Citt
"Tidak apa-apa, tenanglah."
Brakk
"Kakak."
......
"Jika ada kesempatan untukku dilahirkan kembali, aku ingin terlahir dari keluarga Hwang."
Seorang gadis semakin mengeratkan pakaian hangatnya kala hawa dingin mulai menusuk tubuhnya. Musim salju yang kembali menghampirinya. Dingin, sama seperti sikapnya yang berubah dua tahun belakangan ini.
Menjadi lulusan terbaik mahasiswi psikolog, tak menjadikannya seperti apa yang ia pelajari di bangku kuliah. Hwang Jisoo, memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di negara tempat ia dan keluarganya menetap. Bukan lagi jurusan psikolog, melainkan ia mengambil jurusan kedokteran.
Mungkin terlihat seperti mengulang pendidikan kembali. Apa tidak buang-buang waktu jika ia sendiri sudah mendapat title dari pendidikan sebelumnya? Nyatanya tidak bagi Jisoo. Sebuah alasan membuatnya memilih jalan itu. Belajar dengan keras guna mampu lulus lebih cepat dari waktu yang di perkirakan. Profesi sebagai Dokter yang saat ini sedang ia kejar.
Keluarga Hwang, menjalani aktivitas seperti hari-hari biasa. Sibuk dengan kegiatan masing-masing tapi tak lupa menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Keluarga yang terbilang harmonis. Meski sedikit perubahan sikap dari salah satu gadis Hwang.
......
"Mom."
Mengusap air mata yang kembali jatuh. Mendengar salah satu putrinya memanggilnya.
"Mommy menangis lagi."
Putri kedua keluarga Kim, lagi-lagi ia melihat air mata jatuh dari pelupuk mata Ibunya. Baralih menatap bingkai foto di tangan Ibunya. Foto yang menampilkan senyum manis seorang gadis yang begitu mereka rindukan.
"Aku akan berkunjung dengan Kak Seulgi."
Wanita empat anak itu hanya mengangguk.
"Jangan lupa ganti bunganya dengan yang baru."
Gadis yang biasa di sapa Wendy itu mengangguk. Tangannya terulur mengusap punggung tangan sang Ibu. Guna sedikit memberi ketenangan untuk Ibunya.
.....
Tangisan histeris memenuhi koridor rumah sakit. Mendengar pernyataan Dokter yang begitu mengejutkan siapapun yang mendengarnya. Suho mendekap Irene yang menangis histeris. Bahkan pria empat anak itu juga ikut menangis sesegukan. Wendy jatuh terduduk di kursi depan ruang operasi. Menutup wajahnya dengan kedua tangan. Gadis itu menangis keras.
Masih mengenakan piyama rumah sakit. Gadis yang baru saja sadar dari tidur panjangnya. Perban coklat masih menghiasi kepalanya. Nama pertama yang ia sebut ketika membuka mata. Hingga kenyataan yang begitu menyakiti hatinya. Gadis itu bahkan tidak tau harus berbuat apa. Hanya menatap kosong ke depan. Membayangkan hari-hari yang akan ia mulai tanpa sang adik di sampingnya.
"Kita harus kuat. Yerim akan sedih melihatnya."
Mengusap lembut punggung tangan sang kakak. Joy terduduk untuk menyetarakan tingginya dengan sang kakak yang duduk di atas kursi roda.
Bohong jika gadis dengan postur tubuh tinggi itu tidak hancur seperti kakaknya. Bahkan ia lebih hancur dengan melihat sang kakak yang hanya diam sejak sadar.
"Terakhir dia bersamaku. Kami baik-baik saja."
Suara Seulgi akhirnya terdengar setelah beberapa hari ia hanya diam.
"Dia bertanya mengapa aku bersikap dingin padanya."
Tatapannya lurus ke depan. Kata-kata itu mengalir begitu saja dari bibirnya. Kejadian itu begitu meninggalkan penyesalan mendalam bagi Seulgi.
"Aku sudah menyia-nyiakannya, aku menyakitinya, aku yang menyebabkan kecelakaan itu Sooyoung."
Kembali Joy mendengar kalimat dari sang kakak yang menyalahkan dirinya sendiri. Joy menggelengkan kepalanya, menangkupkan kedua tangannya di wajah sang kakak.
"Takdir. Jangan menyalahkan dirimu seperti ini."
Dan Joy hanya terus berusaha menenangkan kakaknya yang terus saja menyalahkan diri perihal kecelakaan itu.
.
.
.
.
.
.
.Comeback.,,
Konflik yang semakin rumit.,Sequel PROMISE.,
Jangan lupa baca yang season 1.,,
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE 2
Fanfiction"Inikah caramu menghukum ku?Jika iya, kau benar-benar berhasil melakukannya." "Mengapa kau tak mengatakannya dari awal!" "Satu kali pun kau tak pernah memberiku kesempatan untuk mengatakannya!" "Jika kau dengar ini, kembalilah. Hanya kau yang bisa m...