34). Reveal (2)

64 27 38
                                    

"Sya... kalo lo jadi gue, lo bakal gimana?" tanya Felina, matanya menatap pada satu titik di dekat meja dosen tetapi tatapannya kosong.

Saat ini mereka sedang berada dalam waktu yang senggang karena dosen berikutnya akan masuk setengah jam lagi. Sebagian besar mahasiswa mengisi waktu luang dengan mengerjakan tugas kuliah yang lain, terbukti dari buku referensi yang menumpuk sementara jemari mereka menari di atas keyboard dengan tatapan lelah dan jengah.

"Konteksnya apa dulu, Fel? Lo ngasih pertanyaan gaje banget," protes Vesya dengan tatapan judging-you-so-done.

"Papa sama mama gue, apa mereka perlu rujuk?" tanya Felina, masih bertahan dengan tatapannya seakan sedang terhipnotis. "Walau gue udah yakin sama keputusan gue dan udah sampaikan ke mama gue di saat yang sama, kenapa gue kayak nggak puas gitu, ya?"

Vesya mengangguk paham. Kebenaran tentang Herfian yang telah diungkapkan oleh Felina semalam, yang mana kesimpulannya adalah papanya tidak pernah selingkuh dan semua terjadi begitu saja demi melindungi Felix, sang adik yang juga baru diketahui tidak mempunyai hubungan darah dengan cewek itu.

"Jadi, lo maunya gimana?" tanya Vesya balik. Untung saja Khelvin sedang sibuk dengan urusan bisnis keluarga sehingga dia pamit duluan, karena Felina meragukan loyalitas sahabatnya jika cowok tajir itu masih di sini. Jangankan curhat, mengajaknya berbicara sepatah kata saja rasanya tidak mungkin.

Terkadang Felina berpikir apakah dia perlu melepas predikat Vesya sebagai teman dekatnya atau tidak.

"Kalo gue tau, gue nggak akan nanya lo, Sya." Felina menjawab, gantian dia menatap Vesya dengan tatapan judging-you-so-hard.

"Ck. Lo aja nggak tau, apalagi gue?" balas Vesya geregetan hingga menggertakkan giginya dengan geram.

"Lo nggak tau ya ada penilaian objektif di atas subjektif?"

"Oke, fine. Gue rasa mama lo perlu rujuk sama papa lo. Itu solusi terbaik menurut gue."

"Nggak ada opsi lain?"

"Ck. Tadi nanya pendapat gue, kan? Nggak usah nanya aja kalo gitu!"

"Trus gue harus gimana?"

"FELINA ANGGARA!" hardik Vesya sekesal-kesalnya, tetapi lantas ekspresinya secepat itu untuk kembali stabil ketika mengingat sesuatu. "Tapi tunggu... lo hubungi Tante Yenni aja, gimana?"

Felina seakan baru teringat sesuatu dan dia mengeluarkan kartu nama yang masih dia simpan meski sudah kucel karena penanganannya yang ceroboh.

"Kesimpulannya, Felix itu anaknya Tante Yenni, kan?" tanya Vesya sementara Felina menganggukkan kepalanya dengan semangat.

"Sejauh yang gue tangkap sih gitu, Sya. Waktu mama gue ceritain lengkapnya, sempat nyebut-nyebut soal Felix anak kandungnya Yenni. Jadi menurut lo, gue telepon Tante Yenni aja kali, ya? Kali aja, gue bisa nemuin petunjuk lain yang bisa jadi pertimbangan atas kegalauan gue."

Vesya mengangguk. "Bener, bener. Nah jadi, dah kelar kan? Hmm... si Khelvin lama banget sih? Gue kan kangennnnnn...."

"Khelvin mulu dalam otak lo," celetuk Felina tanpa menoleh karena sibuk menyalin kontak Yenni ke ponselnya. "Dasar bucin."

"Gue doain lo ketiban karmanya biar tau rasa," balas Vesya, meski wajahnya tidak benar-benar kesal. "Hmm... targetnya siapa, ya? Nah, Jerico mungkin bisa jadi kandidat yang tepat. Lo ngebucinin cowok kayak Jerico, bakal ambyar pastinya."

"Sembarangan lo!" hardik Felina, jempolnya sempat kepeleset saat menyalin nomor ponsel. "Amit-amit kalo dia jadi targetnya. Yang lebih berkelas, kek."

Rainbow Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang