Namgyeong, 982
Beberapa hari telah berlalu, namun Singnie tak kunjung kembali. SuA mulai gelisah karena tidak mungkin rasanya Singnie memerlukan waktu selama ini untuk menghadapi puluhan orang saja. Pasti terjadi sesuatu di luar sana. Apakah ia tertangkap? Atau mungkin terluka.
SuA tidak bisa duduk diam. Ia memutuskan untuk pergi ke Namgyeong untuk mencari tahu apa yang terjadi. Ia tidak pergi sendiri. Handong dan Tadashi juga ikut bersamanya. Dan ketiganya memakai penyamaran rahib agar tidak dicurigai.
Mereka baru melewati jalan tanah yang melintasi kota sementara pusat kota masih beberapa menit lagi jika berjalan kaki ketika mereka menemukan Singnie yang kebingungan mengendus sesuatu di udara kosong. Ia membawa seseorang bersamanya. Itu adalah Tuan Park yang tubuhnya diikat dengan tali dan tampaknya nyaris mati karena dipukuli dan juga kelelahan.
"Singnie-ah!" SuA memanggilnya dan langsung berlari menghambur ke pelukan gadis siluman itu.
"SuA!" Singnie tampak benar-benar kaget melihat SuA ada disana. Sekaligus ada kelegaan dalam wajahnya yang tadi terlihat putus asa.
"Kau kemana saja?" SuA melepas pelukannya untuk melihat keadaan Singnie. Ia baik-baik saja kecuali terlihat agak kumal.
Bibir gadis siluman itu melengkung ke bawah. Ia sudah bersiap untuk menangis, namun menahannya sebisa mungkin. "Aku tidak bisa menemukanmu!"
SuA memeluknya lagi untuk menenangkannya. Gadis siluman itu bukanlah seseorang yang rapuh dan mudah menangis seperti ini. Ia pasti benar-benar putus asa hingga tak ada yang bisa ia lakukan selain menangis.
"Bodoh!" Celetuk Handong di belakang punggung SuA. "Kau membawa manusia bersamamu, tentu saja kau tidak bisa menemukan kami."
"Mwo?" Singnie melepaskan SuA, kemudian menatap sinis Tuan Park yang sejak awal sudah ketakutan. "Karena orang ini?"
"Aku meminta tempat ini dipasangi perisai agar manusia tidak bisa masuk dan menemukan kita. Tapi, malah kau yang tidak bisa menemukannya." SuA menjelaskan.
"Karena itu aku menyebutnya bodoh!" Sahut Handong.
"Aish!" Singnie mendatangi Handong kemudian memeluknya. "Aku juga merindukanmu, bodoh!"
"Aku tidak pernah bilang begitu," Handong membiarkan Singnie melakukannya. Ia tidak tega untuk menolak setelah melihat seberapa jauh kedua ujung bibir Singnie turun karena menahan air mata.
"Bagaimana lukamu? Apa masih sakit?" Tanya Singnie tanpa melepaskan pelukannya. Ia bahkan memeluk Handong lebih lama dibandingkan memeluk SuA.
"Ehm, sudah lebih baik," Handong menjawab canggung. Meski sempat tak sadarkan diri, ia masih memiliki ingatan samar bagaimana Singnie yang datang tepat pada waktunya untuk menyelamatkan mereka.
Tadashi dengan inisiatif sendiri mengambil alih tali yang dipegang Singnie untuk menyeret Tuan Park.
"Apa gunanya membawa yang seperti ini?" Ujar pria itu.
"Karena aku belum puas menghajarnya!" Singnie akan memberikan pukulan pada Tuan Park, namun SuA menghentikannya.
"Dia tidak salah apapun. Tidak perlu memukulnya," diluar dugaan, SuA justru membela orang itu. Baginya, selagi ia tidak kehilangan apapun maka tidak masalah. Singnie sudah kembali dan Handong juga sudah sembuh dari lukanya. Kecuali mereka harus bersembunyi mulai saat ini untuk menghindari prajurit, tak ada yang berubah.
"Agassi!" Handong saja tidak rela. Karena Singnie ditahan oleh SuA, ia menggantikan gadis siluman itu memukul kepala Tuan Park. "Dia pantas diberi pelajaran karena dia tukang mengadu."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Wolf
أدب الهواة"Saat panah cinta terlanjur mengenaimu, maka kau akan mati!" "Mana yang lebih menarik antara hewan berkaki empat atau Putri Yuan dengan segala keanggunannya?" "Tidakkah kau merasa bahwa dirimu menyedihkan ketika mengejar ranting yang dilempar oleh a...