28). Biological Mother

72 29 39
                                    

"VINOOO... VINO WINATA!" teriak suara sopran wanita dari balik pintu utama rumah Vino, disusul gebrakan dengan tenaga yang ngalah-ngalahin singa ngamuk, menimbulkan suara berisik.

Karena tidak kunjung merespons setelah berteriak beberapa kali, Nirina memberanikan diri untuk membuka pintu yang untungnya tidak dikunci.

"VINOOO! Di mana kamu??" teriak Nirina sembari melangkah menyusuri ruangan untuk mencari adik bungsunya. Namun setelah beberapa menit mencari, tidak ada seorang pun di rumah itu. Nirina juga telah mengecek kamar dan toilet, yang hasilnya juga sama; nihil.

Lantas, ke manakah Vino?

Sebenarnya Vino berada di dapur. Saat itu dia bersama dengan Cindy yang menemaninya minum teh herbal. Bisa dibilang kalau dia dan Cindy sering melewatkan waktu bersama karena cewek itu telah benar-benar bertekad untuk sembuh dari PTSD. Lantas ketika mendengar suara kakaknya, Vino kalang kabut. Dia tahu tujuan kedatangan kakaknya. Wanita itu pasti telah mengetahui rahasia yang selama ini ditutupi oleh Felina yang dibantu olehnya.

Vino sadar benar akan tiba saatnya Nirina mengetahui semua, terlepas dari siapa yang memberitahunya. Namun masalahnya, teriakan Nirina seperti itu membuat adiknya refleks ketakutan dan bahkan gemetaran.

Karena Nirina tidak pernah berteriak seperti itu sebelumnya.

Oleh karena itu, Vino merasa dia harus bersembunyi. Setidaknya sampai emosi Nirina membaik, dia bertekad dalam hati akan turut bertanggung jawab untuk menjelaskan semuanya.

Setidaknya, emosi Nirina harus stabil dulu.

"Cindy, lo harus tolong gue!" pinta Vino panik. "Gue harus sembunyi!"

"Sembunyi? Kenapa? Bukannya dia kakak lo?" tanya Cindy balik, mengernyitkan alisnya dengan tatapan bingung sementara Vino berjalan mondar-mandir dengan cepat seperti setrikaan.

"Plis, Cin. Dari teriakan Kakak gue dan bagaimana cara dia manggil gue, gue tau dia udah tau semuanya. Soal Felix! Pokoknya lo harus ikut gue sembunyi!" pinta Vino dengan nada rendah, cemas kalau suaranya akan kedengaran kakaknya.

Kepala Vino mulai memutar tidak jelas karena sedang mencari tempat untuk bersembunyi sementara dia tahu pasti waktunya tidak banyak. Teriakan Nirina semakin lama semakin keras yang memberinya peringatan kalau kakaknya akan segera tiba.

Dan dalam frustasinya yang mengental hingga Vino bergetar hebat, ekor matanya menemukan sebuah pintu di balik tangga tempat menyimpan perlengkapan rumah tangga. Dia segera tersenyum karena tempat itu akan menjadi tempat yang ideal untuk bersembunyi jika mereka menyelinap di sana.

"Ayo, cepat!" bisik Vino heboh sambil menarik pergelangan tangan Cindy, yang masih gagal paham tetapi dia tidak mempunyai pilihan selain menurutinya. Pintu berhasil ditutup dari dalam tepat ketika kaki Nirina memasuki area dapur.

"Ke mana sih Vino? Mobilnya ada di garasi kok sama sepatunya," gumam Nirina heran sementara Vino menutup mulutnya rapat-rapat, diikuti Cindy. Posisi mereka berhadapan satu sama lain, walaupun keduanya belum sadar akan kedekatan masing-masing saking paniknya. Jantung mereka turut berpacu cepat.

Mereka bisa merasakan langkah kaki Nirina yang menyusuri area dapur sembari mengecek ponsel, selagi Vino mengintip dari dalam. Dia bersyukur pintu tersebut memiliki fitur sekat ventilasi sehingga mereka tidak akan kehabisan napas dan bisa memperhatikan apa yang akan Nirina lakukan selanjutnya.

Melihat bagaimana kakaknya mengecek ponselnya sendiri, Vino membelalakkan mata dengan panik dan segera merogoh koceknya. Cowok itu kemudian menghela napas lega ketika menyadari kalau ponsel miliknya tidak ikut bersamanya karena masih tergeletak cantik di atas meja, bersanding di antara dua cangkir berisi teh herbal.

Rainbow Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang