23). Unexpected Savior

67 31 111
                                    

Felix tidak mengira suasana hatinya yang buruk bisa dialihkan oleh insiden yang ada kaitannya dengan Meilvie.

Felix benar-benar ingin sendirian awalnya, itulah sebabnya dia menaiki tangga menuju rooftop sekolah di lantai empat, tetapi ketika cowok itu sampai di pertengahan tangga menuju lantai tiga, dia mendengar suara berisik.

Dari kejauhan, ekor mata Felix menangkap sosok yang familier.

Meilvie? Dan bukankah mereka adalah Tari dan dua antek-anteknya?

Felix berlari, menghabiskan sisa tangga di depannya, dan melaju ke arah mereka berempat. Seiring langkah kakinya menapaki sisa anak tangga, dia bisa mendengar teriakan Meilvie sementara salah satu teman Tari seperti hendak membuang sesuatu dari kantong hitam yang dipegangnya.

Felix yakin, apa pun itu, pastilah sesuatu yang akan mempermalukan Meilvie.

"Iya, si Tari itu kayak ular. Dulu juga ada cewek yang tembak Revan trus ketauan sama si Tari. Cewek itu kasihan banget, dikerjain sampai dipermaluin di depan teman-teman lain."

Felix berhasil menangkap dan menarik tangan teman Tari tepat waktu selagi napasnya terengah-engah karena terlalu cepat berlari.

"Felix?" panggil Meilvie pelan, seakan tidak percaya dengan pendengarannya.

Meski pelan, Felix bisa mendengarnya. Namun dia memilih untuk berfokus pada tangan Vika yang berusaha melepaskan diri sembari menatapnya galak. "Ternyata bener yang mereka bilang tentang kalian. Kalian bertiga memang ular."

"NGGAK USAH IKUT CAMPUR!" raung Tari, berusaha merebut kantong yang berada di tangan Vika yang lain, tetapi Felix jelas lebih cepat darinya.

"Mau gelut? Ayuk! Mumpung kalian bukan manusia, tapi ular! Kebetulan mood gue lagi jelek banget sampe rasanya gue mau ngajak siapa aja gelut! Mau satu-satu apa semuanya sekaligus? Lumayan, gue punya tiga samsak tinju sekarang!"

"Tar, emosinya nggak main-main nih. Kita cabut aja yuk," ajak Gea, menatap Felix dengan tatapan ragu. Ekspresinya memang sedang kacau jika ditilik dari kerutan dalam pada alis dan tatapannya yang tampak berbahaya.

Meski kalah jumlah, tetap saja Felix adalah cowok yang tenaganya bisa jadi dua kali lipat lebih kuat dari mereka. Rupanya Tari menyadari itu karena dia bisa melihat bagaimana pergelangan tangan Vika yang kini memerah karena digenggam Felix.

Vika meringis ketika Felix melepasnya dengan sekali hentakan kasar. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Tari dan dua antek-anteknya untuk meninggalkan koridor itu meski sang ketua geng masih sempat melayangkan tatapan membunuh pada Meilvie di saat-saat terakhir.

Sepeninggal mereka, Meilvie mengembuskan napas lega dan nyaris merosot dari berdirinya dengan tatapan nanar, membuat Felix segera mendekat dan meremas kedua bahunya. Kantong yang berhasil direbutnya lantas dibuang asal saja ke lantai.

"Lo nggak apa-apa?"

Meilvie menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai jawaban, matanya diedarkan ke mana saja asal tidak ke mata milik Felix. Perasaannya campur aduk, tetapi yang mendominasinya sekarang adalah perasaan malu. Cewek itu tidak bisa membayangkan jika Felix menertawai atau meledeknya gegara surat cinta.

Rasanya benar-benar malu hingga Meilvie ingin melebur bersama lantai dingin di bawahnya.

"Thanks," ucap Meilvie pelan, kemudian berusaha berdiri tetapi sangat sulit karena dia baru sadar kalau salah satu lututnya tergores hingga mengeluarkan darah meski sudah mengering. Lututnya juga lebam. Mungkin saat dua antek-antek Tari memukulnya tadi, lutut Meilvie tertekuk hingga terbentur ke sisi tembok yang bagian permukaannya kasar.

Rainbow Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang