Part 22

135 23 15
                                    

Hanseong, 1301

"Apa dia akan baik-baik saja?" Singnie tak bisa berhenti gelisah semenjak kepergian Handong ke Kaeseong. Ia terus menatap dari jendela kamarnya dengan ekspresi khawatir. "Apa dia membawa pelindung hujan bersamanya? Mungkin saja tiba-tiba turun hujan ketika ia sedang dalam perjalanan."

Itu tampak tak biasa bagi SuA. Karena apa yang terlihat selama ini adalah hubungan antara Singnie dan Handong justru seperti kucing dan anjing. Melihat Singnie yang mengkhawatirkan gadis itu malah terasa aneh.

Bahkan SuA saja tidak begitu khawatir dengan kepergian Handong. Toh gadis itu tidak sendirian. Ia bersama Tadashi, orang yang telah dipercaya SuA seumur hidupnya. Ia yakin Handong bisa menjaga dirinya sendiri. Dan ia juga yakin Tadashi lebih dari sekadar mampu untuk menjaga Handong. Perjalanan ke Kaeseong bukanlah sesuatu yang berat bagi pria itu. Tadashi bahkan pernah melintasi benua dan samudra sendirian. Pria itu bukan penyihir sembarangan.

Nyatanya Singnie bukanlah orang yang jahat. Begitu juga Handong. Hanya karena mereka menyukai orang yang sama, yaitu SuA, keadaan menjadi tidak terkendali. Seandainya situasinya tidak seperti itu, mereka mungkin sangat akrab karena memiliki kecocokan di berbagai macam hal. Salah satunya, mulut yang sama-sama tajam.

Tuan Park yang juga ada disana untuk memperbaiki plafond yang copot karena Singnie terlalu lincah, menanggapi keluhan Singnie tersebut. "Harusnya anda memintaku untuk menemaninya karena aku ragu Tadashi bisa menjaganya."

"Ck," cibir SuA. Meskipun penyihir, selama ini Tuan Park lebih loyal kepada Singnie dibanding dirinya. Itu yang membuat SuA tidak begitu menyukai pria itu. Jika SuA memiliki Tadashi, maka Singnie memiliki Tuan Park sebagai tangan kanannya.

Sebenarnya apa yang dikatakan Tuan Park bukanlah tidak beralasan. Tadashi mungkin memiliki pengalaman yang banyak serta nama besar yang dikenal dikalangan penyihir. Namun, ketika melakukan duel, Tuan Park lebih unggul. Ya, mereka pernah melakukan duel dulu dalam perayaan tahun baru, dan Tuan Park menang telak atas Tadashi. Tidak ada yang tahu apakah karena Tuan Park telah melakukan kelicikan karena memang pria itu sangat licik, atau justru karena ia sangat berbakat.

Dan Tadashi adalah penyihir yang rendah hati. Ia mengakui kekalahannya, berbanding terbalik dengan Tuan Park yang selalu menggembar-gemborkan hingga membuat telinga sakit tentang bagaimana ia menang dari Tadashi. Bahkan memandang rendah pria itu sejak kejadian hari perayaan. Untung saja Tadashi yang baik hati mampu menanggapinya dengan sikap dewasa dan tidak membalas Tuan Park yang menyebalkan itu.

"Ah!" Singnie berseru ketika mengingat sesuatu. "Bagaimana ia tidur di perjalanan nanti? Kulitnya sangat sensitif. Ia tidak akan bisa tidur di sembarang tempat."

"Bagaimana kau tahu kulitnya sensitif?" SuA dibuat takjub oleh pengetahuan Singnie yang tidak pernah diketahuinya. "Aku saja tidak tahu."

"Itu karena kau tidak perhatian!" Sindir Singnie.

"Ya! Kau!" SuA melemparnya dengan binyeo dari kepalanya yang langsung ditangkap Singnie dengan mudah karena sudah terbiasa. "Aku juga perhatian padanya, kecuali aku tidak memperhatikan hal-hal mesum sepertimu!"

"Bukankah justru kau yang berpikiran mesum?" Singnie memutar binyeo SuA diantara jemarinya. "Saat aku menyebut kulit sensitif, kau malah berpikir itu mesum. Saat aku menyebut gyeobang, yang terpikir olehku adalah makgeolli sementara kau hanya memikirkan gisaeng. Menurutmu siapa yang berpikiran mesum?"

"Kau!" SuA menggeram.

"Bagaimana menurutmu, ahjussi?" Singnie meminta pendapat Tuan Park. Setidaknya ia kini memperlakukan pria yang wujudnya lebih tua darinya itu dengan hormat. Ia tak lagi memanggilnya dengan 'ya' atau 'hoi'.

The Last WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang