15. %

769 121 12
                                    

Happy Reading !!

Hinata mengikat rambutnya tinggi-tinggi, menampilkan senyum terbaiknya sebelum menyelesaikan rutinitas paginya.
Pintu kamarnya yang terbuka, menampilkan suster kepala yang masuk dengan menampilkan wajahnya yang berekspresi penuh makna, Hinata tidak tau bagaimana cara menjelaskannya.

Suster kepala berdiri di sampingnya, membantu Hinata membenarkan jaket jeans yang terbalik.
Senyum keibuan yang penuh pengertian, membuat Hinata harus berpikir keras mengenai apa yang akan terjadi setelah detik ini.
Saat Hinata pikir ia akan di pukul atau semacamnya, nyatanya suster kepala malah memeluknya, membuat Hinata terhenyak sejenak sebelum membalas pelukannya.

"Jangan sampai terluka, suster Elea." Katanya, menepuk punggung Hinata perlahan.

Mengangguk dengan senyum lebar yang mengembang di bibirnya.
Kehangatan yang membuat Hinata mengeratkan pelukannya secara terbata.
Perasaan melankolis yang muncul dengan tidak tau dirinya, Hinata selalu merasa lemah disaat seperti ini.

"Aku berjanji, suster kepala." Sahutnya dengan suara mantap.

Hinata tidak akan kalah dengan mudah, terlebih dengan banyaknya orang yang kini menantikan kedatangannya dengan selamat.
Keluarga tanpa hubungan darah seperti yang dimilikinya saat ini.

Suster kepala melepaskan kalung rosario yang dipakainya, memberikannya pada Hinata.
"Semoga Tuhan selalu melindungimu." Bisiknya, memasangkan kalung itu di leher Hinata.

Hinata merasa seperti mendapat jimat keberuntungan, jackpot besar yang akan dijaganya dengan senang hati.

"Terimakasih, suster kepala." Katanya dengan wajah tersenyum.

"Hmm.. pergilah dan cepat kembali."

Mengangguk, Hinata merasa semakin siap dengan apapun yang akan mereka hadapi nantinya.
Harapan hidupnya semakin tinggi saat ada seseorang yang menantikan kedatanganmu, menunggu agar kau pulang dengan selamat.
Hinata memiliki semua itu, keluarga yang selalu menantikannya, yang selalu menunggunya dengan sabar.
Untuk itu, Hinata tidak mau mati dan pulang sebagai mayat.
Bayangkan ada berapa banyak orang yang akan menangis, jika ia kembali dalam buntalan kain kafan.
Hinata tidak akan membiarkan orang lain membunuhnya begitu saja.

Melangkah keluar dengan kaki yang terasa ringan, ini perasaan yang sama seperti saat Hinata mendapat misi pertamanya.
Senyumnya yang mengembang, jantungmu yang berdetak terlalu kencang, dan kegugupan yang membuatmu bergetar.
Semua itu masih terasa sangat jelas, begitu jelas hingga Hinata merasa yakin bahwa ia tidak akan pernah melupakannya.
Hinata merasa seperti menjadi anak baru yang belum mengenal kerasnya dunia tempatnya bekerja, dimana ia berpijak disana dengan batu besar yang menghalangi jalannya.

Batu besar? Eyy, Hinata hanya perlu memecahnya, menjadikan serpihan kecil yang tidak akan menghalangi jalannya.
Tapi, batu besar yang ini bukan bagian mudah untuk di hancurkannya.
Batu besar yang berdiri di tikungan jalan, sambil menikmati es krim ditangannya.
Batu besar yang menjadi penghalang Hinata, dan batu besar itu mempunyai nama, Uchiha Sasuke.

Hinata mengerutkan kening dengan heran, "Apa yang dilakukan bedebah itu disini?" Tanyanya dalam bentuk gumaman.

"Woyy njing, ngapain lu disitu? Jadi begal?"

Hinata menyapa dengan suara paling ramah yang bisa dikatakannya, dimana Sasuke melambaikan tangan dengan ringan sebagai balasannya.
Nyengir lebar seperti kambing yang pamer gigi.
Lelaki itu aneh, seratus persen keturunan alien.

"Hanya ingin mengantar kepergian prajurit ke medan perang." Sahutnya.

Hinata tidak tau harus bereaksi apa, jadi ia hanya tersenyum kaku tanpa suara.

MR. MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang