Namgyeong, 972
Bukan. Itu bukanlah mayat. Benda yang sangat mirip dengan manusia itu menggeliat, lalu beringsut menjauhi keduanya. Tidak begitu jelas karena senja mulai muncul dan benda tersebut terlalu dipenuhi lumpur hingga sulit dikenali. Terlebih disaat senja begini adalah waktu yang paling disukai makhluk-makhluk kegelapan untuk keluar.
Contoh yang paling sering muncul di daerah sekitar tempat itu adalah Kappa. Makhluk yang datang dari timur, dewa air yang terkadang bermain terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Bentuknya jelek, dan beberapa manusia yang tak sengaja berpapasan akan menganggapnya menyeramkan dan melarikan diri. Padahal Kappa tidak jahat. Hanya jelek.
Namun, makhluk yang sedang merayap itu tampak lebih besar dari Kappa ketika mereka semakin mendekat. Dan ada suara erangan menyedihkan yang terdengar darinya.
"Itu manusia!" Ujar SuA.
Singnie melompat turun dari kudanya, meninggalkan SuA tetap di atas karena ia merasa ada marabahaya di depan sana. Ia tidak ingin SuA ikut mendekati makhluk asing itu. Pengalaman berada di medan perang membuatnya memiliki intuisi terhadap bahaya. Penciumannya mendeteksi bahwa makhluk di depan itu berasal dari daerah yang jauh di barat. Daerah yang asing baginya.
"Hati-hati!" Ujar Sua. Ia patuh meski Singnie tak mengatakan agar ia tinggal.
Singnie mengangguk sambil mencabut pedangnya. Kemudian ia melangkah hati-hati menuju makhluk asing itu.
Itu adalah seorang gadis. Secara kasat mata tampak seperti gadis muda berusia belasan. Seluruh pakaiannya tak dapat dikenali lagi akibat banyaknya lumpur yang memenuhinya.
"Kau manusia?" Tanya Singnie sambil mengacungkan pedangnya. Hanya untuk meyakinkan lagi bahwa itu bukan hantu yang menyamar.
Benda itu menggeliat aneh menengadahkan kepalanya. Satu tangannya menggapai pedang Singnie, namun tampaknya terlalu lemah entah itu untuk menyerang atau membela diri.
"Manusia?" SuA ikut melompat turun mengetahui bahwa itu manusia dan bergabung dengan Singnie.
Ia tidak takut. Tadinya ia menunggu karena Singnie ingin begitu, bukan karena ia merasa takut pada makhluk asing. Toh ia bisa melindungi diri sendiri dengan sihirnya. Lagipula ini dekat dengan rumahnya. Manusia tidak cukup menakutkan sementara makhluk kegelapan tak akan berani melakukan sesuatu di daerah teritorinya.
"Kau terluka?" SuA berjongkok di dekat gadis itu.
Gadis itu hanya mengerang.
"SuA!" Singnie menyentuh bahu SuA kemudian menggeleng. "Dia mungkin berbahaya."
"Dia hanya manusia," jawab SuA.
"Karena dia manusia," Singnie tak menurunkan pedangnya. Masih bersiaga siapa tahu makhluk itu tiba-tiba menyerang mereka. "Mereka adalah makhluk yang paling mengerikan."
SuA mengerti tentang trauma yang dialami Singnie. Meski telah mencoba dan berusaha untuk berbaur dan menjadi manusia, tetap saja kenangan buruk itu tak akan pernah bisa dihapus dari ingatannya.
"Aku akan melindungimu!" SuA tersenyum untuk membuat Singnie lebih tenang. "Tak akan ada yang bisa menyakitimu disini!"
Singnie tidak suka itu. Terkadang, manusia memang membuatnya takut. Akan tetapi ia benci ketika SuA harus melindunginya. Karena ia merasa dirinyalah yang seharusnya melindungi gadis itu.
"Engh!" Gadis menyedihkan itu mengerang. Sepasang matanya yang tidak tertutup lumpur menatap SuA dengan memelas. "Laa ... par!"
"Kau dengar itu?" Ujar SuA pada Singnie. "Dia hanya gadis yang kelaparan."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Wolf
Fanfiction"Saat panah cinta terlanjur mengenaimu, maka kau akan mati!" "Mana yang lebih menarik antara hewan berkaki empat atau Putri Yuan dengan segala keanggunannya?" "Tidakkah kau merasa bahwa dirimu menyedihkan ketika mengejar ranting yang dilempar oleh a...