17). Her Love Letter

70 31 56
                                    

Meilvie menuruni sisa tangga dengan emosi yang telah mencapai puncaknya, terbukti dari kernyitan dalam pada alis dan bibir yang dimanyunkan, serta langkah yang sesekali dihentakkan hingga menimbulkan suara berisik.

Meilvie tentu saja mengabaikan tatapan semua orang yang ada di sekitarnya. Suasana hatinya sedang tidak baik, cewek itu benar-benar merasa kesal dengan Felix Denindra. Entah kenapa dia merasa mood-nya selalu berubah buruk setiap berada di dekat-dekat cowok itu.

Emosi Meilvie yang membumbung tinggi kemudian berubah menjadi kecewa ketika dia merasakan sebelah tangannya masih menggenggam surat berwarna merah muda. Tanpa sadar, langkahnya membawanya ke percabangan koridor yang kebetulan sedang sepi.

Itu adalah sebuah surat cinta, tentu saja.

Bisa dibilang, Meilvie menghabiskan waktu semalaman untuk menulis surat tersebut. Perjuangannya tidak hanya sesederhana menulis surat cinta saja, tetapi dia juga membutuhkan keberanian yang besar untuk mengungkapkan perasaannya.

Jika cewek lain bisa dengan gampangnya menyatakan perasaan pada cowok yang disukai, lain situasinya dengan Meilvie karena jujur saja selain pengalaman pertama, dia sekhawatir itu pada kemungkinan jika dia ditolak.

Itulah sebabnya mengapa Meilvie seemosi itu pada Felix. Sejumput keberanian yang telah dikumpulkannya dengan susah payah lantas harus terbang begitu saja, menggagalkan rencana yang telah dia susun dengan rapi.

Seharusnya yang terjadi adalah jika saja bukan Felix yang turun, Meilvie pasti sudah menyerahkan surat cinta tersebut pada Revan, kakak kelas sekaligus anggota OSIS, yang berhasil membuat Meilvie jatuh cinta.

Entahlah, bagi Meilvie ini juga konyol karena dia belum pernah merasakan ini sebelumnya. Namun, melihat bagaimana Revan bersikap baik dan ramah pada semua orang selama MOS, berhasil membuatnya merasakan desiran aneh dalam dadanya.

Mereka bilang, jatuh cinta tidak membutuhkan alasan yang spesifik. Mereka bilang, jatuh cinta tidak membutuhkan waktu yang lama, bahkan yang tercepat adalah tiga detik. Mereka juga bilang, jatuh cinta sesederhana membalikkan telapak tangan.

Awalnya Meilvie tidak percaya dengan semua itu, tetapi ternyata hanya seorang Revan yang berhasil mengubah pemikirannya.

Sebuah tepukan pada bahu Meilvie dari belakang membuat cewek itu terlonjak dari lamunannya dan refleks menyembunyikan surat tadi ke dalam sakunya.

"Ternyata bener, kamu Meilvie. Kamu lupa ya sama janji kamu sendiri? Aku tungguin dari tadi loh," kata seorang cowok jangkung. Name tag-nya terbordir nama Revan.

Meilvie menepuk jidatnya dengan keras dan memejamkan matanya dengan geram, merutuki diri karena telah melupakan janji yang dibuatnya sendiri untuk bertemu dengan Revan.

Sekali lagi, ini semua gara-gara Felix Denindra!

Meilvie benar-benar melupakan janjinya. Meski dia telah mengurungkan niat untuk mengakui perasaan, seharusnya dia tidak membiarkan Revan menunggu terlalu lama.

"Maaf banget, Kak. A-aku... aku...."

"Lupa, ya?" tebak Revan sambil tersenyum. Senyumannya selalu semanis itu. Sayang sekali jabatannya bukan Ketua OSIS karena jika iya, cowok itu pasti lebih populer.

Wajah Revan ganteng dan penampilannya keren, padahal semua seragam di SMA Asoka itu sama saja. Entahlah, mungkin benar yang dikatakan orang-orang kalau yang namanya cowok ganteng tuh mau pakai apa saja pasti visualnya bertambah dua kali lipat. Tubuhnya tinggi dan tegap, serta disempurnakan dengan warna kulitnya yang putih. Meilvie tidak akan heran jika dia direkomendasikan menjadi model mengingat tinggi badannya melebihi standar.

Rainbow Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang