Part 29

140 20 41
                                    

Seoul, 2020

Si Yeon berdiri di depan rumah besar itu. Ia tidak tahu mengapa langkahnya justru membawanya kembali ke tempat ini. Mungkin dirinya melamun di perjalanan sehingga tanpa sadar membawanya ke tempat dimana ia biasa pulang.

Rumah itu masih terlihat sama seperti saat terakhir ia melihatnya. Baiklah, itu baru beberapa hari. Perubahan apa yang bisa terjadi dalam waktu yang begitu singkat. Namun, melihat tak ada yang berubah membuat Si Yeon merindukan rumah itu. Merindukan para penghuninya. Merindukan SuA.

Percakapannya siang ini dengan Yoo Hyeon dan Yoo Bin membuatnya berpikir kembali. Bukan tentang SuA melainkan dirinya sendiri. Jikapun benar SuA telah memanipulasinya hingga membuatnya tergila-gila pada gadis itu, lalu apa yang berubah? Bahkan setelah ia pergi dari tempat itu, bahkan setelah ia memutuskan untuk meninggalkan SuA, hatinya tetap sama. Tidak hanya seperti ada yang kurang ketika tidak melihat SuA sebentar saja, ia merasa tercekik hingga nyaris mati. Berapapun kerasnya ia mengatakan pada diri sendiri bahwa semua yang ia rasakan itu palsu, mereka tetap tidak mau pergi. Apa yang ia rasakan pada SuA tetap ada. Ia begitu ingin melihat penyihir mengerikan itu lagi.

Bahkan jika memang itu adalah sebuah sihir jahat yang telah mempengaruhinya, lalu apa yang berubah? Ia tidak bisa menjalani hidup sama seperti sebelum ia bertemu dengan SuA. Nyatanya sihir jahat itu telah banyak mengubahnya. Apa yang ia pikirkan, apa yang ia lakukan, tidak bisa lepas dari satu nama. SuA.

Dan meskipun itu adalah sesuatu yang benar-benar jahat, lalu apa yang berubah? Ia sudah terlanjur dimanipulasi. Ia bahkan tidak bisa membenci dengan sepenuh hati meski ribuan kali mengulang dalam kepalanya bahwa SuA telah memanipulasinya. Ia bahkan kembali ke tempat ini lagi. Tempat yang harusnya menakutkan baginya.

Ketika tidak ada yang berubah, maka ia tahu apa yang paling penting baginya kini. Bukan tentang ketakutan yang menghantui kepalanya melainkan kerinduan yang tersimpan jauh di dalam hatinya. Ia bisa menganggap ini layaknya bungee jumping. Melakukan apa yang ia sukai dan mengabaikan rasa takut.

Ia mungkin datang ke tempat itu atas dasar ketidak sengajaan. Namun, ia benar-benar sadar ketika ia melangkahkan kedua kakinya melewati pekarangan yang biasa ia lalui. Ia memang pengecut dan mungkin akan melarikan diri lagi setelah melihat SuA. Akan tetapi, semakin dekat langkahnya menuju pintu masuk, bayangan tentang dirinya sendiri semakin memudar. Yang tersisa hanya seperti apa kekecewaan yang telah ia berikan pada SuA. Apa yang ia rasakan bisa saja tidak nyata. Lalu bagaimana dengan SuA? Ia merasa benar-benar berengsek karena baru memikirkannya sekarang.

Bagaimana SuA menatapnya saat terakhir kali di rumah sakit, ketika ia pergi meninggalkannya, itu adalah tatapan yang mampu meremukkan hati. Hanya karena rasa takutnya lebih besar, ia mengabaikan itu semua. Ia hanya pergi begitu saja.

"Eomma!" Itu adalah Ga Hyeon yang membukakan pintu untuknya. Gadis itu berteriak histeris karena senang, dan langsung memeluknya. "Aku tahu eomma akan kembali!"

Itu benar bahwa Ga Hyeon mengetahui kedatangannya. Gadis itu bahkan membuka pintu lebih dulu sebelum Si Yeon sempat mengetuknya.

Eomma, kini panggilan itu menjadi beban berat bagi Si Yeon. Sesuatu yang hanya dianggapnya sekadar lelucon, kini mungkin saja adalah kebenaran. Ia mampu melihat dirinya dalam diri Ga Hyeon, tentang seberapa mirip mereka. Maksudnya bukan Ga Hyeon yang juga pengecut, melainkan kemiripan lain yang baru ia sadari. Bagaimana mungkin ia menjadi orangtua di usia seperti ini? Apalagi untuk seorang anak yang nyaris seumuran dengannya?

Si Yeon hanya berdiri mematung disana sambil mengepalkan tangannya yang gemetar. Bahkan Ga Hyeon juga membuatnya takut. Ia mencoba mengatur nafasnya. Memikirkan bahwa tak ada yang akan menyakitinya disini. Ga Hyeon tidak akan menyakitinya. Begitu juga SuA. Ia tidak perlu takut atas apapun di tempat ini.

The Last WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang