ANNETTE
Tangan gue otomatis gandeng tangan Tara kalo lagi jalan. Gak pernah kayak gitu ke orang lain, cuma Tara. Dan biasanya baru semenit gue gandeng dia, dia udah minta lepas lagi karena risih.
"Net nanti anter gue sampe gerbang komplek aja."
"Kenapa?"
"Mau nungguin kakak gue. Mau belanja bulanan."
"Oh, oke," tanpa sadar gue pun meraih tangan Tara lagi buat digandeng. Dia berdecak sebal. "Net udahan ah!"
"Ih! Rese banget."
"Sama Arsen aja sana kalo mau begini..."
Gue langsung melepaskan tangan Tara. "Maksud lo?" Tiba-tiba gue merinding. "Positif banget lo kalo gue bakal lanjut sama dia—"
"Gue asal ngomong doang kok! Kalo jadi doa ya gapapa."
"Gapapa pala lo!"
Tara minta turun di gerbang komplek rumahnya sepulang dari kafe tadi. Gue maksa dia supaya gue anter langsung ke supermarketnya aja sekalian sama kakaknya, tapi gak mau. Dia bisa-bisanya nyindir gue dengan "Budayakan hidup sehat dengan jalan kaki, Annette," sambil melambaikan tangannya menyuruh gue pergi.
Perjalanan dari komplek rumah Tara ke apartemen gue jauh. Heran dia mau-mau aja berusaha buat beranjak dari kasur dan melalui jarak sejauh itu ke kampus—apartemen gue yang cuma setengah jam dari kampus aja udah cukup nyiksa kalau kelas pagi.
Emang pada dasarnya gue aja yang pemalas.
"Rasanya jalan sama Arsen gimana? Gue cuma pernah berharap bisa ngalamin."
Komentar pertama Tara saat nunggu pesanan dateng itu terngiang-ngiang di kepala gue. Selama beberapa detik gue mencerna omongan dan ekspresinya, sampai gue akhirnya paham kalau sampai detik ini pun masih ada sisa kecemburuan Tara kepada gue.
Mahasiswa semester satu dipaksa mengenal temen satu jurusannya gak peduli dia sekelas sama lo apa enggak, lo suka sama dia apa enggak, lo harus tau. Saat itu gue belum kenal Tara. Gue cuma deket sama Mark dan beberapa orang di kelas gue yang sejak awal penerimaan udah gue kenal.
Karena gue lebih enjoy sama Mark—meskipun 24/7 berantem, akhirnya gue selangkah lebih maju daripada temen-temen gue untuk kenal anak kelas lain, temen-temen Mark.
Arsen yang pertama dikenalin ke gue. "Halo, Annette. Arsen."
Senyumnya hari itu berbekas di kepala gue, mengingatkan gue bahwa impresi pertama gue ke Arsen adalah 'manis'.
Siapa yang bisa nolak. Dan sejak saat itu juga gue mulai jadi perhatian temen-temen seangkatan karena udah 'berani' flirting saat yang seharusnya gue pikirkan adalah masa orientasi himpunan jurusan gue.
Gak sedikit juga kakak tingkat yang sinis sama gue akan hal itu—menyadarkan gue tentang Arsen yang jadi casanova dalam sekejap.
Lucunya, Tara termasuk ke dalam kumpulan orang yang gak suka liat gue sama Arsen sedekat itu seolah emang temenan dari lama.
Ada sesuatu dari Arsen yang bikin lo terpikat, bikin lo mudah percaya dan nyaman cerita sama dia.
Gue sempet kesulitan buat temenan sama semua orang karena mayoritas justru menganggap gue berisik. Gak suka.
Tapi Tara yang jarang tegur sapa sama gue kecuali ada butuhnya itu akhirnya deketin gue, diam-diam ketika semua orang di kelas sibuk masing-masing di jam kosong.
"Arsen besok ulang tahun. Bisa minta tolong kasihin ini?"
Sebungkus kue coklat yang tiap hari Arsen beli di kantin, disertai sticky notes biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING WITH FIRE
Fanfiction[15+] Let's fall in love for the night and forget in the morning. © 2020