Seorang pria dengan tinggi sekitar 180 cm, dengan setelan mewah serta rambut hitam yang sengaja di warnai agak kecoklatan, beberapa kali pria itu bergumam frustasi. Setelah mengepalkan kedua tangannya yang memerah, pria itu kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang dan menaruhnya diatas meja bar. Bartender dengan jambang tipis di sekitar wajahnya menoleh, memandang tubuh pria yang berjalan sempoyongan. Berkali-kali menabrak orang-orang yang berjoget di lantai dansa.
Pria itu berjalan ke area parkir, memasuki mobilnya dan melenggang pergi dari diskotik itu. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Perasaan sedih, rindu, marah, dan patah hati, semua menjadi satu. Tak henti-hentinya dia merutuki nasibnya kehilangan wanita yang teramat ia cintai. Mobilnya berhenti di depan kontrakan kecil. Dia lantas keluar dan berjalan tertatih-tatih. Pria itu mengetuk pintu dengan keras berkali-kali. Wanita yang berada didalam sana sebenarnya merasa takut, namun akhirnya terpaksa membuka pintu karena seseorang yang entah siapa itu tak kunjung pergi.
"Tu Tuan?" Citra berjengit kaget mendapati Eric yang tiba-tiba datang ke kontrakannya.
"Tuan, bagaimana kau bisa tahu tempat tinggalku?"
Tanpa mempedulikan Citra yang bertanya dan kebingungan, dia pun melangkah masuk dan menutup pintu. Citra mulai panik sambil melangkah mundur saat Eric terus melangkah mendekatinya. Citra berniat untuk masuk kedalam kamar dan mengunci pintu, namun sialnya tenaga Eric lebih kuat menahan pintu dan berhasil masuk kedalam kamarnya. Selanjutnya yang bisa Citra dengar adalah suara pintu yang tertutup. Tubuhnya sudah menempel didinding kamar dengan Eric yang menindih dan menciuminya dengan ganas.
"Mmmhhh.."
Citra dikejutkan oleh sensasi yang ia terima. Mengintip dari sudut matanya, bisa dia lihat wajah Eric yang memerah. Efek minuman keras yang terlalu banyak ia minum. Lidah itupun pahit. Saliva Citra menderas untuk menetralisir rasa pahit yang menyapa lidahnya.
Melepas tautannya, Eric menempelkan keningnya pada kening Citra. Hembusan nafas keduanya beradu. Berterima kasihlah pada batas toleransi tubuhnya terhadap alkohol, hingga dia masih bisa berdiri tegak meski kesadarannya tak penuh.
"Aku sangat merindukanmu." suara Eric memberat.
Hidungnya bergerak bersentuhan dengan hidung Citra. Sementara Citra membelalak tak percaya dengan ucapan yang baru saja ia dengar.
"Ada apa denganmu tuan?"
Tangan Eric menyusup di punggung Citra. Mengusapnya lembut dan merebahkan kepalanya yang berat ke bahunya. Menyentuhkan hidungnya pada leher Citra dan menghembuskan nafas beratnya disana.
"Aku membutuhkanmu."
Selanjutnya bisa Citra rasakan lidah hangat yang menjilat lehernya. Tangan besar Eric yang meremas bokongnya. Sedangkan tangan lainnya menyusup menyentuh punggungnya.
"Ughh..."
Dengan gencar Eric menciumi leher Citra saat Citra mengalihkan pandangannya. Melepaskan pegangan tangannya, dengan lincah jemarinya melucuti pakaian Citra. Menuruti nafsunya yang tak bisa menunggu, tubuh Citra lah yang ingin dia lihat saat ini. Menikmatinya hingga melupakan waktu dan masalah-masalah yang membebani pikirannya.
Tekanan perjodohannya. Rahasia besarnya. Perasaannya pada sang pujaan hati.
Tangannya yang bebas meraba kulit Citra yang sudah tak terbalut apapun. Dengan cepat tangannya membuka kancing kemeja hitamnya dan seluruh pakaiannya. Satu tangan yang lain menahan Citra yang tengah jengah diperlakukan kasar olehnya. Menggeliat tak nyaman dalam dekapannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/231995372-288-k33607.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Love
General FictionEric Anderson mengalami nasib tragis dalam kisah asmaranya. Lalu suatu hari seorang gadis datang dalam hidupnya dan setia menemani hari-harinya dengan penuh kesabaran. Akankah gadis itu mampu membuat dirinya jatuh cinta lagi? Disclaimer : Ini hanya...