"HEH, APA-APAAN LO! LEPASIN NGGAK!" teriak seorang siswi berambut pendek sebahu yang tangannya ditarik paksa oleh seorang siswa. Meski teriakannya cukup keras, kenyataannya sekolah sedang sepi karena murid-murid sudah bubar sepuluh menit yang lalu.
Salahkan Felina yang telat pulang karena harus memenuhi panggilan alam, sehingga cowok itu bisa leluasa menarik tangannya tanpa perlu mengundang banyak perhatian. Cewek itu hendak melawan, tetapi urung dilakukannya saat berpikir dia mungkin tidak akan berani melakukan tindakan kriminal.
Ayolah, anak konglomerat biasanya hampir tidak pernah melakukan apa pun, bahkan hal sederhana. Itulah sebabnya mengapa orang yang terlahir dengan sendok perak di mulutnya selalu mengandalkan orang lain tanpa pernah mau berusaha sendiri.
Ups, maaf kalau kesannya terlalu frontal. Felina mempunyai persepsi demikian bukan tanpa alasan. Dia telah menangkap basah Khelvin melakukan sesuatu yang berkaitan dengan judgement-nya tadi.
Khelvin rupanya telah menunggu Felina di ujung koridor dekat toilet dan kemudian menariknya kembali ke persimpangan yang baru saja dia lewati. Setelah dirasa cukup aman, cowok itu menghentakkan tangannya hingga membuat Felina terhuyung dan segera menatapnya galak. "Mau lo apa sih? Kasar banget!"
"Harusnya gue yang nanya; mau lo apa sih? Lo cari gara-gara ya sama gue?" tanya Khelvin, kentara sekali kalau dia sedang murka.
"Itu bukan cari gara-gara namanya," jawab Felina dengan ekspresi tidak berdosa, membuat Khelvin auto menatapnya jengah. "Seharusnya lo bersyukur karena gue setidaknya mengurangi dosa lo di akhirat. Gue bahkan punya saran buat lo."
"Apa?" tanya Khelvin polos meski durasinya hanya berselang beberapa detik karena dia segera kembali ke ekspresi sebelumnya.
"Kalo mau nyimpan bangkai, lo harus pandai mengakalinya supaya nggak ketahuan. Sama seperti aksi lo yang ketahuan sama gue, bukankah lo seharusnya lebih berhati-hati? Sekadar mengingatkan, keledai aja nggak jatuh ke lubang yang sama berkali-kali."
"Jadi maksudnya, gue lebih bego dari keledai?" tanya Khelvin murka.
"Hmm... ada tambahan soal persepsi gue tentang anak konglomerat. Rupanya, ada juga yang peka dan cukup pintar untuk mengerti maksud gue," pungkas Felina sambil tersenyum miring dan lantas menepuk bahu Khelvin dengan tatapan penuh simpatik. "Kalo nggak ada yang mau diobrolin lagi, gue duluan ya. Nggak seperti hidup lo yang nggak pernah terbebani, gue jelas jauh lebih sibuk dari lo."
"Gue belum selesai ngomong! Lo kira gue akan biarin gitu aja setelah lo laporin gue ke BK?" raung Khelvin di belakang punggung Felina yang mulai menjauh.
"Laporin apa, ya?" tanya Felina polos seraya membalikkan tubuhnya.
"Nggak usah pura-pura bego, deh! Emangnya apa lagi selain lo laporin tentang rekayasa nilai gue?" jawab Khelvin dengan geregetan parah. Kalau saja Felina bukan cewek, mungkin cowok itu sudah mengajaknya gelut.
"Oh laporin tentang rekayasa nilai lo, ya? Gue kira ada yang lain. Lumayan kan buat nambah dosa lo?"
"FELINA ANGGARA!"
"Wow, lo tau nama lengkap gue? Hebat," puji Felina dengan nada yang terlalu manis, menepuk tangannya bersemangat hingga Khelvin tidak tahu apakah dia sedang memberi pujian atau menyindirnya. "Padahal kita beda kelas, loh. Apa lo udah lakuin semacam background check ke gue?"
"Wah kayaknya gue perlu disiplinkan mulut lo deh. Gimana ya, kebetulan kita cuma berdua di sini. Lo tau maksud gue, kan?" Khelvin menatap Felina dengan lebih intens sementara langkahnya mendekat secara berirama.
"Oh, jadi lo ancam gue sekarang? Tapi gue lebih suka ngajak lo gelut! Ayok kita tanding satu lawan satu!" tantang Felina tanpa rasa gentar, yang segera membuat Khelvin terpekur hingga langkahnya terhenti secara otomatis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Hearts [END]
Teen Fiction[Karya ini pernah diterbitkan pada tahun 2016. Usai memutuskan kontrak karena sesuatu hal, karya ini jadi bebas dipublikasikan dan saya me-remake kembali dengan tulisan yang lebih up to date] Please vote if you enjoy 🌟 Genre : Teenfiction + Young A...