Part 24

113 20 21
                                    

Hanseong, 1301

Singnie telah pergi pagi-pagi sekali bersama Tuan Park ke Hanseong siapa tahu ada yang mengetahui perihal kekacauan di Kaeseong. Apalagi keluarga Jung bukan keluarga sembarangan dikalangan manusia. Mereka memiliki pengaruh, jabatan, dan juga kekayaan. Dan mereka juga termasuk keluarga besar penyihir dari tiga negara. Ini adalah kehilangan besar bagi ras penyihir.

SuA sedang menantikan kedatangan Singnie membawa kabar tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ia tahu bahwa siluman itu baru saja pergi. Namun, ia terus saja gelisah. Para penyihir memiliki ikatan yang kuat. Terlebih ia cukup dekat dengan anggota keluarga Jung. Walau tidak mugkin, ia berharap Singnie akan membawa kabar bahwa mereka selamat. Atau setidaknya ada yang selamat.

Terdengar suara ketukan di gerbang depan saat SuA masih sibuk mondar-mandir di selasar. Ia berhenti ketika berpikir bahwa itu Singnie yang telah kembali. Tapi, ketika pelayan membuka pintu, seorang pria asing muncul.

Itu benar-benar seorang pria asing. Ini pertama kali SuA melihat manusia dengan wujud seperti itu di sepanjang hidupnya. Tubuhnya yang tinggi besar berbalut pakaian dengan gaya yang unik. Rambut beserta janggutnya berwarna kuning pucat dan matanya biru, serta kulitnya nyaris kemerahan.

SuA menatap seorang pelayan pria yang sedang duduk-duduk di selasar sambil mengorek kutil di kakinya. "Bukankah pelindungnya sudah dipasang?"

"Kurasa," Pelayan itu juga tampak tidak yakin. "Gongju-nim, Tadashi, dan Tuan Park yang melakukannya pagi-pagi sekali sebelum Tuan Park pergi ke kota."

"Dimana Handong dan Tadashi?" Tanya SuA lagi.

Pelayan itu melihat sekeliling, "Aku belum melihat mereka sejak tadi."

"Cepat cari, dan bawa mereka kemari!" Perintah SuA.

Pelayan itu patuh dan berhenti mengurusi kutilnya dan segera melaksanakan apa yang diperintahkan oleh SuA. Ia turun dari selasar, kemudian memakai sepatunya dan langsung berlari untuk mencari Handong ataupun Tadashi.

"Permisi," Pria asing itu tampak kebingungan di depan pintu sambil melihat ke dalam rumah. Ia bisa menggunakan bahasa goryeo meski dialeknya terdengar sedikit aneh. "Boleh aku minta air? Aku tersesat dan kehabisan air."

"Masuklah!" Perintah SuA pada pria itu. Ia tidak bisa langsung mengusir dan bersikap kasar sementara tamu yang datang ke rumahnya masih bersikap sopan dan tidak melakukan apapun yang berbahaya. SuA kemudian memerintahkan pelayannya yang tadi membukakan pintu. "Berikan air untuk orang ini. Dan juga bungkuskan sedikit makanan."

"Tidak usah repot-repot, air saja." Ujar Pria itu sambil berjalan mendekati SuA di selasar. Ia hanya berdiri canggung menengadah menatap SuA yang berada di atas. "Aku baru tahu orang Goryeo suka membuat rumah besar di tengah hutan."

"Duduklah!" Pinta SuA untuk beramah-tamah dengan tamu asingnya. "Aku mohon maaf karena tidak bisa membawamu masuk karena suamiku sedang tidak berada di rumah."

SuA berbohong dan menjadikan adat istiadat sebagai alasan. Setelah mendengar apa yang terjadi pada keluarga Jung, ia merasa harus berhati-hati pada orang asing. Penyihir tidak pernah menyakiti manusia. Sebaliknya, justru manusialah yang menghabisi penyihir. Singnie benar. Mereka tidak bisa dianggap remeh.

"Anda tidak usah repot-repot Agassi," Pria itu bahkan menolak untuk duduk. Ia lebih suka berdiri di tengah halaman seperti itu. Ia melihat memperhatikan sekitar sambil mengangguk-angguk. "Aku hanya meminta air saja. Setelah itu aku akan langsung pergi karena masih harus menempuh perjalanan yang panjang."

"Bukankah kau tersesat?" Tanya SuA curiga. Bagaimana caranya orang yang tersesat melanjutkan perjalanan.

Pria itu tertawa. "Aku adalah pengembara. Bagiku, tersesat adalah bagian dari petualangan. Kita tidak pernah tahu apa yang ada di balik jalan buntu 'kan? Kau bisa menemukan tahi di keramaian. Namun emas dan perak hanya ada di tempat yang tak terduga."

The Last WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang