"Bangunin gak ya udah sore?" Haje melihat Yeji di perpustakaan, kebetulan ia ingin meminjam buka berkenaan dengan tugas kuliahnya. Gadis itu sedang tidur dalam posisi duduk. Kepalanya ia taruh di atas meja dengan sebuah buku yang menutupi wajahnya. Sudah sepuluh menit berlalu Haje hanya diam memperhatikan sembari mempertimbangkan untuk membangunkannya atau tidak. Jarum jam menunjukan pukul empat sore, sebagian besar mahasiswa telah meninggalkan kampus. Di perpustakaan pun hanya tinggal segelintir orang.
Akhirnya, Haje memutuskan untuk menghampiri Yeji dan membangunkannya. "Yeji, bangun ji! Udah sore." Ucap Haje lirih sembari menepuk pelan lengan Yeji.
Tak sulit membangunkan Yeji. Perlahan ia membuka matanya lalu menegakan kepalanya. Sedikit terkejut saat membuka mata, Haje yang ia lihat.
"Sorry Ji ganggu! Takutnya lo tidur kebablasan jadi gue bangunin, udah sore soalnya."
"Oh, makasih." Yeji melihat ke arah jam dinding, cukup lama ia tertidur. Sebenarnya ia sudah menyelesaikan mata kuliahnya sejak dua jam yang lalu, karena sedang hujan deras saat ia hendak pulang jadi ia memutuskan untuk menunggu hingga hujan reda di perpustakaan sembari membaca buku. Cuaca yang dingin ditambah tubuhnya yang lelah menggiringnya untuk tidur. Tidak menyangka ia akan tidur selama itu dalam posisi duduk pula, membuat beberapa bagian tubuhnya terasa nyeri dan pegal. Sebelum pergi, ia rapikan buku-buku yang ia pinjam terlebih dahulu dan ia juga butuh ke toilet.
Sementara itu dengan Haje, ia pergi lebih dulu meninggalkan Yeji.
Kok gak pergi-pergi sih? - Yeji.
Dari balik dinding Yeji bersembunyi mengamati Haje di parkiran. Laki-laki itu tengah berdiri di dekat sepeda motornya. Beberapa menit telah berlalu Haje masih enggan beranjak dari tempatnya, seperti sedang menunggu seseorang. Siapa?
Bukannya Yeji kepedean, tidak mungkin Haje menunggunya. Hanya saja ia akan sangat gugup jika harus berjalan melewati Haje. Ia juga bingung harus bagaimana jika Haje melihat ke arahnya nanti. Haruskah ia berjalan sembari menatap layar ponsel? Dengan begitu ia memiliki alasan tidak melihat keberadaan laki-laki itu. Atau mungkin melempar sedikit senyuman? Haje sudah baik membangunkannya. Tapi, tidakkah aneh jika ia tersenyum pada laki-laki itu?
Gue kenapa sih biasanya juga cuek? Bodo amatlah terserah nanti aja - Yeji.
Akhirnya, ia memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya. Ia harus segera pulang khawatir hujan akan turun kembali. Awan hitam masih menutupi langit, kemungkinan besar hujan akan turun kembali.
Baguslah Haje sedang menunduk memainkan ponselnya. Laki-laki itu pasti tidak akan menyadarinya.
"YEJI."
Kok manggil? - Yeji.
Yeji yang sudah beberapa langkah melewati Haje pun menghentikan langkahnya lalu membalikan tubuhnya menghadap Haje. "Iya?"
"Mmm...mau pulang bareng?"
"Makasih, tapi aku naik angkot aja." Sudah pasti Yeji menolak. Kenapa juga Haje menawarinya hal seperti itu? Harusnya Haje tahu ia akan menolak. Apa mungkin Haje sedang berusaha mendekatinya lagi? "Gue duluan." Yeji pun melangkah meninggalkan Haje.
"YEJI." Panggil Haje lagi. Ia melangkahkan kakinya mendekati Yeji. "Bisa gak kita temenan?" Tanya Haje sedikit ragu.
Ini sangat mengejutkan. Benarkah Haje ingin berteman dengannya? Ia tidak salah dengarkan?
Yeji tak langsung menjawab, berpikir sejenak, apa yang harus ia jawab? Pertanyaan sederhana tapi sulit untuk dijawab. "Bisa, kenapa nggak?" Jawab Yeji sedikit ragu. Rasanya terlalu kejam jika ia menolak. Mari kita lihat kedepannya, Haje benar ingin berteman dengannya atau memiliki tujuan tertentu? Tapi apa mereka bisa berteman?
"Makasih." Ucap Haje sembari tersenyum, akan sangat menyakitkan jika mendapat penolakan. Permintaan berteman tersebut benar-benar terlintas begitu saja di otaknya, sebelumnya tidak terpikirkan sama sekali. Ia masih berharap suatu hari nanti Yeji membalas perasaan. Hari ini Yeji memang kekasihnya Jeno tapi tidak tahu besok, bisa saja mereka tiba-tiba putus. Berteman, sepertinya itu tidak buruk. Banyak hal yang terjadi berawal dari pertemanan.
"Kenapa lo pengen temenan sama gue?"
"Gak kenapa-kenapa sih, cuma agak gak nyaman aja kalo kita gak deket kayak temen-temen yang lain. Tapi lo jangan salah paham! Gue gak ada maksud lain kok."
Yeji mengerti maksud Haje. Ia juga merasa tidak nyaman saat berada diperkumpulan bersama teman-teman kos yang lain karena hubungan mereka yang tidak baik. Pada akhirnya mereka akan menghindari perkumpulan tersebut.
ZRAASSH...
Hujan kembali turun. Haje dan Yeji pun bergegas berlindung di bawah kanopi yang ada di parkiran. Terpaksa mereka harus menunggu hingga hujan reda. Sebenarnya Haje membawa jas hujan bisa saja ia langsung pulang menembus hujan. Tapi bagaimana dengan Yeji? Tidak mungkin ia meninggalkannya.
Kalo gue ajak lagi, Yeji mau gak ya pulang sama gue? Kitakan sekarang udah temenan, harusnya mau dong pulang bareng teman. Gapapa deh gue kehujanan, jas hujannya biar Yeji aja yang pake - Haje.
"Ji."
"Hm?"
"Gue bawa..." Ucapan Haje terpotong karena ponsel Yeji berdering. Rasa cemburu pun datang menghampiri karena Jeno yang sedang menghubungi Yeji. Ia urungkan niatnya karena laki-laki itu akan menjemput Yeji.
Rumah sakit
Chaery gugup jika hanya berdua dengan Han. Kedua orangtuanya sedang pergi sebentar hingga akhirnya Han datang. Selama empat hari di rumah sakit, Han tidak pernah absen menjenguknya. Bersyukur besok ia diperbolehkan untuk pulang.
"Lo gimana sama kak Chaeyeon? Masih gak nyerahkan?"
Perasaan Han untuk Chaeyeon belum berubah sedikit pun. Han masih ingin berusaha tapi sepertinya ia tidak bisa melakukannya. Chaery menyukainya, bukankah ia sangat jahat jika masih terus berusaha mendapatkan Chaeyeon? Pasti akan sangat menyakiti Chaery. "Kayaknya gue harus nyerah deh."
"Kenapa? Karena gue?"
"Nggak, kenapa karena lo? Tapi karena Chaeyeon suka sama orang lain."
"Kak Chaeyeon udah ceritakan kalo gue suka sama lo?"
"....." Han tidak tahu kalau Chaery sudah tahu apa yang dikatakan Chaeyeon padanya.
"Gue gapapa kok, jangan pikirin gue? Lo udah lama suka sama kak Chaeyeon jadi lo jangan nyerah gitu aja."
"Chaer, gue gak mungkin bahagia sama Chaeyeon karena di waktu yang bersamaan gue nyakitin lo."
"Lo salah. Gue bahagia kalo lo bahagia." Sekuat tenaga Chaery menahan agar air matanya tidak keluar. Ia yakin akan bahagia jika melihat Han bahagia karena bisa bersama dengan orang yang dicintainya meski mungkin ia tidak akan baik-baik saja. Tapi itu jauh lebih baik jika dibandingkan harus menjadi penghalang cinta seseorang, ia pasti akan merasa sangat buruk.
"Kayaknya lo juga salah nilai gue. Cinta gue ke Chaeyeon gak lebih besar sama sayang gue sama lo."
"Maaf, gue udah suka sama lo." Chaery tidak bisa lagi menahan air matanya.
Hanjis pun memeluk Chaery yang banjir air mata. "Lo gak perlu minta maaf! Lo berhak suka sama siapa aja dan lo jangan merasa bersalah karena keputusan gue. Ini murni keputusan gue. Lagian gue gak sesedih itu kok gak bisa Chaeyeon. Gue malah lebih sedih kalo liat lo sedih." Han berusaha menenangkan Chaery. Ini yang terbaik buat semuanya.
Tanpa Han dan Chaery ketahui, ada Chaeyeon yang mendengar percakapan mereka. Ia terharu mendengarnya. Ia harap suatu hari nanti mereka bisa bersatu. Sepertinya ia harus menunggu untuk masuk, ini bukan waktu yang tepat. Ia pun memutuskan untuk pergi sebentar.
Tbc.
Huhu...pas nulis bagian Han-chaer mataku berkaca-kaca. Lupa, sebelumnya pernah gini atau nggak.
Buat Haje:
"Yang sabar ya! Ini ujian."
😔

KAMU SEDANG MEMBACA
RASA || SKZ × ITZY
Hayran Kurgu"Heh,lo bayarin ongkos gue?" "Iya sayang,anggep aja aku lagi belajar buat nafkahin kamu." Huekkk... "Iiiih,nih gue ganti!!!" Yeji meraih tangan Haje lalu diletakkanlah satu lembar uang dua ribu dan dua koin uang lima ratus diatas telapak tangan Haje...