Brum Brum
Suara dentuman motor yang di gas secara kasar mewarnai sebuah arena balapan liar di salah satu daerah ibukota. Dua motor masing-masing berwarna merah dan hitam yang telah di tunggangi oleh pemiliknya kini tengah bersiap untuk melajukan motornya. Tatapan mematikan terpancar dari kedua pemuda yang kini siap untuk mempertaruhkan nyawanya hanya untuk sebuah kata "kemenangan".
Tepat setelah wanita yang berada di tengah-tengah mereka mengangkat benderanya tinggi-tinggi, kedua pemuda itu langsung melajukan motor dengan kecepatan diatas rata-rata. Tidak ada yang mau mengalah ataupun menurunkan kecepatan, mereka berusaha menyalip satu sama lain. Jalanan yang gelap dan berliku bukan sebuah masalah untuk mereka yang sudah sering melakukan balapan liar. Motor berwarna hitam tertinggal cukup jauh oleh lawannya, membuatnya dengan gusar memutar gas motornya dengan kekuatan penuh. Sang pemilik motor berwarna merah pun tidak tinggal diam, ia yang merasa sudah memimpin berusaha sekuat mungkin menambah kecepatannya agar tidak terkejar.
Senyum kemenangan mulai terpancar di bibir sang pemilik motor berwarna merah setelah dilihatnya wanita yang tadi di area start kini tengah bersiap di pinggir jalan dengan bendera yang masih setia di tangannya.
Senyumnya melebar ketika sang wanita mengibaskan bendera di tangannya berkali-kali menandakan bahwa sang pembalap telah selesai melakukan track dan kembali lebih dahulu dari sang lawan.
"Yeah!" Teriaknya setelah menghentikan laju motornya dan membuka helm yang sedari tadi melekat di kepalanya. Tepukan dan riuh dari sang penonton membuatnya kini tertawa lebar.
"Sial!" Rutukan dari sang pembalap motor berwarna hitam membuat sang pemenang menghentikan tawanya. Namun tawa tersebut berubah menjadi senyum mengejek.
"Sudah kubilang untuk berpikir beberapa kali untuk melawanku." Sahut sang pemenang dengan smirk yang bertengger di bibirnya. "Serahkan uangmu." Lanjutnya
Dengan kasar amplop berisi uang yang lumayan besar di lemparkan pada sang pemenang.
"Hey. Tidak usah kasar seperti itu. Terimalah kekalahanmu Martin." Ucap sang pemenang kepada lawannya
"Akan ku taklukan suatu hari nanti kau, Sora!" Ucap Martin sambil berlalu bersama teman-temannya yang sedari tadi mendukungnya. Sora hanya bersmirk ria menanggapi ancaman Martin.
"Dia salah telah merendahkanmu kak." Sahut sang adik sambil menepuk bahu Sora dan memungut amplop yang terjatuh.
"Ya. Mungkin dia belum terlalu banyak mengenalku, Bryan." Sahut Sora sambil menerima amplop yang di pungut oleh adiknya. "Terima kasih."
"Jarak antara dia denganmu tadi cukup jauh. Kurasa dia terlalu terobsesi untuk mengalahkanmu."
Sora hanya mengedikkan bahunya tidak peduli atas penjelasan adiknya. Ia justru sibuk menghitung banyaknya lembar uang didalam amplop tersebut.
"Hey! Kau harus mentraktirku kak." Ucap Bryan sambil merangkul bahu sang kakak
"Tenang saja. Aku tidak akan lupa." Sahut Sora
Keduanya kini melaju menembus dingin dan gelapnya malam. Tidak seperti tadi, kini kecepatan motor mereka berada di batas normal. Walaupun masih dapat dibilang ngebut.
Sora
Martin
***
Disisi lain..
Citra makan malam bersama Eric di ruang makan. Dia menyuapi Eric sembari mengobrol.
"Citra, apa kamu masih kuliah?"
"Tidak tuan, saya sudah lulus. Saya hanya menempuh D1. Karena saya ingin segera bekerja."
"Tapi bagaimana kamu bisa melakukan terapi pijat refleksi? Aku pikir kamu kuliah jurusan kedokteran."
"Dulu kakek saya adalah seorang ahli terapi, dan kakek pernah mengajari saya, akhirnya saya bisa melakukannya." Citra tersenyum
"Oh.."
"Tuan, saya yakin suatu saat tuan pasti bisa sembuh. Tuan jangan sedih ya."
Citra, betapa baiknya hatimu. Entah mengapa aku merasa nyaman saat berada didekatmu.
TBC
23 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Love
Ficção GeralEric Anderson mengalami nasib tragis dalam kisah asmaranya. Lalu suatu hari seorang gadis datang dalam hidupnya dan setia menemani hari-harinya dengan penuh kesabaran. Akankah gadis itu mampu membuat dirinya jatuh cinta lagi? Disclaimer : Ini hanya...