8

2 1 0
                                    

DELAPAN
Jennie dan Erza menatap Alana penuh tanya. Gadis itu akhir-akhir ini hobby sekali melamun, seperti sekarang contohnya. Alana tidak meminum jus jeruknya, tapi tangannya terus bergerak untuk mengaduk jus tersebut. Pandangannya pun kosong, entah memikirkan apa.
Tepukan Jennie di depan wajah Alana sukses membuatnya kaget terlonjak. "Woy!"
"Apaan sih, lo?! Gak lucu." Sahut Alana yang terlihat sedikit kesal.
"Yeh malah ngegas. Lo kenapa sih, Al? Ngelamun mulu, lagi ada pikiran?"
Alana menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Jennie. "Engga. Cuman ngantuk aja." bohongnya.
Sebenarnya jika ditanya kenapa Alana sering melamun, ia sendiri pun juga tidak tau. Setelah hampir satu bulan terikat dengan Baskara, gadis itu merasa seperti ada sesuatu yang sangat berubah dari dirinya.
Sulit bagi Alana memfokuskan pikirannya ketika ia selalu tenggelam dengan suara-suara yang ada di dalam kepalanya. Suara yang saling bersahutan satu sama lain. Ada yang memaki Alana karena keputusannya ini, ada juga yang selalu bersorak gembira. Aneh.
Erza mengulurkan tangannya dan mengacak-acak rambut Alana. "Tau, jangan bengong terus, Al. Fokus dong."
Alana merengut. "Ih ngeselin banget dah lu? Rambut gue udah nyatok tau!" protesnya.
Erza dan Jennie tertawa bersamaan, pasalnya menjahili Alana memang selalu menyenangkan.
"Sorry, deh. Terus gimana? Nanti sore jadi kerkom di rumah lu apa rumah gue, Jen?" Tanya Erza yang mengarah kepada Jennie.
Jennie terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab. "Hmm...rumah lo aja deh. Gapapa kan?"
Erza sih tidak masalah. Lagipula rumahnya juga memiliki fasilitas mendukung kok untuk dijadikan tempat mengerjakan tugas kelompok.
"Gue nebeng ya, Jen." Timpal Alana.
"Hahaha iyalah! Kalau gak sama gue Erza juga bersedia kok nebengin elu." Ledeknya.
Mentang-mentang Jennie tau jika Alana dan Erza sempat memiliki hubungan yang istimewa beberapa waktu lalu, gadis itu jadi hobby meledeknya.
"Gak ah, mobil Erza AC nya dingin banget. Gue jadi mabok darat." Sahut Alana.
Percakapan mereka terus berlanjut, membiacarakan hal yang sebenarnya tidak penting-penting amat. Namun cukup berhasil mendistraksi Alana dari pikirannya sendiri.
27
***
Sebenarnya Alana tidak terlalu nyaman jika harus berkunjung ke rumah Erza, pasalnya Mami Erza menaruh kesan tidak baik pada dirinya hanya karena hal sepele. Apalagi kalau bukan tentang hubungannya dengan lelaki itu? Menurut beliau, Alana tidak pantas menjadi kekasih Erza.
Untungnya, wanita paruh baya itu tidak ada di rumah saat ini. Tapi ada masalah lain yang hadir.
Di dunia yang seluas ini, kenapa Alana harus bertemu dengan Baskara sih? Harusnya kan lelaki itu berada di kantornya, memikirkan tentang kontrak atau apapun namanya. Tapi kenapa malah ada di rumah Erza?
Alana sangat mati kutu ketika berhadapan dengan Baskara disituasi yang seperti sekarang. "Paman udah lama datang?"
Apa? Telinga Alana tidak salah dengar kan? Erza memanggil Baskara dengan sebutan Paman? Jangan bilang jika mereka memiliki hubungan keluarga.
Baskara tersenyum. "Lumayan. Ini saya sudah mau pulang, nungguin kamu lama." Erza terkekeh. "Maaf, soalnya aku mau kerja kelompok nih sama temen-temen."
Tentu saja Baskara sudah melihat Alana yang sedari tadi menghindari tatapannya. Gadis itu hanya menunduk dan berdiri di belakang teman perempuannya itu.
"Oh halo. Baskara." Baskara mengulurkan tangannya kepada Jennie, sebagai bentu basa-basi agar tetal terlihat sopan.
Jennie tersenyum lebar dan menyambut uluran Baskara. "Jennie, Om. Hehehe"
Setelah berkenalan dengan Jennie, Baskara langsung kembali menghadap Erza dan Papinya. Membuat Erza sedikit protes karena Pamannya itu mengacuhkan Alana.
"Paman, temen saya yang satu lagi kok gak dikenalin?" Tanya Erza.
Baskara menoleh ke arah Alana, mendapati gadis itu yang sedang menyengir ke arahnya. "Alana kan? Saya udah kenal, Za." katanya.
Ucapan Baskara menimbulkan keterkejutan bagi Erza dan Papinya. Kalau Jennie sih hanya diam sambil menatap sosok tinggi itu yang jika dilihat dari dekat benar-benar seperti raksaksa.
"Alana freelance di kantor saya. Cuman ya gitu, anaknya masih malu-malu." Kata Baskara lagi mencoba meluruskan.
Erza dan Papi langsung manggut-manggut mendengarnya.
"Erza sering cerita sih kalau Alana cerdas. Dan gak aneh makanya kalau kamu rekrut dia."
28

Satu lagi hal yang Alana ketahui dari Baskara adalah lelaki ini sangat lihai dalam berbohong. Baskara tidak terlihat gugup atau mencurigakan, benar-benar bertingkah normal seperti tidak ada yang sedang ditutupi.
"Yes, she's smart. Kalau begitu saya pamit dulu, ya?" Baskara berpamitan dengan Papi Erza. Sebelum menoleh ke arah Alana dan berkata. "This weekend, you have a lot of job."
Alana tersenyum dengan sangat sopan. Sialan, ucapan tadi terdengar seperti sebuah ancaman baginya. Membuat gadis itu kembali tidak fokus dan terniang-niang dengan kata-kata Baskara.
Setelah perkenalan singkat dengan Baskara tadi, mereka bertiga kembali pada tujuan awalnya. Yaitu mengerjakan tugas kelompok yang sudah mendekati deadline.
Rumah Erza sangat besar dan nyaman, ditambah mereka tidak perlu lagi mengeluarkan uang print karena lelaki itu memilikinya. Sebenarnya Alana dan Jennie juga memiliki printer di rumah, namun dengan tinta dan kertas yang terbatas, dan digunakan hanya untuk keadaan sangat mendesak.
"Al, lo kok gak fokus sih? Fokus dong, Al." Tegur Jennie. Masalahnya dikelompok ini adalah Alana yang bisa diandalkan, gadis itu memiliki cara berpikir yang cepat dan tepat. Namun jika Alana hanya melamun tidak jelas bagaimana mereka bisa menyelesaikan tugasnya?
Alana memijat pangkal hidungnya. Ia merasa tidak enak dengan Jennie dan juga Erza yang sedang menatapnya serius.
"Kasih deh materinya ke gue. Nanti gue kerjain di rumah, kepala gue sakit soalnya." Bohong Alana.
Meski menunjukan reaksi yang sedikit kecewa, akhirnya Jennie dan Erza menyetujui ide Alana. Toh jika dipaksakan juga akan percuma.
"Lo mau pulang? Yaudah ayuk gue anterin." Ucap Erza yang sudah bersiap-siap lalu mengambil kunci mobilnya.
Alana langsung menggeleng cepat. "Engga usah! Gue mau naik busway aja soalnya--"
"Udahlah, Al. Katanya pusing, biar lo cepet sampai rumah juga. Gih, soalnya gue mau ketemu orang dulu habis ini." Timpal Jennie.
Jika sudah begini, Alana tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Gadis itu harus mengiyakan tawaran Erza untuk mengantarnya pulang.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan Erza. Alana hanya merasa tidak nyaman dan menjaga jarak karena hal yang pernah terjadi pada mereka dulu. Alana tidak mau lagi disebut perempuan miskin tidak tahu diri.
Apa-apaan itu? Padahal Alana tidak pernah memanfaatkan Erza, tapi Mami lelaki itu meneriakinya seperti maling. Menyebalkan.
Alana dengan cepat melapas seatbelt dan berterimakasih dengan Erza, namun lelaki itu menahan tangannya. Ah sial, apalagi sih? Batin Alana geram.
29

"Kalau ada apa-apa lo bisa telepon gue, ya." Alana mengangguk.
"Makasih ya."
Demi apapun, Alana mulai kesal dengan Erza yang terus-terusan menahan lengannya.
"Perasaan gue gak pernah berubah, Al. Dan gue harap lo tau."
Alana terjebak dalam keheningan untuk beberapa detik, sebelum ia tersenyum. Apa pun perkataan Erza, semuanya tidak lagi sama.
"Hati-hati ya." Hanya itu yang Alana ucapkan.
Cukup Baskara, lelaki kaya yang berurusan dengannya. Alana tidak mau lagi membuat masalah yang akan melukainya.

.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang