Hanseong, 1301
SuA melangkah dengan hati-hati sambil membawa nampan berisi bubur yang baru saja dibuatnya. Pagi ini, Singnie tiba-tiba saja demam padahal gadis itu bahkan tidak pernah terkena flu ringan selama SuA mengenalnya. Tentu saja itu membuat SuA panik dan mulai berpikir yang tidak-tidak. Bagaimana jika ia akan kehilangan Singnie? Karena serigala itu semakin tua, lemah, dan mencapai batas waktunya.
Singnie adalah satu-satunya siluman yang dikenal SuA. Ia memang mengetahui siluman lain, namun ras mereka biasanya tertutup pada dunia luar. Bagaimana mereka lahir atau bagaimana mereka mati merupakan suatu misteri yang tak pernah mereka bagikan pada orang lain. Termasuk Singnie. Hal yang diketahui SuA tentang masa lalu Singnie hanyalah bahwa gadis itu dulu memiliki kawanan yang kemudian seluruhnya dihabisi oleh manusia.
Kamar Singnie begitu gelap ketika SuA tiba padahal ini sudah menjelang siang. Ia meraba tombol lampu di dinding dan terlambat menyadari bahwa mereka masih memakai lentera untuk penerangan. SuA melihat sekeliling mencoba membiasakan diri pada pencahayaan yang nyaris tidak ada. Ia menangkap ada semacam kain gelap yang dipasangi pada setiap dinding untuk mencegah cahaya matahari masuk. Siapa yang melakukannya? Bukankah Singnie sedang sakit?
"Singnie-ah!" SuA meletakkan nampan yang ia bawa di dekat pintu kemudian melangkah masuk lebih jauh untuk mencari keberadaan gadis siluman itu. Terakhir kali ia meninggalkannya, Singnie sedang menggigil di tempat tidur karena demam. Ia hanya mencoba mengingat jalan sambil berusaha untuk tidak menubruk sesuatu.
SuA mulai terbiasa dengan kegelapan di sana ketika ia menemukan siluet Singnie yang sedang duduk di atas kasurnya. Ia mendekat, namun belum bisa melihat dengan jelas.
"Mengapa gelap sekali?" Tanyanya.
"SuA!" Ia mendengar suara Singnie dan merasa lega karena itu terdengar seperti biasa. Siluman itu pasti sudah merasa lebih baik. "Kau bisa melihatku?"
"Mengapa kau menutup dindingnya?" SuA akan beranjak untuk membuaka tirai-tirai yang menghalangi cahaya itu ketika Singnie menahan tangannya.
"Kau tidak akan bisa melihatnya jika ada cahaya," ujar Singnie.
"Aku bahkan tidak bisa melihat apa-apa jika gelap begini!" Protes SuA.
"Dengarkan dulu!" Singnie berkata dengan sabar untuk menghadapi SuA yang selalu tidak sabaran. "Aku ingin memberikan sesuatu padamu, tapi kau tidak akan bisa melihatnya jika terang. Jadi, aku sengaja membuatnya gelap. Sebentar saja."
"Bukankah kau demam?" Tanya SuA curiga. Singnie sedang tidak pura-pura karena SuA tadi merasakan tubuh gadis itu panas sementara ia menggigil kedinginan.
"Agak menyakitkan memang saat mengambilnya. Tapi sekarang aku baik-baik saja," Singnie mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Itu seperti sebuah kotak kayu kecil. Namun, SuA tidak begitu yakin. Singnie meletakkan kotak itu di lantai, lalu mendorongnya mendekati SuA. "Untukmu!"
"Apa ini?" SuA mengambilnya dan langsung membuka kotak itu. Cahaya biru safir menyeruak dari dalam, menerangi kamar yang gelap gulita. Sumbernya dari bola kaca kecil seukuran cherry. Bentuknya benar-benar indah dengan guratan-guratan halus bergerak ditambah dengan cahaya yang memukau.
"Manik siluman," jawab Singnie. "Aku akan memberikannya padamu agar kau merasa lebih nyaman. Kau mungkin akan sulit percaya jika itu hanya kata-kata. Karena itu aku memberikannya padamu sebagai jaminan."
"Jaminan?" SuA masih bingung. Ia tidak mengerti maksudnya. Kamar yang gelap, manik siluman. Sebenarnya apa yang ingin Singnie sampaikan?
"Jaminan bahwa aku tidak akan meninggalkanmu," lanjut Singnie. "Manik siluman semacam jiwa bagi kami. Aku tidak mungkin meninggalkannya seperti aku meninggalkan jiwaku. Jadi, aku memberikannya padamu agar kau percaya bahwa aku tidak akan meninggalkanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Wolf
Fanfiction"Saat panah cinta terlanjur mengenaimu, maka kau akan mati!" "Mana yang lebih menarik antara hewan berkaki empat atau Putri Yuan dengan segala keanggunannya?" "Tidakkah kau merasa bahwa dirimu menyedihkan ketika mengejar ranting yang dilempar oleh a...