14. Awal yang baru

1.1K 160 7
                                    

"IAN!" Panggil Changbin.

"Kenapa bang?"

"Lo sibuk gak?"

"Nggak, ini gue mau pulang. Kenapa?"

"Gue mau minta tolong. Jemput Yuna ya?!"

"Kenapa gue?"

"Gue gak bisa jemput masih ada kelas."

"Yang lain aja dehh!"

"Ga ada yang bisa Yan. Masih pada sibuk di kampus?"

"Biasa juga-kan naik angkot kalo gak bisa di jemput?"

"Yuna lagi sakit, gue gak tega biarin dia naik angkot. Kalo dia pingsan gimana? Lagian lo kenapa sih gak mau banget deket sama adek gue? Dia gak gigit kok."

"Iya-iya gue jemput." Terpaksa Ian mengiyakan demi kemanusiaan. Ia segera memakai helm lalu menaiki sepeda motornya. Tak lupa changbin pun memberikan helm berwarna pink yang biasa Yuna gunakan.

Kebetulan hari ini Ian bawa motor sendiri. Tadi pagi ia buru-buru hampir saja terlambat karena bangun kesiangan. Biasanya ia lebih sering nebeng sama Haje atau naik angkot.

Yuna. Selama ini Ian memang selalu berusaha menghindari gadis itu. Ia takut dengan ke agresifan Yuna, gadis itu terkadang bisa tiba-tiba bergelayut manja di lengannya. Ia heran ada wanita seperti itu di dunia ini, tanpa rasa malu melakukannya.

Tidak masalah kalo mereka berdua sepasang kekasih, tapi masalahnya mereka hanya saling mengenal. Tidak bisa di katakan teman karena minimnya komunikasi. Bukannya benci hanya saja sedikit risih jika gadis itu didekatnya. Lagi pula ia juga ingin fokus kuliah, belum ingin untuk berpacaran. Ia tidak mau memberi harapan yang tidak pasti.

























































Yuna tersenyum tipis saat melihat Ian sedang menunggunya di dekat gerbang sekolah. Andai saja ia dalam keadaan sehat, mungkin ia akan tersenyum lebar dan lompat kegirangan.

"Kak Ian."

Tak ada sapaan balik dari Ian, ia menyerahkan helm milik Yuna tanpa satu kata pun terucap. Yuna tidak ambil hati, itu sudah biasa.





























Baru setengah perjalanan, kepala Yuna rasanya mau pecah. Tanpa izin terlebih dahulu Yuna memeluk Ian dari belakang dan menyandarkan kepala di punggungnya.

Kali ini Ian membiarkan Yuna memeluknya, ia teringat ucapan Changbin. Takutnya Yuna pingsan di tengah jalan. Apalagi melihat wajah Yuna yang pucat pasi.

"Kak Ian!" Panggil Yuna lirih. Tapi masih terdengar oleh Ian.

"Kenapa?"

"Aku gak kuat."

Ian menghentikan laju motornya.

Buru-buru Yuna turun dari motor menuju selokan yang ada di pinggir jalan. Ia mengeluarkan isi perutnya.

Hal ini cukup membuat Ian panik. Ia ikut turun dari motor lalu menghampiri Yuna. Memberi bantuan dengan memijat tengkuknya agar muntahnya segera berakhir.

Setelah selesai, Ian menuntun Yuna kembali pada motor mereka.








































Setelah minum obat dan beristirahat keadaannya lebih baik. Pusingnya mulai hilang hanya masih sedikit demam.

Cukup lama Yuna tidur, membuat lehernya terasa pegal. Yuna menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Ia teringat kembali saat pulang sekolah tadi rasanya seperti mimpi berada di jok belakang sepeda motor sang crush, Ian. Sebenarnya bukan pertama kali, mungkin ini yang kedua kali. Tapi tetap saja rasanya seperti pertama kali. Ia jatuh cinta sejak pertemuan pertama mereka. Laki-laki itu begitu lucu di matanya. Tapi sayang, ia tidak mendapat balasan positif dari Ian.

RASA || SKZ × ITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang