Chapter 6: Disappointment

370 85 31
                                    

ANNETTE

Jumat adalah hari terbaik bagi gue selain karena cuma satu mata kuliah, besoknya libur.

Dan waktunya gue senang-senang.

"Tara! Mau ke salon kapan?"

Cewek yang lagi beresin kabel-kabel proyektor bekas kelompoknya presentasi tadi menoleh sebentar. "Hmmm kayaknya hari Minggu? Hari ini gue gak bisa, besok juga."

"Oh, oke."

Berarti gue bisa makan siang sama Laskar hari ini.


Kar

Lo beres jam berapa?

Ayo makaaann


Gue pun mendudukkan diri di koridor setelah ngirim pesan-pesan itu. Gak lama setelah gue duduk, dari arah bersebrangan pun dateng seorang cewek yang lantas duduk gak jauh dari gue, nunduk ke hapenya dan noleh ke arah kelas yang gue tungguin pintunya kebuka itu.

Beberapa saat kemudian, dosen yang membuka pintunya dan keluar pertama. Gue senyumin sekilas sambil berdiri, mengintip ke dalam melihat semua orang lagi beresin kursi yang kayaknya abis dibuat lingkaran diskusi.

"Arsen!"

Sapaan gue setiap ngeliat Arsen selalu seperti itu, gak pernah berubah. Cuma nyebut nama dia dengan antusias sambil ngangkat tangan. Biasanya Arsen membalas gue dengan senyum lebar dan high five.

"Oi." Tapi kali ini, selepas high five Arsen narik tangan gue mendekat supaya bisa bisikin sesuatu ke telinga gue.

Dan itu membuat gue tercengang. "Dokter cinta ya?!" pekik gue spontan. Arsen memutar matanya jengah. "Ssstt." Tangannya menolehkan balik kepala gue yang tergerak melihat ke arah cewek yang langsung membuang muka menghindari tatapan gue.

"Temen SMA gue."

"Alia kenal gak? Asik, teh baru—"

"Ya emang temennya Alia," Arsen menghela napas pendek. "Kalo lo mau tau ya tanya-tanya Alia aja. Gue mau cabut."

"Have fun sama dokter cinta!"

Arsen pun meninggalkan gue sambil nutup kedua telinga, nyamperin cewek yang pasti udah terbakar rasa malu mendengar sebutan cringe gue buat dia itu.

Temen Arsen waktu SMA yang sekarang kuliah Pendidikan Dokter.

Dokter cinta.

"Annette."

Gue gak sadar udah merhatiin ke arah sana terlalu lama sampai Laskar perlu negur gue, bingung. Objek perhatian gue bahkan udah pergi.

"Mau makan sekarang?"

"Iya," sahut gue cepat. Berusaha mengumpulkan kembali pikiran gue yang tercecer. "Kenapa? Lo belum laper? Yaudah lo temenin gue makan aja. Gue laper."

"Sebenernya gue mau nganterin Mark ke travel sih, tapi—"

"Ikut!"

"Pake mobil lo?"

"Iya."

Laskar pun mengangguk, masuk lagi ke kelasnya dan keluar bareng Mark yang menatap gue penuh kebencian gara-gara gue gak mau nemenin dia pulang.

"Ayo gue anterin, gantinya gue gak ikut pulang ke Jakarta," cengir gue merayu Mark yang menjaga jaraknya sama gue ogah-ogahan.

"Males."

PLAYING WITH FIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang