19. Pengakuan

10.3K 201 2
                                    

Malam berganti pagi, Eric perlahan membuka mata setelah terbangun dari mimpinya. Kepalanya begitu pusing dan terasa berat. Mendudukkan tubuhnya mendapati Citra yang menangis seraya memeluknya dengan erat.

"Maafkan aku." ucap Eric lirih

Citra bergeming dengan tangisannya yang semakin pilu.

"Aku.." Eric tak kuasa melanjutkan ucapannya, entah mengapa rasanya sangat sulit untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Aku tahu semalam kau mabuk tuan. Jadi kau tidak perlu minta maaf." balas Citra lirih

"Citra.."

"Pulanglah tuan. Anggaplah tidak terjadi apa-apa diantara kita." Citra berucap tanpa melihat Eric disampingnya

Dengan perlahan Eric bangkit. Gejolak hebat diperutnya sudah tidak bisa ditoleransi. Dia sangat mual dan ingin muntah. Dengan menggigit bibir bawahnya, dia berjalan cepat keluar kamar menuju kamar mandi. Masa bodoh dengan tubuhnya yang telanjang. Eric sempat membersihkan tubuhnya yang lengket sehabis bercinta, lalu kembali ke kamar setelah berpakaian lengkap. Sedangkan Citra sudah terbangun dengan memakai piyama tidurnya.

"Citra, ada yang ingin aku katakan padamu."

Tring Tring

Dengan muka kesal, Eric mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menempelkan benda persegi itu ditelinganya.

"Eric, kau sedang apa?"

"Aku.. aku sedang dikantor."

"Bisakah kau menemaniku pergi hari ini? Sejak pertemuan kita malam itu, kita belum pernah menghabiskan waktu berdua sama sekali."

Eric memutar matanya malas sebelum menjawab.

"Iya, aku akan menjemputmu."

"Ok, aku menunggumu."

Eric mematikan telefonnya, kembali mendekati Citra yang terdiam memandangnya dengan sayu.

"Citra, aku ingin tanya sekali lagi. Apa kamu benar-benar mau menikah dengan Ayden? Tidak bisakah kamu membatalkannya?"

Citra menatap Eric heran.

"Kenapa aku harus membatalkannya tuan?"

"Karena aku orang yang telah merenggut kesucianmu malam itu."

Deg

Citra ternganga dengan mata melebar tidak menyangka atas pengakuan yang baru saja ia dengar, sementara Eric menambah satu langkah lebih dekat sambil memegang pundak Citra dan mendekatkan wajahnya.

"Citra, saat itu keadaan memaksaku untuk melakukannya. Jika tidak, maka obat itu akan membahayakan dirimu." jelas Eric dengan mata sendunya, seiring dengan airmata yang mulai turun dari pelupuk mata Citra.

"Tolong, maafkan aku Citra. Aku telah mengambil semuanya darimu. Tapi aku janji, aku akan memperbaiki semuanya. Kita menikah, dan kita mulai hidup baru." Eric memohon seraya menyatukan keningnya pada kening Citra

"Aku tidak bisa tuan." balas Citra cepat

Eric yang semula memejamkan mata, sontak membuka matanya kembali dengan sedikit menjauhkan wajahnya dari wajah Citra yang berpaling darinya.

"Kenapa? Kenapa kamu menolak? Citra, katakan." tanya Eric sambil menangkup pipi Citra agar kembali menatapnya. "Kenapa kamu menolakku?"

"Sudah terlambat tuan. Aku sudah terlanjur menerima lamaran Ayden. Dan pernikahan kami tinggal menghitung hari." jawab Citra dengan berlinangan airmata

Eric terdiam sesaat dengan manik mata berkaca-kaca. "Baiklah, jika itu keputusanmu. Aku tidak akan memaksamu lagi. Sekali lagi, aku minta maaf." Eric perlahan menarik tangannya dari wajah Citra dan membuang muka. "Aku harus segera pergi, aku ada janji dengan calon istriku."

Late LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang