23. Peringatan

3.3K 153 5
                                    

Flashback on

Udara pada malam hari terasa begitu dingin. Seorang gadis berjalan pelan tanpa mengenakan pakaian tebal untuk melindungi tubuhnya dari udara disekitarnya. Bahkan ia tak merasa kedinginan sama sekali. Gadis itu hanya berjalan dengan tatapan kosong kedepannya. Pikirannya selalu dipenuhi oleh bayang-bayang kedua orang tuanya.

Sejak ia berumur 15 tahun kedua orang tuanya tak pernah akur. Entah apa saja yang mereka masalahkan. Ia sendiri tidak mau memikirkan itu semua disaat dirinya sedang menikmati kesunyiannya.

Jihan, gadis itu sebenarnya sudah sangat terbiasa dengan keributan yang diciptakan kedua orang tuanya, tetapi akhir-akhir ini ia mulai jengah menghadapi itu semua. Sudah 6 tahun ia berusaha menulikan telinganya untuk tak mendengarkan teriakan ibu dan ayahnya yang bertengkar. Entah kenapa kedua orang itu tidak bercerai saja jika melewati hari demi hari dengan keributan.

Jihan tidak ingin mencampuri urusan kedua orang tuanya itu. Menurutnya mereka sama saja keras kepalanya. Jihan pernah memergoki ayahnya berjalan bersisihan dengan seorang wanita yang berpakaian minim, bahkan ia juga pernah melihat ibunya bercumbu dengan seorang pria di depan rumahnya sendiri. Jihan hanya bisa menghela nafasnya pasrah saat melihat itu semua. Gadis itu sudah membuat komitmen untuk dirinya sendiri. Ia tak akan pernah melakukan hal seperti yang dilakukan kedua orang tuanya. Ia akan menjadi istri yang berbakti kepada suaminya dan selalu mencintai suaminya kelak.

Jihan tersadar dari lamunannya saat melihat keadaan sekitarnya. Ia sudah berjalan terlalu jauh. Ia menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya pelan sebelum membalikkan badannya ketika mendengar suara klakson. Ketika mobil itu berhenti, seorang wanita yang kira-kira seumuran ibunya turun dan berjalan mendekatinya.

"Kenapa kau berjalan sendirian malam-malam nak? Dimana rumahmu? Biar tante antar pulang ya."

Jihan menggelengkan kepala.

"Kenapa kau tidak mau pulang? Nanti orang tuamu khawatir."

"Biarkan saja. Aku tidak mau pulang."

Wanita itu merasa kebingungan lantas mengajak Jihan untuk ikut bersamanya. Setiba di kediaman wanita itu, mereka disambut oleh pelayan. Salah satunya mengantar Jihan ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Disana Jihan diperlakukan layaknya keluarga. Padahal wanita itu belum mengenalnya, siapa dirinya, darimana asalnya, tapi dengan tulus wanita itu menyayanginya bahkan melebihi perhatian yang diberikan oleh ibunya sendiri.

Beberapa hari tinggal dirumah besar itu, Jihan merasa kesepian. Rumah itu terasa sunyi. Apakah wanita itu tidak memiliki keluarga? Begitu pikirnya.

PRANKKK

Tiba-tiba terdengar suara benda pecah dari ruangan yang terletak di lantai satu. Ketika dia mencari ke asal suara, dia terkejut melihat seorang pria yang tengah duduk di kursi roda sambil memarahi seorang pelayan yang berusaha membujuknya untuk makan siang. Hingga kemudian wanita itu datang dan menenangkannya. Tanpa sengaja Jihan mendengar semua keluh kesah Eric dan alasan yang membuatnya menjadi acuh.

Sejak saat itulah, Jihan mulai dekat dengan Eric dan mereka saling bercerita. Eric menyadari ada kesamaan antara Jihan dengan mendiang kekasihnya yang membuatnya bersimpati.

"Apapun yang terjadi, kau jangan putus asa." Tutur Eric sambil menggenggam kedua tangan Jihan.

Eric tak menyangka akan mengeluarkan kata-kata itu. Padahal dirinya sendiri juga berputus asa, tapi justru memberikan motivasi kepada orang lain. Dia hanya tidak mau Jihan juga mengalami hal yang sama seperti mendiang kekasihnya.

Flashback off

Sore ini, Jihan kembali bertemu dengan seorang pria yang mengejarnya tadi pagi. Pria itu segera turun dari mobil dan menarik paksa tangannya yang sedang istirahat dipinggir jalan.

"Jihan, akhirnya ayah menemukanmu sayang. Ayo kita pulang."

"Lepaskan tanganku."

"Ayah minta maaf sayang. Ayah janji, mulai sekarang ayah akan memperhatikanmu."

Dari arah kejauhan, Bryan melihat Jihan bersama pria itu. Dia pun mendekat dan segera turun dari motornya.

"Hei, jangan ganggu dia." Bryan menepis tangan pria itu

Jihan terkejut dengan tindakan Bryan.

"Ingat umur om." Tutur Bryan

"Siapa kau?" Tanya pria itu

"Saya pacarnya." Jawab Bryan dengan percaya diri

Jihan menepuk dahinya kasar, kepalanya terasa pening terlebih saat Bryan datang. Dia lantas menaiki motornya dan berlalu meninggalkan dua orang itu.

"Jihan!!" Teriak Bryan dan sang ayah bersamaan

***

Keesokan harinya..

Di pagi hari yang begitu tenang dan masih belum ramai pengunjung, Citra didatangi oleh seorang wanita berpenampilan seksi. Wanita itu terlihat angkuh, dari tatapan matanya begitu merendahkan Citra yang saat ini berdiri dihadapannya di depan cafe.

"Maaf, nona siapa ya? Ada perlu apa nona mencariku?" Tanya Citra

"Aku Nadia, istri Eric."

Citra langsung membelalak.

"Aku peringatkan padamu, jauhi Eric." Tegas Nadia

"Kau salah paham nona. Aku tidak pernah mendekati tuan. Tuan yang suka datang kesini." balas Citra

Nadia melipat kedua tangannya sambil memandangi Citra dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Aku heran, sebenarnya apa sih yang membuat dia menyukaimu. Benar-benar kampungan." Cibir Nadia

Citra sedari tadi sudah berusaha mengontrol emosinya, andai saja dia tidak hamil, dia pasti sudah menjambak rambut wanita ini.

"Kalau nona seratus kali lebih baik dariku, tuan tidak akan mengejarku." Citra tersenyum remeh kemudian meninggalkan Nadia kedalam cafe

"Hah! Apa! Berani-beraninya kau merendahkanku jalang!!"









Tbc
10 Oktober 2020

Late LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang