sampai tidak menyadari jika mereka sudah tiba kembali di Villa.
Baskara membuka jasnya lalu melemparkan begitu saja ke sembarang arah. Lelaki itu meneguk satu botol air mineral dan langsung habis.
"Kamu sekarang bersihin diri kamu." Perintah Baskara yang langsung dituruti Alana.
Mata Baskara menatap punggung Alana yang lama-lama menjauh dengan lekat. Pasti kejadian tadi sangat menyakitkan bagi Alana, gadis itu dipermalukan di depan umum tanpa sebab. Vanessa memang keterlaluan, batin Baskara.
Kejadian ini benar-benar membuat Baskara kesal. Apalagi ketika menatap mata Alana yang memerah tadi, ia merasa bersalah karena Alana tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.