Part 15

115 24 9
                                    

Namgyeong, 982

"Seperti yang kukatakan tadi, dia bersekutu dengan setan!"

Bisik-bisik mulai terdengar di tempat yang lebih jauh dimana pengaruh kegelapan yang dipancarkan SuA tidak mampu menjangkaunya. Sementara orang-orang yang berada di tempat lebih dekat tumbang di atas kedua lutut mereka dan mulai menangis begitu sedih. Seolah menangisi Handong yang kini berlumuran darah dengan sebilah pedang yang menembus tubuhnya.

Nyatanya itu bukan apa-apa. Gadis itu masih bisa berdiri tegak, dan menendang pria yang menikamnya hingga terpelanting. Itu tak terasa sebagai luka yang berarti setelah ia menerima segel kebangkitan dari SuA. Juga bukan karena segel itu memberinya kekuatan, melainkan karena rasa sakit tikaman itu tidak seberapa dibandingkan saat ia menerima segel tersebut.

"Handong-ah!" SuA melihat pedang yang masih menancap di bahu Handong dengan tatapan ngeri. Lebih ketika melihat Handong yang masih bisa menghajar orang yang menikamnya, karena itu bukanlah luka kecil. Ia tidak baik-baik saja meski terlihat begitu.

"Aku baik-baik saja, agassi!" Handong mencabut pedang itu darinya dan langsung menyesali tindakan itu karena darah mengalir banyak dari luka menganga di tubuhnya. Mendadak ia merasa limbung karena begitu banyak kehilangan darah. Ia tumbang ke arah SuA.

"Aku disini, kau akan baik-baik saja." SuA memeluk Handong dengan kesulitan karena tubuh kecilnya. Salah satu tangannya terulur ke luka Handong, mencoba menutup luka gadis itu.

Terdengar keributan dari kejauhan. Tiga pria lain datang melompati bangunan. Ternyata pria yang menikam Handong tidak datang sendiri. Melihat kegagalan rekan mereka, yang lain datang untuk menyelesaikan tugas itu. Mereka datang untuk menghabisi dua gadis itu.

SuA tahu siapa orang-orang itu. Hidup tenang jauh di puncak bukit tanpa terlibat politik tak serta-merta membuat tak ada seorangpun yang mengganggunya. Nama besar ayahnya, ditambah nama besar Namgyeong yang berkembang pesat selama sepuluh tahun terakhir di bawah kepemimpinan Singnie membuat banyak orang tidak menyukainya. Meski itu bukan salahnya, namun sejak bertahun-tahun yang lalu orang selalu mencari-cari kesalahannya. Bahkan semenjak ayahnya masih ada. Mereka akan disalahkan karena terlibat dengan istana. Mereka juga akan disalahkan karena tak ingin terlibat dengan istana. Itu terjadi karena mereka takut. Keluarga Kim telah ada disana dan dihormati bahkan sebelum Silla berjaya. Mereka kaya-raya, karena perdagangan dan lahan pertanian yang luas. Orang-orang istana itu, hanya tidak menyukainya.

SuA belum selesai dengan luka Handong ketika orang-orang itu tiba di dekatnya. Mereka tidak sempat kabur, karena itu ia hanya menarik Handong dan mencoba melindungi gadis itu ketika tiga pedang sekaligus diarahkan pada mereka.

Suara besi beradu terdengar ketika SuA telah merasa pasrah memejamkan matanya. Ia tidak bisa melakukan banyak hal sementara Handong menyandarkan seluruh tubunnya. Untuk menjaga agar mereka tetap tegak saja ia sudah kesulitan. Ia tidak memiliki waktu lagi untuk memikirkan mantra apapun. Terlebih yang ia lawan adalah tiga orang sekaligus.

SuA membuka matanya ketika tak satupun benda tajam yang menyentuh kulitnya. Itu adalah Singnie yang menangkis serangan orang-orang itu dengan pedangnya. Ia mendorong mundur mereka lalu menebasnya satu-satu. Dalam sekejap, bahkan sebelum SuA sempat menyadari apa yang terjadi, ketiga penyerang itu telah bergelimpangan di tanah.

"SuA!" Setelah memastikan seluruh musuhnya telah berhasil di lumpuhkan, Singnie berlari menghampiri SuA. "Kau terluka?"

SuA menggeleng. "Tapi Handong ...,"

Singnie memeriksa keadaan Handong. Lukanya masih disana karena SuA belum menyelesaikan mantranya dan darah terus mengucur deras dari bahu gadis itu. Membuat Handong tak sadarkan diri karena kehilangan banyak darah.

The Last WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang