Chapter 35: First Impression

252 72 3
                                    

ANNETTE

Gue kenal sama Arsen beberapa hari setelah masuk kuliah. Seperti yang masih nempel sampe detik ini, di mata gue Arsen adalah cowok yang manis. Meskipun senyumnya itu nyembunyiin banyak hal lain—dia yang nyebelin, dia yang bikin lo baper sedetik kemudian, dia yang perhatian sama hal kecil kayak, "Soft lens lo baru? Biasanya bukan yang ini," dan dia yang punya humor gesrek alias receh gak jelas.

Baper sama dia adalah keputusan yang salah karena gue tau bukan cuma gue yang ngerasain. Mungkin di saat yang bersamaan gue confess ke dia hari itu, ada tiga cewek yang lagi mikirin dia.

Sayangnya, yang dia pikirin tentu aja cewek yang sampe sekarang masih jadi pacarnya.

Farah adalah cewek yang konstan dia bahas terus tanpa jeda.

Selama ini kalau Arsen cerita, pasti ada minimal dua nama yang dia sebut.

Sementara Farah, dia cuma dibandingin sama gue.

"Gue pernah lupa ngajak dia makan ayam geprek level 5 terus dia marah, 'kamu mau sakit perut? Inget kamu punya maag!' Kebiasaan ngajakin lo nyari makanan yang pedes gila..."

Atau hal kecil kayak kesukaan gue.

Gue suka singa, Farah suka panda. Arsen ngasih nama kontak Farah pake emotikon singa. Terus dia bingung sendiri, "Aku galak kayak singa? Kenapa kamu ngasih emot singa di nama aku?"

Gue gak tau harus seneng atau sebel karena gue dijadiin perbandingan sama ceweknya sendiri.

"Jangan jadiin gue alesan kalian putus," ancam gue.

"Nggak akan. Kalo iya, ribet urusannya sama Laskar."

"Laskar lagi, Laskar lagi—pleaseee buat apa dia berurusan sama gue tentang ini?"

"Mulai saat ini kayaknya lo harus ngerti kalau gue pacarnya Farah, dan lo—"

"Pacarnya Laskar?"

Gue ketawa sarkas. "Bukan."

Gue kenal sama Laskar dengan first impression: kalem.

Dia gak banyak tingkah, meskipun keadaan lagi berisik dan dia ikut minum juga.

Masih bisa kontrol dirinya sendiri padahal Mark sama Arsen udah gak bisa diajak ngobrol dengan akal sehat.

"Kuat berapa lo?" tanya gue, nyicip soju dari gelas gue terakhir kalinya karena gue masih pengen bisa mikir serius—kalo gue tambah, udah yakin gue tepar.

"Gue belum pernah sampe bener-bener mabok," dia nuangin soju ke gelasnya sendiri dan minum sekali teguk. "Lo?"

"Gak pernah ngitung."

Dia mendengus. "Satu botol."

"Lo udah minum satu," dia menatap gue lurus, beruntung gue masih bisa fokus ngeliat dia yang merhatiin gue selama beberapa saat. "Satu setengah... mungkin? Sama punya Mark."

Gue tersenyum bodoh karena gue gak tau harus merespon apa. "Observant type, I see."

"Laskar."

Tangannya yang terulur saat itu gue jabat tanpa ragu. Gue mencari keberadaan nametag di kemejanya tapi ternyata udah gak dipake. Mungkin ada di jas almamater yang sejak acara selesai langsung dilepas. "Kalau lo udah tau gue sanggup minum berapa, berarti lo juga udah tau nama gue."

"Annette."

Dia melirik nametag kaderisasi gue yang masih tersemat di kemeja gue, tersenyum kecil. "Annette Jeanne Syah," dia menarik tangannya balik. "Bukannya nama lo ada empat kata? Sama kayak Mark?" tanyanya.

PLAYING WITH FIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang