Chapter 11: Losers

313 76 11
                                    

soundtrack ada di atas


LASKAR

Dua dari tiga cewek yang gue suka pernah jadi pacar gue. Bukan sesuatu yang patut dibanggakan karena pacaran bukan kompetisi, tapi ketika sohib lo sendiri bisa dapetin setiap cewek yang dia suka, maka harga diri lo seolah-olah dipertaruhkan.

Arsen yang sekarang emang gak jauh beda sama dulu—gebetan banyak orang. Angkatan atas, bawah, seangkatan. Ditambah lagi dia anak band akustik yang penampilannya selalu ditunggu. Gitaris yang biasa di pinggir justru jadi punya spotlight tersendiri dibanding vokalisnya.

Yaitu gue.

Kita gak punya lagu sendiri, kita cuma cover lagu siapapun yang enak, yang lagi hits, yang direquest temen-temen. Pernah beberapa kali nyoba bikin, tapi karena gak ada bakat ujung-ujungnya gagal.

Setidaknya selama tiga tahun di SMA gue ngerasain jadi 'artis'.

Waktu itu pensi tahun kedua, band gue masuk jadi pengisi acara. Udah bukan keinginan kita sendiri tapi demand warga sekolah—Rendra bilang gitu dengan congkaknya.

Mutusin buat bawain lagu apa bukan sesuatu yang gampang. Semua anggota—gue, Arsen, Rendra, Farel kumpul di ruang tamu rumah Arsen nulis daftar calon-calon lagu yang dipilih.

Tuan rumah yang dari tadi chatting pada akhirnya nimbrung, "Cuy bawain lagu yang romantis aja lah, gue mau atraksi."

"Salto?" Farel nyeletuk.

Arsen diem sebentar, matiin layar hapenya dan senyum ke arah kita satu per satu.

"Mau nembak Aida."

Respon pertama yang dikeluarkan kita adalah batuk pura-pura sambil membuang muka.

Atraksi yang bisa memicu perang dunia tiga.

Karena—

Gue waktu itu speechless banget sampe gak tau nolak atau nerima.

"Lagu apa?" tanya gue, berdeham. Tanggung jawab gue paling gede karena gue yang bisa ngebawa suasana.

Arsen pun ngambil kertas yang berisi daftar pilihan lagu, memindainya nyari lagu yang pas buat dibawain selama atraksi nanti.

"Cinta luar biasa?"

Gue sama Alia yang lantas pergi ke sekretariat OSIS buat nyerahin judul dan keperluan yang dibutuhin. Hari itu gak banyak orang, tapi semuanya sibuk. Nunggu beberapa menit sampai akhirnya Farah yang nyamperin.

"Halo, gue penanggung jawab kalian nanti di backstage ya."

"Okay."

Farah ngebaca tulisan Farel yang lumayan susah dibaca itu selama beberapa saat dan lantas ngangguk. "Nanti disiapin ya. Konsumsi buat empat orang kan?"

"Iya."

Senyum Farah saat itu cerah banget mengingat dia bakal megang bandnya Arsen, cowok yang udah lama dia taksir. Gosip lama, Farah yang pendiem itu mengagumi Arsen dari jauh—gak peduli saingan dia berpuluh-puluh cewek.

Gue pengen banget kasih tau dia soal surprise event yang kita rencanain supaya senyumnya di hari-H nanti gak pudar begitu aja.

Tapi gue diem.

Sampe 5 menit sebelum naik ke panggung.

"Far, makasih ya udah jadi PJ kita yang banyak maunya."

Dengan canggungnya dia ngangguk, "Gapapa kok."

"Semoga kerja keras lo...terbayar."

Di barisan terdepan penonton gue liat Aida sama temen-temennya. Juga ceweknya Rendra.

PLAYING WITH FIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang