Meilvie melangkah bersama Tari cs dengan formasi sang ketua memimpin di depan dan dua teman lain berjalan di belakang Meilvie untuk menjaganya supaya tidak kabur. Mereka sekilas terlihat seperti sekelompok mafia yang ingin 'mengadili' targetnya.
Jujur saja, Meilvie tidak takut dengan mereka. Cewek itu memenuhi permintaan Tari semata-mata karena memergoki Gea merekam percakapan mereka barusan. Itulah sebabnya, dia tidak mau berlama-lama dan segera menyuarakan keinginannya.
"Serahin ke gue rekamannya," pinta Meilvie pada Tari, berusaha tidak memulainya dengan emosi.
"Don't you think you should make a proper deal--I mean, for the return?" tanya Tari licik, dengan seringainya seperti biasa sementara Gea dan Vika mendorong masing-masing pundak Meilvie hingga tergencet ke dinding. "Nggak usah sok berani, karena nggak ada yang bakal nolongin lo, bahkan Felix si Pahlawan Kesiangan lo itu."
"Then tell me the deal," kata Meilvie dengan nada jengah, tidak segan-segan menunjukkan kekesalan karena waktunya terbuang percuma.
"Makin lama makin songong aja nih cewek," celetuk Gea, sukses dibuat kesal hingga geregetan. "Gue boleh nampar dia, nggak?"
"Boleh juga idenya. Kalian nampar gue masing-masing sekali, tapi sebagai gantinya kalian harus hapus rekaman itu," usul Meilvie sebelum Tari membuka mulut. "Adil, kan? Gue yang rasain sakitnya dan kalian bisa menikmati prosesnya."
"Sayangnya gue nggak mau rasa sakit itu hanya dirasakan dari luar aja," balas Tari, sementara dia mendekat ke arah Meilvie dengan langkah perlahan seakan benar-benar memerankan peran mafianya dengan baik. "Gue mau lo dipermaluin, supaya lo kapok."
"Revan nggak tau isi suratnya, kan? Lantas, kenapa lo masih ngincar gue?"
"Lo mau tau?" tanya Tari, menghentikan langkah ketika dia sudah benar-benar berhadapan dengan adik kelasnya. Gea dan Vika sama-sama menyandarkan sisi tubuh mereka di sisi kiri-kanan Meilvie. "Soalnya lo makin lama makin berani sama gue, jadi gue nggak suka. Selama ini nggak ada yang berani sama gue."
"Hanya karena itu?" tanya Meilvie dengan tatapan jengah, kemudian menghela napasnya. "Oke, mulai hari ini gue akan respek sama lo sebagai kakak kelas gue. Jadi, hapus video itu sekarang juga."
"Tuh kan masih nyolot," celetuk Gea, nadanya menuduh. "Kayaknya gue beneran mau nampar dia deh, Tar."
"Sebarin videonya aja, Tar, biar cewek songong ini kapok," usul Vika sembari mengeluarkan ponsel dan mengusap layar untuk menggencarkan aksinya. "Sebarin ke mana ya enaknya?"
Lantas tanpa aba-aba, Meilvie mengulurkan tangan untuk merebut ponsel Vika yang saat itu sedang lengah. Meski berhasil, untuk sejenak dia lupa karena berhadapan dengan tiga kakak kelas yang postur tubuhnya lebih tinggi.
Tari yang geram kontan menarik kerah seragam Meilvie dengan kasar, bermaksud untuk benar-benar menamparnya tetapi aksi tersebut digagalkan oleh teriakan seseorang.
"LEPASIN DIA, DASAR ULAR!!!" teriak Felix dari ujung koridor, mengagetkan semua yang berada di TKP.
"Ck. Dia lagi!" keluh Tari kesal sementara Felix tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bergabung.
"Lepasin dia! Atau lo--"
"Ohhh... lo berani ngancam gue?" tanya Tari dengan tangan masih meremas kerah seragam Meilvie, sementara kedua antek-anteknya telah maju dan menatap Felix dengan tatapan yang sama galaknya. "Dari awal udah gue peringatin; NGGAK USAH IKUT CAMPUR!"
"Itu udah menjadi hak gue karena Meilvie itu cewek gue!" hardik Felix, mengabaikan pelototan Meilvie yang tidak terima dengan pernyataan itu. "Waktu masih temenan aja gue nggak ngebiarin kalian nyentuh dia, apalagi sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Hearts [END]
Teen Fiction[Karya ini pernah diterbitkan pada tahun 2016. Usai memutuskan kontrak karena sesuatu hal, karya ini jadi bebas dipublikasikan dan saya me-remake kembali dengan tulisan yang lebih up to date] Please vote if you enjoy 🌟 Genre : Teenfiction + Young A...