39.

228 15 3
                                    

   

 
       Jika bukan Tante Dian yang sedang menopang ku, mungkin aku sudah tidak sanggup untuk berdiri. Sedikit demi sedikit tanah yang mulai menutupi tubuh papa menegaskan bahwa seseorang yang sangat kusayangi sudah pergi dari dunia ini.

     Menurut dokter, penyebab papa meninggal adalah serangan jantung. Rasanya baru kemarin aku mengobrol dengannya.

     Sekarang satu-satunya keluarga yang aku punya adalah Oma, aku belum memberitahu Oma perihal kabar duka ini, Oma sudah terlalu  tua untuk melakukan penerbangan ribuan kilometer, dan aku tidak ingin membuatnya khawatir.

Satu persatu pelayat mulai meninggalkan pemakaman, dan kini hanya meninggalkan aku dan keluarga om Ahmad.

  " Sementara ini kamu tinggal dirumah Tante ya Gi' "

Ucap Tante Dian. Aku menggeleng.

  " Terima kasih Tante, tapi Giyan mau pulang ke rumah aja "

  " Yaudh, tapi biar Darel dan Lasha temenin kamu ya?..."

  " Maaf Tante, Giyan pengen sendiri dulu..."

Tante Dian terlihat khawatir mendengar jawabanku.

  " Yaudh, tapi kalau ada apa-apa telfon ya sayang..."

Aku mengangguk.

  " Giyan pulang dulu ya pa'...bunda'... "

Untuk terakhir kali aku mengusap  nisan makam orang tuaku, sesuai wasiat papa, papa pernah bilang jika umurnya tidak panjang ia ingin dimakamkan ke dalam satu liang yang sama dengan bunda.

Rasanya aku tidak ingin meninggalkan mereka, namun aku tidak ingin membuat Tante Dian dan om Ahmad lebih khawatir.

***

     Aku melihat Ken berdiri di kejauhan sambil memandang Giyan. Kami sama-sama orang yang seharusnya berada di sisi Giyan saat ini.

Namun penolakan Giyan kali ini benar-benar membuatku merasa bersalah, aku menyesal dan  menyadari sudah menyakiti orang yang kucintai, harusnya aku selalu berada di sisinya.

Kemarin malam tanpa sengaja aku bertemu dengan Ken di Artoz bar. Keadaan kami tidak jauh berbeda. Kami sama-sama memilih menikmati minuman dalam diam.

" Sejak kapan Lo tau soal gw dan Giyan "

Tanya Ken tanpa melihat ke arahku.

" Puncak, gw pernah ngikutin kalian, dan gw tau itu bukan pertama kalinya kalian jalan berdua, gw pernah liat foto yang berkaitan di laptop Giyan dan postingan di Instagram Lo"

Ken terlihat terkejut mendengar jawabanku.

"  Kenapa Lo diam aja?"

Tanya Ken.

  " Kenapa Lo sembunyikan?"

Tanyaku balik.

  " Gak ada niatan gw buat sembunyiin "

  " Lo yang tinggalin dia Ken, meskipun gw gak tau apa alasan Lo tiba-tiba pergi, yang paling gw sesali sampai sekarang adalah ngebiarin orang lain masuk ke dalam hatinya, padahal gw yang sayang sama dia sejak dulu, dan yang bikin gw nyesel adalah, kenapa harus Lo orangnya."

  " Gw pikir satu tahun dia jadian sama Geri, dia udah benar-benar lupain Lo, ternyata gw yang terlalu naif "

Aku menatap Ken yang menunduk memandang gelas miliknya.

  " Gw harus memilih, dan waktu itu gw gak punya banyak waktu..."

Ken menceritakan semuanya. Serumit itu masalah yang dihadapi Ken. Bertahun-tahun ia mengenal Ken, Ken adalah orang yang tertutup, Ken jarang sekali menunjukkan ekspresinya.

Darel ingat saat pertama kali mereka bertemu, Ken selalu sendiri duduk di bangku pojok belakang sambil memainkan ponsel atau memandang ke arah jendela sambil mendengarkan musik lewat headset dikupingnya.

Saat itu aku sedang di mop oleh seorang senior yang mengaku pacarnya minta putus karena sedang dekat denganku, padahal aku sendiri tidak tau menahu siapa orang yang dimaksud. Aku yang sendiri jelas saja kalah jika harus berhadapan dengan empat orang. hampir terjadi perkelahian ketika aku hendak melawan karena aku merasa mereka sudah mulai keterlaluan.

Tiba-tiba pintu gudang terbuka dengan kencang hingga selotnya jebol. Disitulah aku melihat Ken yang berbicara " Lo dipanggil Mr.sean ke laboratorium" ucap Ken saat itu ,yang kutahu belakangan adalah bohong. Dan kata-kata selanjutnya yang keluar dari mulutnya adalah "  Lo gak malu empat lawan satu, main bersih, jangan disekolah". Ucap Ken sebelum pergi.

Dan benar saja saat pulang sekolah Ken membantuku dan Jo berkelahi melawan mereka. Walaupun babak belur nyatanya kami menang melawan empat orang senior itu. Itulah awal mula aku mengenal Ken.

  " Gw gak akan pernah ninggalin Giyan lagi"

Ucap Ken mantap. baru saja aku hendak mengeluarkan sumpah serapah ku saat ponsel ku berbunyi mendapat panggilan dari Lasha.

  " Lo dimana? Om Ahmad meninggal..."

Kami sama-sama sampai dirumah sakit yang di maksud Lasha. Dan yang kami lihat adalah Giyan yang yang terduduk dilantai sambil menangis di dalam pelukan mama.

Kami sama-sama terpaku, tanpa ada satupun dari kami yang berniat untuk mendekat. Karena kami sama-sama menyadari bahwa bukan kami orang yang di inginkan Giyan untuk berada disampingnya saat ini.




Untuk kamu yang masih tidak percaya bahwa covid itu tidak nyata, atau konspirasi, atau settingan.

Covid itu nyata!

Mungkin kalian belum percaya sampai orang terdekat kita akhirnya tervonis terjangkit virus ini.

Adik saya dinyatakan positif covid setelah menjalani test swap, dan yang lebih down lagi orangtua saya pun mengalami semua ciri-ciri yang sama dari infeksi virus ini karena memang beliau berada dalam satu rumah.

Mohon doanya untuk kesembuhan keluarga ku.

Terima kasih sebelumnya 🙏


   

Backstreet ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang