Chapter 8: Circus and Clown

362 89 20
                                    

ANNETTE

"Mau jalan-jalan pake motor gak?"

"Lo pake nanya?"

Tatapan Laskar saat itu seolah-olah pengen nerkam gue dan lempar gue ke laut tapi pada akhirnya tetep sudi ngebonceng gue di motornya.

"Ini mau ke mana?" tanya gue, baru beberapa meter pergi dari parkiran.

"Lo mau nonton sirkus gak?"

"Mau!"

Dan hari ini pun jadi pengalaman gue nonton sirkus lagi setelah sekian lama—mungkin terakhir kali gue nonton sirkus waktu masih SD.

"Gue mau beli merchandisenya dulu," gue menarik Laskar ke tempat di sebelah loket di mana pihak penyelenggaranya ngejual barang-barang lucu sebagai kenang-kenangan. Begitu masuk pun objek yang menarik perhatian gue pertama kali adalah guling kecil bentuk singa.

"Buat gue kalo tidur di karpet," Laskar mengambil guling itu dari tangan gue mengecek keempukannya. "Tapi kekecilan."

"Lo bawa aja bantal dari kosan lo," cibir gue.

"Sori kosan gue juga bayar, harus ditempatin. Sayang."

"Tapi lo tadi ke apartemen gue ngembaliin baju-baju lo—besok kayaknya lo nyicil buku-buku kuliah lo terus lama-lama apartemen gue kayak buat dua orang."

"Gue ngembaliin baju yang emang asalnya ada di lo kan, cadangan aja."

"Cadangan abis apa?"

Laskar diem.

Pertanyaan ambigu itu emang terdengar amat goblok gue sampe kaget sendiri. Muka gue panas.

"Cadangan kalo gue ujan-ujanan kayak kemarin lah," jawabnya, berdeham. Nyimpen guling itu ke tempatnya dan beralih ke barang yang lain.

Annette emang gak bisa ngontrol omongannya. Harap maklum. Soalnya Laskar juga bego.

"Ini aja gimana?"

Laskar mengambil syal bermotif belang-belang zebra dan melingkarkannya di kepala gue. Malah jadi kayak sorban.

"Buat apa sih, di Bandung panas tau."

"Di kosan gue enggak. Enak adem."

"Ya lo beli buat lo sendiri."

"Gak penting."

"Lo pikir itu penting buat gue?"

"Lo suka beli barang-barang gak penting. Yang penting lucu."

Gue tertohok mendengar sindiran halus tapi amat menjengkelkan itu. Laskar senyum-senyum nahan ketawa melangkah meninggalkan gue sebelum gue sempet ngebales dia lebih pedes lagi.

Dan gue pun berhasil memasangkan topi kepala harimau di kepalanya dari belakang, saat dia lagi serius liat-liat miniatur hewan di lemari kaca.

"Lo katanya mau piara singa?" dia menunjuk miniatur singa di dalam display. "Mending yang jantan tuh, bagus."

"Gue pengen yang asli kayak Aslan."

"Ya boleh. Paling abis itu lo dipenjara."

"Pindah dulu ke Dubai."

"Oke. Tiati ya Annette."

Sekali lagi Laskar ninggalin gue buat nyimpen topi harimau itu ke tempatnya.

Sialan.

"Laskar—"

Tapi yang gue temuin di balik rak itu bukanlah cowok yang dari tadi ninggalin gue tiap abis ngebales omongan gue.

PLAYING WITH FIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang