Part 14

108 22 13
                                    

Namgyeong, 982

SuA merasa bersalah pada Singnie karena terus-terusan menolaknya. Hari itu bukanlah pertama kalinya. Apakah secara langsung atau tidak langsung. Berbagai macam cara telah dilakukan Singnie untuk memintanya menikah dan ia selalu saja mencari alasan untuk mengulur waktu.

Sayangnya rasa bersalah itu tidak serta merta membuat ia bersedia menikah. Sepuluh tahun tidak cukup baginya untuk berubah pikiran. Ia masih saja merasa takut. Bayangan saat-saat terakhir ayahnya semakin sering terlintas bahkan ketika ia melakukan hal yang tidak ada hubungannya selama sekali. Ia tidak tahu sampai kapan rasa takut itu akan menghantuinya. Ia tidak tahu berapa lama lagi ia akan memaksa Singnie untuk menunggunya.

Setidaknya ia menuruti segala keinginan siluman itu kecuali pernikahan. Padahal yang membuat kesalahan adalah Singnie, namun yang dimanja setelah kejadian tersebut juga siluman itu.

Seperti suatu waktu ketika Singnie mengatakan bahwa ia ingin menghajar seorang bangsawan mesum, lalu SuA langsung mendatangi rumah bangsawan itu di malam buta dan memantrai pria itu hingga lumpuh dan sekujur tubuhnya muncul kudis yang berbau busuk. Atau di hari lain ketika bulan purnama bersinar terang, Singnie mengirim surat cinta melalui orang suruhannya yang berisi ia sangat merindukan SuA. Detik itu juga SuA mengemas barang-barangnya untuk menginap di tempat sang hakim. Penyihir itu baru kembali di pagi buta ketika tak ada yang melihat. Ia menuruti segala keinginan serigala itu baik yang diminta secara langsung, atau tidak.

Bahkan kejadian sehari-hari yang begitu sepele mampu membuat orang yang melihatnya geram karena semakin merosotnya moral dan etika yang selalu diagung-agungkan SuA dalam konfusiusnya. Maksudnya orang itu adalah Handong. Tak ada yang peduli dengan dua orang itu kecuali Handong.

Seperti malam itu ketika Signie tidak mau pulang dengan alasan tidak berani pulang sendiri karena hutan yang begitu gelap di malam hari padahal sebelumnya ia tinggal dan hidup di hutan. Tentu saja SuA tahu akal bulus Singnie yang mengatakan takut sebagai alasan agar tidak perlu pulang. Tapi seperti yang bisa diduga oleh semua orang, terutama Handong, SuA menyarankan Singnie untuk menginap.

Tentu saja Handong tak bisa tinggal diam. Setelah malam sebelumnya SuA menginap di rumah Singnie, ia tidak akan membiarkan mereka berdua-duaan lagi malam ini. Jika dibiarkan, itu akan menjadi contoh buruk bagi generasi setelah mereka.

Padahal Handong hanya cemburu.

Itu benar bahwa Handong cemburu melihat SuA dan Signie baik-baik saja setelah bertengkar hebat. Padahal ia selalu berdoa setiap hari agar hubungan keduanya berakhir. Jika SuA tidak bisa ia miliki, ia juga tidak rela penyihir itu dimiliki orang lain. Ia masih bertekad untuk memisahkan SuA dan Singnie.

"Jadi, kapan kau akan kembali ke kamarmu?" Tanya Singnie tajam pada Handong yang masih tak bergerak dari kamar SuA padahal malam sudah begitu larut.

"Nanti," Handong tak peduli dan membalik halaman buku yang sedang dibacanya. Sebelah tangannya mengambil manisan kolang-kaling dengan sirup marjan yang ada di atas meja dan memakannya. "Ketika kau sudah kembali ke rumahmu."

Singnie menghela nafas sambil menatap SuA meminta bantuan. Ia tidak pernah menang adu mulut melawan Handong. Gadis itu selalu membalikkan segala hal padanya hingga justru dirinya yang tersudut.

SuA menyentuh lutut Singnie. "Jangan pedulikan dia."

Bagi SuA Handong bukan hanya sekadar adik perempuan, melainkan juga penyihir pertama hasil didikannya. Dan bagi seorang penyihir, itu adalah ikatan yang jauh lebih kuat dibandingkan saudara kandung sekalipun. SuA memang menuruti segala permintaan Singnie, namun tetap ia tidak akan pernah bersikap keras pada Handong. Jadi, ketika Handong tetap berada disana larut malam begini karena Singnie ingin menginap, ia hanya membiarkannya saja.

The Last WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang